10 | Ruangan Bawah Tanah
"Kamu gapapa, kan, Nak?" tanya ayah Bella. Matanya memancarkan kekhawatiran. "Kamu mau makan? Papa buatin Indomie dulu, ya. Atau mau dipesenin makanan? Kamu mau makan apa?"
Bella menggeleng. "Tadi aku udah makan roti di mobil. Aku makan dua, hehe."
Ayahnya mengangguk mengerti. "Ini baru jam tujuh, tapi kamu tidur aja. Istirahat yang banyak, ya. Kejadian ini pasti serem banget buat kamu."
Bella bergelung di tempat tidur. Sisa peluh masih menempel sebagian pada bajunya, namun ia mengabaikannya dan langsung menarik selimutnya sampai ke dada.
Lelaki yang disebutnya sebagai Papa menatapnya lembut sambil mengelus rambutnya. Orang yang menjadi sosok berbeda jika berhadapan dengan Ara.
Pintu kamar Bella tiba-tiba diketuk pelan.
"Bella ... Nak ...." Mama Bella masuk ke dalam kamar dengan air mata yang membanjiri kedua matanya. Wanita itu merengkuhnya erat.
Bella memberikan setengah senyum. "Maaf, Ma. Harusnya kemarin aku pulang awal. Aku juga harusnya lebih hati-hati."
Mama menggeleng. "Ini bukan salah kamu, Nak. Kamu gapapa, kan? Kenapa bisa diculik, sih?"
Bella mengangguk kuat. "Aku udah baik-baik aja, Ma, Pa. Makasih udah khawatir."
"Anak Mama sudah besar," isak wanita itu lagi.
Kring.
Deringan ponsel tiba-tiba memenuhi ruangan itu. Dengan cepat sang pemilik ponsel一yaitu ayah Bella一meninggalkan ruangan itu dan menjawabnya.
Pintu kamar tak tertutup rapat. Walau fokus Bella terpecah antara mendengarkan pembicaraan ayahnya dengan menanggapi ibunya yang terisak kecil, ia mampu menangkap sedikit pembicaraan itu.
"Cari terus sampai ketemu. Saya tidak mau tahu. Apa? Kenapa saya juga harus ke sana? Itu, kan, kerjaan kalian."
Pintu kembali terbuka.
"Tif一Lauren. Kita harus pergi."
"Aku juga harus pergi?"
Ayah Bella mengangguk.
Dengan pasrah wanita itu berdiri dan mengecup kening Bella, mengucapkan sampai jumpa.
"Istirahat yang banyak, ya, Nak. Semoga besok sudah pulih."
Bella mengangguk sambil tersenyum lebar. Tangannya dilambaikan, mengantar kepergian orangtuanya.
Begitu keduanya menutup pintu kamar, senyum Bella memudar. Memasang telinga, mengira-ngira keberadaan kedua orangtuanya saat ini, Bella menunggu saat yang tepat untuk keluar dari kamar.
Ketika suara tertutupnya pintu utama terdengar, ia langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan turun ke lantai dasar, menuju jendela di sebelah pintu utama. Tirai berwarna krem itu disibaknya sedikit sambil memandang keluarnya mobil dari area rumah, beserta gerbang yang ditutup.
Gadis itu langsung bergerak mencari Ara. Firasatnya berkata bahwa Ara diseret ke suatu tempat untuk dihukum atas hal yang sebenarnya bukan salahnya.
Bella mampir ke kamar orangtuanya dan mengambil kunci ruang hukuman, ruangan di luar rumah yang biasanya berfungsi sebagai tempat Ara terkurung.
Bella keluar dari rumah dan berbelok menuju ruangan itu. Ia mengendap-ngendap di dalam kegelapan. Bangunan kecil berdinding batu itu terlihat, dengan pintu kokoh yang selalu terkunci.
Kunci itu dimasukkan ke lubangnya dan dibuka dengan sekali putaran.
"Kak Ara," panggilnya.
Ruangan itu amat sangat gelap. Bella merutuki dirinya yang lupa membawa senter.
KAMU SEDANG MEMBACA
AraBella [END]
JugendliteraturAra dan Bella, kembar identik yang diperlakuan berbeda oleh kedua orangtuanya. Seorang menjadi kambing hitam dalam keluarga, seorang lagi menjadi anak emas. Apa alasannya? Sampai sekarang pun kedua gadis itu masih bertanya-tanya. Cerita ini diikutse...