14 : Sudah Tak Ada Harapan Lagi

1.2K 79 8
                                    


Pada dasarnya kita pergi bukan selalu karena keinginan, melainkan terkadang keadaanlah yang memaksa kita untuk cukup sadar jika pergi memang pilih yang tepat, daripada menetap, tetapi terkesan memaksakan.

🐣🐣🐣

Hanum, Cellin dan Bimo datang ke restoran milik Aldi. Sebenarnya Aldi sudah menolaknya, bukannya bermaksud tidak mau menerima rezeki, tetapi setelah dipikir-pikir dia masih mampu memperbaiki restorannya yang terbakar dan pada akhirnya uang yang telah terkumpul itu dibagi dua, satu bagian untuk menyumbang ke anak yatim dengan menggelar acara buka bersama yang mana makanannya dipesan di restoran milik Aldi dan bagian satu lagi untuk beberapa hari lagi mereka—teman angkatan atau lebih tepatnya teman dekatnya Aldi saat SMA—akan melaksanakan buka bersama, soal tempat pasti restoran di Aldi.

"Gue kayak enggak lihat si Feisya nih. Kemana dia?" Hanum bertanya seraya menatap Cellin dan Aldi. Kedua orang itu yang sudah pasti tahu keberadaan Feisya. Cellin teman kerjanya dan Aldi pacarnya.

"Enggak ikut dia," jawab Cellin seadanya.

"Hah? Kok bisa? Enggak bener tuh anak. Aldi kan pac—"

"Dah putus," sela Aldi membuat Hanum dan Bimo yang baru tahu tentang kandasnya hubungan Aldi dan Feisya terkejut.

"Lah, serius? Gue kira mau sampai nikah." Bimo menggelengkan kepalanya. Sepertinya ini tidak mungkin. Aldi dan Feisya adalah couple goals dan Aldi pernah melamar Feisya, meskipun memang belum secara resmi bersama kedua keluarganya, tetapi tetap saja kan, sangat disayangkan.

"Jodoh mah enggak ada yang tahu, lagian dia udah sama yang lain," celetuk Cellin.

"What the? Serius? Sama yang lain? Emang udah berapa hari putusnya?"

"Lima kayaknya."

"Anjir!!!!"

Cellin menimpuk lengan Hanum. "Tahan emosi, lagi puasa," ucapnya memperingati.

Hanum menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak, ini enggak mungkin. Emang siapa sih cowok itu?"

"Namanya Algi. Muhammad Adam Al-Ghifari."

Kini bukan hanya Hanum dan Bimo yang terkejut, tetapi Aldi juga ikut terkejut.

Sebentar... Sepertinya nama itu tidak asing baginya? Ah! Aldi ingat, Algi adalah pria aneh bin menyebalkan yang akhir-akhir ini selalu Feisya ceritakan.

"Kenapa takdir kayak becanda ya?" batin Aldi.

"Sebentar, kayaknya gue kenal deh," ucap Hanum.

"So kenal kali lo," celetuk Bimo.

"Enggak, suer namanya gak asing," ujar Hanum.

"Iyein lah, males debat."

"Eh tapi serius gue kenal. Dia itu pemilik usaha furniture yang waktu itu mama gue beli. Kebetulan juga dia itu pernah ngisi seminar di kampus adek gue." Hanum yakin jika pria itu memang pria yang sama dengan yang mamanya dan adeknya ceritakan tempo hari.

Bimo menepuk pundak Aldi. "Saingan lo berat, cuy. Berat."

"Asli, berat ini mah. Katanya dia punya kebun sayuran juga di Bogor. Katanya sih dua atau satu hektarlah. Dulunya dikit sih, tapi semenjak dia jaya ya dia beli kebun yang lainnya dan ya gitulah," ujar Cellin menambahkan.

Aldi, dia hanya diam. Entahlah, mungkin memang dia seharusnya mundur.

"Setidaknya dia lebih baik, Fei. Aku ikhlas."

Adasya [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang