[4] Murid Pindahan

79 9 66
                                    

4 | Murid Pindahan

Udara bersih akhirnya ia hirup kembali setelah berkendara cukup lama. Seorang gadis berambut pendek tersenyum lebar ketika ia menginjakkan kakinya keluar dari mobil berwarna hitam. Sebelah tali tas tersampir di pundak kanan, sementara pundak yang lain lengang, tak menahan beban apapun. Di tiap telinganya terpasang dua anting berwarna hitam.

"Nak," panggil seseorang dari bangku pengemudi, "jangan buat masalah di sekolah, ya."

Gadis itu mendengus pelan. Tangannya dimasukkan ke saku rok. "Papa pikir aku apaan," cengirnya.

"Yah, mau ngingetin doang. Dan kalo ada yang macem-macem sama kamu, lapor Papa. Biar Papa habisin," canda sang ayah sambil menepuk bahunya sendiri yang dihiasi oleh tiga bintang berwarna emas pada seragam coklatnya.

"Tenang aja, Pa. Aku bisa beresin sendiri," tawanya seraya mengangkat lengan bajunya. Gadis itu melepas kepergian ayahnya dengan lambaian tangan.

Clara nama gadis itu. Promosi yang didapat ayahnya mengharuskan ia untuk ikut berpindah dari kota ke kota. Dan kini, promosi dari "Kepala Kepolisian Daerah" menjadi "Kepala Badan Reserse Kriminal" membawanya kembali ke kota, di mana ia menghabiskan masa kecilnya.

Clara melangkah menuju pos jaga satpam yang terletak di samping gerbang masuk sekolah. "Selamat pagi, Pak. Saya murid baru di sekolah ini. Boleh bantu antar saya ke ruang Wakil Kepala Sekolah?" pinta Clara dengan sopan.

Satpam itu mengangguk sambil berjalan mendahului Clara. Jam di ponsel masih menunjukkan pukul 6 pagi. Pantas saja, sekolah masih terlihat lengang. Satpam itu menunjuk pintu yang bertuliskan Ruang Wakil Kepala Sekolah dan dengan sopan mengundurkan diri dari tempat itu. Tak lupa, Clara menyampaikan terima kasih.

Tok tok tok

"Masuk," sahut suara dari dalam.

Clara membuka pintu dan menatap sosok yang telah lama tak dijumpainya. "Kakak!" serunya heboh.

Wakil Kepala Sekolah yang juga merupakan kakak sepupu Clara merentangkan tangan untuk memeluk Clara. "Akhirnya lo balik sini juga," katanya sambil menepuk pundak Clara beberapa kali.

Jarak umur antara Clara dan sang kakak sepupu adalah 25 tahun. Wajar saja, karena ayah Clara adalah anak bungsu dari 10 bersaudara, sedangkan ibu dari kakak sepupu Clara merupakan anak kedua. Bahkan, ayah Clara hanya beberapa tahun lebih tua dari keponakannya.

"Ngomong-ngomong, Kak, seragam aku ada di Kakak, kan?" Clara melirik baju hitam dan celana panjang yang dikenakannya sekarang.

"Ah, ada di sini." Wakil Kepala Sekolah beralih ke meja kerjanya dan mengambil seragam yang terbungkus dalam plastik bening. "Sana, ganti baju dulu. Itu anting dilepas, ya. Masa dua anting per kuping."

Clara mengangguk sambil tertawa kecil dan keluar dari ruangan itu, menuju toilet yang sempat dilaluinya tadi. Tak butuh waktu lama dirinya untuk kembali ke ruangan Wakepsek.

"Ukurannya pas, kan?" tanya sang Kepsek memastikan.

Clara mengangguk.

"Buku yang bakal kamu pakai sudah Kakak titipkan ke wali kelas. Nanti ambil aja," terangnya, "dan Kakak ingin minta tolong sesuatu."

"Minta tolong apa?"

Lelaki itu ragu-ragu untuk mengatakannya. "Ehm, nanti kamu bakal sebangku dengan anak yang bernama Ara. Kakak minta tolong supaya kamu berteman dengannya, ya."

"Kenapa memangnya?"

"Ada masalah yang baru-baru ini terjadi. Kemarin Kepala Sekolah kasih dia hukuman, tapi Kakak yakin Ara bukan orang yang kayak gitu. Di kelas pasti dia dijauhin."

AraBella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang