Bella
Kak, kalo mau es jeruk beli aja, ya.
Gue tiba-tiba ada urusan jadi nggak bisa beliin.
Ah, dan gue nggak bisa anter pulang.
Hehe, sorry.Ara mendengus kecewa. Padahal baru saja ia berkata dalam hati, tumben banget dia nawarin buat beli.
Jari-jarinya dengan cepat mengetikkan balasan pada adik kembarnya. "Dasar PHP," gumamnya sambil mengetikkan hal yang sama.
Ara
Dasar PHP.
Sip lah, ntar gue pulang sendiri.
Lo pulang pas udah selesai sekolah?Bella
Hihi, maap.
Iya, kalo seharian nggak masuk kelas, ntar kena SP.
Lo, mah, pengecualian.
Oh, ya, jangan lupa pas lo pulang, langsung beresin barang.Ara mengirimkan emoji jempol dan mematikan ponselnya. Ia melipat bungkus batagor, memasukkannya lagi ke dalam plastik, dan membersihkan saus kacang yang mengotori meja kantin dengan selembar tisu.
Kakinya bergerak, membawanya keluar dari kantin. Hiruk-pikuk itu semakin lama semakin menghilang seraya ia berjalan menjauh. Koridor yang sepi, hanya dilalui beberapa siswa yang bisa dihitung jari. Kebanyakan menghabiskan waktu istirahat di kantin, lapangan, ataupun taman sekolah.
"Ara."
Ara menoleh ke belakang dan mendapati Ervin berjalan cepat mengejarnya. Lelaki itu tersenyum lebar saat ia berhasil berjalan sejajar dengan Ara.
"Lo udah mau pulang?" tanyanya.
Ara mengangguk.
"Sama Bella?"
"Bella ada urusan. Jadinya gue pulang sendiri," jelas Ara.
Ara melirik Ervin yang dengan cerianya menertawakan nasibnya. Senyum lelaki itu begitu mempesona. Bahkan orang yang baru sekali bertemu dengannya akan merasa bahwa Ervin adalah sosok yang begitu menyenangkan. Orang seperti Ervin seringkali akan membekas di ingatan banyak orang.
Namun, seberapa banyaknya ia menatap wajah itu, tetap saja Ara tidak bisa mengingat sosok Ervin di masa kecilnya. Ingatan ia keluar dari rumah untuk bermain pun sama sekali tak tersisa dalam memorinya.
Ervin menoleh dan mendapati matanya dan Ara saling bertemu. Ara yang terkejut refleks memalingkan pandangannya.
Ervin tersenyum menggoda. "Cie, ada yang ngeliatin gue."
"Apaan, sih. Mana ada liatin lo," sanggah Ara. Ia menyibak rambutnya ke belakang telinga lalu berusaha menutupi wajahnya dari Ervin.
Tawa kecil terdengar dari bibir Ervin. "Jangan-jangan lo naksir gue, ya."
Begitu mendengar tuduhan itu, Ara langsung dengan refleks menatap Ervin. "Nggak, tuh," katanya tegas, "jangan-jangan lo yang naksir gue."
Ara tersenyum menang ketika Ervin terlihat salah tingkah.
"Tadi gue lagi coba inget-inget lo. Soalnya gue bener-bener nggak punya ingatan masa kecil apalagi tentang lo."
"Selamat mengingat," ujar Ervin sambil menyenggol Ara dengan lengannya.
"Ih, apaan, sih." Ara balas menyenggolnya.
"Btw, lo pulang pake apa?" tanya Ervin saat Ara telah memasuki ruangan kelas.
Ruangan itu lengang, tak terdapat satu pun manusia.
"Biasanya bus. Tapi kalau jam segini nggak ada, gue pake ojek," jawab Ara. Tangannya meraih tas yang sejak pagi belum dikeluarkan isinya.
"Yaudah, gue anter aja."
Ara spontan menggeleng. "Bentar lagi bel bunyi. Masa lo bolos seharian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AraBella [END]
Teen FictionAra dan Bella, kembar identik yang diperlakuan berbeda oleh kedua orangtuanya. Seorang menjadi kambing hitam dalam keluarga, seorang lagi menjadi anak emas. Apa alasannya? Sampai sekarang pun kedua gadis itu masih bertanya-tanya. Cerita ini diikutse...