[23] Hasil Penyelidikan

19 3 0
                                    

23 | Hasil Penyelidikan

Ketukan pada pintu kamar rumah sakit membangunkan Ara. Jejak air mata terlihat pada ujung selimut tempatnya menaruh kepala. Ia mengembuskan napas panjang. Bella sudah terbangun sejak tadi, menatap dengan bertanya-tanya.

Ara menggeleng, tanda ia sedang tak ingin menjelaskan.

Clara muncul dari balik pintu. "Hai, gue dateng lagi."

Balas menyapa, Bella melambaikan tangan kanannya. Menangkap bayangan pria paruh baya di belakang Clara, ia melirik Clara dan Ara secara bergantian, menanyakan sosok asing itu.

"Sore, Om," ucap Ara dengan suara serak, khas bangun tidur. Ia berdehem pelan sebelum berbisik pada Bella. "Papanya Clara."

"Sore, Om," sapa Bella cepat.

"Sore. Maaf kalau tidurnya terganggu." Ayah Clara menunjuk Ara yang jelas sekali baru kembali dari dunia mimpi.

Rambut disisir tangan. Panas menerjang pipi Ara ketika Bella dan Clara terbahak. "Nggak terganggu, kok."

"Hari ini ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal. Sebulan yang lalu, saya membentuk tim baru untuk menyelidiki kasus ini. Dari hasil penyelidikan kami selama sebulan, akhirnya kasus ini hampir mendekati akhir. Karena kalian dianggap sebagai korban dari kejadian ini, sebaiknya saya jabarkan semua yang kami dapatkan."

"Formal banget, Pa."

Pria itu menatap anaknya sinis. "Pokoknya hari ini saya ke sini bukan sebagai papa Clara tapi Kepala Bareskrim."

Clara terbahak lalu membulatkan jempol dan jari telunjuk, "Oke, deh."

"Yang pertama, berhubungan dengan kawasan rumah."

🌫🌫🌫

Kembali ke beberapa minggu yang lalu, ketika tim investigasi yang dibentuk ayah Clara mulai bergerak. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mewawancarai penghuni di sekitar rumah Ara dan Bella. Hendak memastikan bahwa mereka tak berhubungan sama sekali dengan Mirza dan Tiffany, dua orang polisi berkendara menuju kawasan tersebut, memencet bel satu per satu rumah.

"Rumah kelima yang nggak merespon. Apa bel rumahnya rusak? Perlu kita ketuk?"

"Iya, ketuk aja."

Namun hasil yang diperoleh sama. Tak ada respon dari satu pun rumah.

"Apa lagi nggak ada orang di rumah?"

"Mau tunggu atau balik ke kantor?"

Seorang polisi tampak berpikir sebentar sebelum berusaha memanjat dinding sebuah rumah.

"Woi, lo gila? Kita emang polisi, tapi yang ginian tetap ilegal. Gue nggak tega kalau temen gue sendiri dipecat gara-gara ini."

Melepas pegangan dari dinding, kaki menapak kokoh pada aspal. Menggosok kedua tangan untuk menyingkirkan kotoran, polisi itu mengerutkan dahi.

"Sesuai dugaan gue."

"Apaan yang sesuai dugaan lo?"

"Inget nggak waktu itu, pas kita malem-malem ke daerah ini, nganter anak kembar yang diculik?"

"Iya. Lo ada ngomongin si orang tua korban yang bertingkah aneh. Eh, ternyata mereka Mirza sama Tiffany, bukan orang tua asli mereka."

"Satu hal lain yang gue ingat tentang hari itu ... lampu yang nyala cuma rumah Mirza dan Tiffany. Sisanya cuma lampu jalan," jelas polisi yang memanjat, "Dan pas gue ngintip ke dalam rumah, halaman rumah itu kotor. Kayak nggak berpenghuni selama bertahun-tahun."

AraBella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang