14 | Terlihat Familier
Beberapa hari telah berlalu, berulang ke hari Senin yang tak ditunggu oleh siswa. Namun meski Bella bukan anak yang gila belajar, ia begitu menanti Senin. Hari di mana ia tidak perlu berhadapan muka dengan Tiffany一orang asing yang berpura-pura menjadi ibunya.
Panjang umur, orang yang baru saja dipikirkan muncul di hadapannya, menyunggingkan senyum lebar.
"Selamat pagi, Anakku. Tidurnya nyenyak?" Wanita itu membimbing Bella ke meja dapur. "Ayo, sarapan."
Bella tersenyum palsu dan menarik kursi. "Pagi, Ma."
Sambil menyuapkan makanan ke dalam mulut, Bella memandang ibunya yang sedang memasak sesuatu. Wanita itu tersenyum sambil bersenandung kecil.
Orang yang menyimpan begitu banyak rahasia berbahaya, begitulah cap yang diberikan Bella pada wanita yang mengaku sebagai ibu kandungnya. Entah apa yang sedang dipikirkan Tiffany sampai sesenang itu. Pasti bukan hal normal, pikir Bella.
"Mama lagi seneng, ya?" Bella memberanikan diri untuk bertanya.
Tiffany berbalik dan tertawa kecil. "Tumben banget kamu nanya."
"Soalnya belakangan muka Mama keliatan lebih cerah. Kayaknya ada sesuatu yang bikin Mama seneng banget."
Tiffany ikut duduk di meja makan. "Sebentar lagi Bella ulang tahun. Makanya Mama seneng banget."
"Masih sebulan lagi, kok. Itupun ulang tahun pada umumnya, nggak ada yang spesial kayak ultah ke-17."
"Ulang tahun kamu yang ke-16 itu spesial banget buat Mama dan Papa, loh."
"Ulang tahun lainnya juga berarti banget buat kami," potong Papa. Ia menaruh koper kerja ke meja makan dan mengambil sarapan. "Ini, Nak, HP baru. Kemarin diambil sama si penculik, kan?"
Bella mengangguk, "Makasih, Pa."
"Sayang, anak itu udah ketangkep belum?" Mama tiba-tiba bertanya.
"Belum ada. Tapi semuanya udah tahu muka Rum dan bakal tangkep dia. Kita tinggal tunggu aja. Hah, padahal aku nggak nyangka kalau dia tipe orang yang bakal berkhianat."
Bella memandang keduanya dengan tanda tanya besar. Masalah besar apa yang membuat kedua orang ini hendak menangkap Rum. Ah, karena penculikan kemarin yang 'disebabkan' Rum dan kaburnya dia dari ruangan bawah tangga.
"Padahal kita udah percaya banget sama dia. Kalau dia bocor ... masalah besar."
"Liat aja nanti. Dia bakal kuhajar sampai mampus." Mirza mengepalkan tangannya.
Bella menjatuhkan sendok.
Dua pasang mata menatapnya bingung.
"Bella udah kenyang," ucapnya buru-buru, "ke sekolah dulu, ya."
"Baru jam segini, Nak."
"Hari ini ada ulangan." Alasan termudah dan paling wajar.
Mama tersenyum lebar. "Ah, begitu. Mau Mama antar?"
Bella menggeleng. "Nggak usah, Ma. Nanti ngerepotin."
"Gapapa, kok. Kalo urusannya tentang anak Mama, nggak ada yang namanya 'ngerepotin.' "
Menghela napas dalam hati, Bella akhirnya mengangguk sambil tersenyum lebar. Menolak secara terus-menerus terkesan mencurigakan.
Dengan sesak ia duduk di kursi penumpang. Bukan sesak karena mobil yang sempit, melainkan suasana mencekam yang dirasakannya seorang. Kedua orangtuanya sedang bercanda dan tertawa, namun ia merasa gelisah. Entah apa yang akan terjadi jika kedua orangtua palsu itu mengetahui kepalsuan yang selama ini ia tampakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AraBella [END]
Teen FictionAra dan Bella, kembar identik yang diperlakuan berbeda oleh kedua orangtuanya. Seorang menjadi kambing hitam dalam keluarga, seorang lagi menjadi anak emas. Apa alasannya? Sampai sekarang pun kedua gadis itu masih bertanya-tanya. Cerita ini diikutse...