33 : Apa Ini Saatnya Aldi Meluk Ibu?

822 57 8
                                    

Dia masih menjadi alasan aku untuk kuat dan ikhlas menerima apa yang sudah menjadi takdirku.

🐣🐣🐣

Hari kedua bulan Syawal, Feisya memilih untuk berangkat ke Surabaya tanpa keluarganya.

Alasannya banyak, pertama oma dan opanya datang ke Jakarta, katanya mereka ingin memantau enam cabang salon yang ada di Jakarta yang sudah lama mereka tinggalkan, sedangkan Cassy yang sangat manja dengan oma dan opanya itupun lantas memilih untuk quality time saja sekalian perawatan.

Kedua, Deva dan Denis mereka sudah sepuh katanya, mereka capek jika harus melakukan perjalanan.

Ketiga, Baskara justru merasa senang, dengan liburnya ini Devon akan berkumpul dengan sahabat beserta istri juga anaknya, itu artinya Baskara akan bertemu Zebira. Baskara bisa melihat wanita itu tersenyum, meskipun bukan dia alasannya.

"Kak, hati-hati, ya. Nanti kamu duduknya sebelahan sama Kang Algi."

Satu hal lagi, perjalanan kali ini, Feisya dan Algi berangkat bersama.

"Iya, Oma. Aku berangkat dulu, ya. Have fun semuanya, maaf kalau karena aku jadi enggak ada acara liburan ke luar."

"Enggak papa, Kak. Kamu baik-baik di sana. Jagain Aldi, ya."

Hati Algi sedikit berdenyut kala nama Aldi disebutkan. Dia merasa belakangan ini takdir sedang bercanda padanya. Dia yang menjaga Feisya, tetapi Aldi yang akhirnya memilikinya. Algi menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh berpikiran seperti itu.

"Kang, jaga Feisya, ya," ujar Rosetta.

Algi mengangguk. "Iya, Oma. In Sya Allah."

"Kak, jangan lupa oleh-oleh!" teriak Baskara dan Cassy bersamaan.

"Emang Babas enggak mau pulang ke Amerika? Sampai kapan di sini?"

"Ketemu Zebira dulu, baru pulang," jawab Baskara membuat semua keluarganya menatap pria itu tajam.

"Dia udah punya, Babas," ujar Anya mengingatkan.

"Sebelum janur kuning melengkung, disitulah masih ada jalan untuk menikung," ucap Baskara diakhiri senyum konyolnya, "tapi bohong," lanjut Baskara, dia masih ingin hidup, dia tidak mau mati di tangan keluarganya yang menatapnya horror saat ini.

"Udah Babas mah gagal move on, tapi belum jadian, cuman dijadiin pelarian haha. Canda, Bas, canda. Aku berangkat aja, ya. Byeee."

"Byeee, Kakak!!!"

"Kang Algi, jagain adeknya."

Adek? Sangat miris, bukan?

***

Naik kendaraan apapun, Feisya suka di dekat jendela. Dia suka melihat pemandangan di luar. Itu sebabnya Feisya selalu memilih untuk duduk di dekat jendela dan sekarang dengan Algi di sampingnya.

"Dulu, biasanya aku suka naik pesawat sama Aldi karena kita sama-sama mau kembali ke Amerika buat kuliah," ujar Feisya memecah keheningan.

Algi hanya diam, dia masih ingin Feisya melanjutkan ceritanya.

"Waktu itu pernah ada satu kejadian yang enggak mungkin aku lupain. Waktu itu, kita sama-sama kesiangan, kita berangkat dari rumah tinggal sisa tiga puluh menit ke penerbangan. Sumpah aku deg-degan banget, jantung aku udah gak karuan, tapi Aldi selalu bilang ke kamu, 'tenang, By, tenang, ada aku di sini'. Sederhana atau bahkan terkesan sebuah bualan, tapi entah kenapa kalau Aldi yang ngomong, aku suka banget. Rasanya semua kepanikan itu sirna seketika," sambung Feisya.

Adasya [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang