21 | Kini Selesai Sudah
Malam biasanya terasa begitu sunyi di bangunan terpencil di tengah pepohonan. Terkadang hanya suara jangkrik dan burung hantu yang mengisi keheningan. Masih ada tanda-tanda manusia, tapi tak banyak bersuara.
Mungkin malam ini adalah kali pertama dikunjungi begitu banyak orang. Deru beberapa mobil. Suara dedaunan kering yang terinjak kaki belasan orang.
Dengan begitu sigap, mereka memuat pistol. Laras diarahkan pada pintu. Sebagian polisi bergerak mengitari rumah, memastikan tak ada celah kabur bagi mereka.
Di posisi paling depan, ayah Clara juga siap dengan senjata apinya. Tangan kanan terangkat. Meminta semua bersiaga.
Ara, Clara, dan Ervin masih berada di dalam mobil atas perintah ayah Clara. Sangat berbahaya jika mereka ikut campur. Dibawa ke tempat ini saja sudah merupakan keajaiban. Jika Clara tak merengek, ayahnya pasti akan menyuruhnya pulang ke rumah.
"Semoga Bella nggak kenapa-napa," doa Clara.
Kedua insan lain mengangguk.
Ara menyandarkan kepala pada kaca mobil, menatap rumah kecil yang diduga merupakan tempat Bella dibawa. Jari-jari mengepal erat. Menggigit bibir penuh ketakutan, Ara mulai berlinang air mata.
Sebuah tepukan mendarat di pundak. Refleks menoleh. Seulas senyum dari Ervin dilihatnya, begitu menenangkan hati Ara.
Beberapa menit telah berlalu. Pintu rumah telah dibuka secara paksa. Polisi telah memasuki rumah, masih dengan senjata api yang siap ditembakkan.
Tak butuh waktu lama hingga Mirza, Tiffany, dan "dokter bedah" untuk diringkus. Borgol dikenakan masing-masing. Kemungkinan besar, tak ada celah untuk kabur membuat ketiganya menyerah dalam sekejap.
Begitu berpapasan dengan Rum dan si Tudung Hitam, Tiffany hanya bisa mengucapkan dua kata. "F*** you." Mata kemudian menjelajah, mencari seorang gadis bernama Ara.
Tak sempat ia menemukan gadis yang dicari. Polisi sudah terlebih dahulu memasukkannya ke mobil. Ia diapit kiri-kanan oleh polisi yang ikut serta. Seorang polisi lagi berada di kursi paling belakang, berjaga-jaga dengan pistol di tangan. Ayah Clara tahu betul apa yang bisa dilakukan oleh wanita itu, sehingga memastikan ia sampai dengan selamat di sel tahanan.
Rum menghampiri Mirza yang merutuki nasib karena tertangkap. "Hukuman untuk Anda bakal berat," ujarnya.
Ber-puh pelan, Mirza menggertakkan gigi, "Kenapa? Sekarang kamu baru mau bersimpati?"
Lelaki berusia 18 tahun itu menggeleng, tanpa berkata sepatah kata pun sebagai jawaban. "Kadang saya bersyukur, kalian bukan orang yang teliti dan berpikir jauh ke depan. Makanya waktu itu, kalian membiarkan teman kakak saya bebas, sehingga bisa menceritakannya pada saya. Dan kalian juga melepas Ara. Makasih atas kebodohannya."
Merah hingga ke ubun-ubun. Kaki melayang, hendak menghantam perut Rum. Untung tak kena, walau hanya mundur selangkah. Dua polisi menahan lengan Mirza. Sedikit mengangkatnya dari tempatnya berpijak.
Tangan Rum menyapu seragam polisi yang dikenakannya. "Jangan tendang-tendang. Baju orang."
Urat pada wajah Mirza semakin membesar. Desisan keluar dari mulutnya disertai dengan napas berat.
Rum mengangkat tangan kanan. Jari-jari digerakkan seolah ingin mengucapkan selamat tinggal. Berbalik ia pergi meninggalkan mantan bosnya.
Pergi satu, datang yang lain. Kini si Tudung Hitam yang berdiri di hadapan Mirza.
"Malam, Bos."
"Kamu ... bisa-bisanya juga berkhianat. Nggak tahu untung."
Si Tudung Hitam menatap bangunan kecil itu nanar. "Ternyata istri dan kedua anak saya pernah di sini."
Ia mengalihkan pandangannya pada sisi gubuk. Tak ada rumput di sana, hanya tanah yang tampak habis dibongkar. "Dan sepertinya itu kuburan mereka."
"Maksud kamu apa, hah?!"
Mata kembali menatap Mirza. "Bos, Anda lupa? Atau saya yang salah paham? Tapi kemungkinan besar mereka memang dibunuh di sini. Bukannya malah aneh kalau saya masih jadi peliharaan Anda? Saya memang mengkhianati Anda. Tapi Anda yang mengkhianati saya terlebih dahulu. Sudah banyak orang menggantikan Anda masuk penjara. Sekarang giliran Anda. Semoga panjang umur."
🌫🌫🌫
Suara sirine ambulans samar-samar terdengar mendekat. Mobil berwarna putih dengan garis merah, serta lampu merah yang menyinari tiba setelah dihubungi ayah Clara ketika masih dalam perjalanan menuju bangunan milik Mirza dan Tiffany.
Seorang perawat dan sopir ambulans memasuki bangunan sambil menarik brankar ambulans setelah berbicara sebentar dengan ayah Clara. Ekspresi panik ketiganya membuat Ara begitu bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi di sana?
Sementara itu, seorang berpakaian dokter yang masih tertinggal di ambulans membuka pintu belakang, siap memindahkan Bella ke mobil.
Pintu gubuk terbuka lebar. Darinya keluar beberapa polisi yang ikut mendorong brankar.
Tubuh meremang. Tangan Ara bergerak menutup mulut tanda tak percaya. Walau jarak antara mobil dan brankar yang membawa Bella terbilang tak dekat, Ara masih bisa melihat sekujur tubuh adik kembarnya yang dipenuhi darah. Tampaknya ia juga tak sadarkan diri.
Membuka pintu mobil dengan cepat, kaki Ara menapak tanah yang ditutupi dedaunan kering. Ia bahkan tak lagi mendengar suara Clara dan Ervin yang menyuruhnya tenang. Rasa panik membuat kaki membawanya cepat menuju ambulans, tempat Bella dimasukkan. Supir ambulans menutup pintu belakang.
"Permisi, saya boleh ikut?"
"Keluarga korban?"
Ara mengangguk.
Pintu belakang kembali dibuka.
Kini Ara melihat dengan jelas luka perbuatan Mirza dan Tiffany. Ia melompat ke dalam ambulans, duduk menatap wajah Bella. Mata berkaca-kaca. Entah kapan air mata akan menetes.
Perawat dan dokter yang ikut berada di dalam ambulans melakukan pertolongan pertama. Luka terparah terletak pada wajah dan kaki Bella. Kedua kaki tak lagi terlihat normal. Tulang bisa jadi retak, serta sendi rusak berkat hajaran Tiffany.
Ara hanya bisa memegangi sisi brankar sambil berdoa. Kesakitan Bella seolah ikut dirasakannya. Rasa takut Bella selama dihajar juga dapat ia bayangkan. Semoga nggak terlalu parah. Kalaupun parah, semoga masih bisa sembuh, tangisnya dalam hati.
🌫🌫🌫
a/n: Setelah sekian lama akhirnya update lagi. Walaupun sejak awal ide ceritanya udah ada (tinggal nulis😔), tetep aja ada rasa males gitu. Akhirnya niat nulis balik pas ngeliat grup. SP aku udah 5! Bentar lagi 6. Makanya semangat nulisnya muncul lagi, WKWKWK.
Btw, Tiffany dan Mirza sudah diringkus. Walau begitu, Bella lagi dalam kondisi kritis. Banyak pertanyaan yang juga belum dijawab. Terus ikutin cerita ini. Maaf banget kalau ceritanya tambah lama tambah nggak jelas😝
Jangan lupa vote, comment, dan masukin ke reading list!
-9 Oktober 2021-
KAMU SEDANG MEMBACA
AraBella [END]
Teen FictionAra dan Bella, kembar identik yang diperlakuan berbeda oleh kedua orangtuanya. Seorang menjadi kambing hitam dalam keluarga, seorang lagi menjadi anak emas. Apa alasannya? Sampai sekarang pun kedua gadis itu masih bertanya-tanya. Cerita ini diikutse...