22 : Ada Yang Pergi

958 65 12
                                    

Pada akhirnya semua akan pergi pada-Nya, sebenarnya bukan pergi, tetapi kembali.

🐣🐣🐣

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, Feisya dan Anya lantas segera menuju rumah sakit.

Sekarang masih jam setengah sebelas, masih ada waktu dua jam setengah lagi untuk operasi Aldi.

Saat sampai rumah sakit, Feisya terheran karena ada Algi di sana. Pria itu setia memeluk Fatimah yang masih saja menangis.

Feisya dan Anya belum mengetahui fakta jika Fatimah dan Algi adalah ibu juga kakak kandung Aldi.

"Pak Algi," panggil Feisya.

Algi mendongak, pria itu menatap Feisya, mantan calon istrinya yang ternyata mencintai adiknya sendiri, bahkan panggilan 'Mas' untuknya kini tak lagi dia gunakan.

"Kenapa, Sa?" tanya Algi seadanya, jujur fakta jika Aldi adalah adik kandungnya sangat mengejutkan.

"Enggak papa sih, Pak, maaf ganggu." Feisya sedikit canggung dan tidak tahu mau apa, nalurinya hanya ingin memanggil pria itu saja.

"Tante Ajeng sama om Ivan masih di ruang mayat," ucap Algi.

Feisya mengangguk paham. "Makasih, Pak."

Anya dan Feisya lantas segera menuju ruang mayat tempat dimana Ajeng dan Ivan berada.

Ruang ICU dan ruang mayat cukup jauh, tetapi jalanan yang cukup lenggang membuat Feisya dan Anya cepat sampai.

"Tante, Om," panggil Feisya saat dia melihat Ajeng dan Ivan.

Ajeng lantas menoleh dengan berlinangan air mata kemudian memeluk Feisya. "Bukan ini yang Tante mau, Fei. Bukan. Hiks..."

Feisya ikut sedih, dia tidak menyangka akan seperti ini akhirnya. Tangannya dia gerakkan untuk mengelus punggung Ajeng. "Tante yang sabar, ya. Aku yakin almarhum nenek Dewi tenang di sana. Allah bakalan terima amal ibadahnya dan memaafkan segala dosanya."

"Aamiin ya Allah ya rabbal alamin. Makasih ya sudah mau berkunjung ke sini."

Feisya mengangguk kemudian lantas mengurai pelukannya.

Anya tersenyum ke arah Ajeng kemudian berkata, "Turut berduka cita, ya, Pak, Bu."

Ivan hanya mengangguk, kehilangan sosok ibunya bukan hal yang dia mau saat ini, meskipun ibunya lumpuh total sejak dua puluh tiga tahun lalu, tetapi ibunya selalu menjadi semangat dia selama ini.

Sedangkan, Ajeng, dia yang merawat ibu mertuanya. Dia sangat menyayangi Dewi. Bagaimanapun mertua adalah orang tuanya juga.

***

Beberapa jam yang lalu ....

"Pak, Bu, Nek Dewi terus manggil nama Bapak sama Ibu, terus juga masih manggil nama bu Indah. Sejak bangun tidur dan selepas salat subuh, kejadiannya. Saya harap bapak sama ibu pulang terlebih dahulu."

Ajeng, Ivan dan Indah lantas segera bergegas menuju kediaman Ivan, tempat dimana Dewi berada.

"Indah, anak Mama.... Maafin Mama, Nak...."

Suara itu, suara yang sangat Fatimah rindukan.

"Ka-kamu Indah, Nak?" tanya Dewi dengan wajah sumringah saat wanita itu menemukan Fatimah, Ivan dan Ajeng di pintu kamarnya.

Adasya [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang