Sore itu Hani masih ada di dalam ruang editing mengerjakan sebuah iklan yang akan di tayangkan di televisi lokal. Sebenarnya sudah selesai, hanya tinggal masuk tahap finishing besok pagi dimana semua orang yang terlibat dalam proyek ini akan berkumpul untuk menyaksikan video yang telah selesai Hani sunting. Maka hari ini dia bisa pulang ke rumah lebih awal. Hani rindu kasurnya.
"Going home?" Hannah yang melihatnya bersiap pulang bertanya lalu meraih kunci mobilnya yang ada di dekat keyboard komputer wanita itu. "Come on! I'll give you a ride."
Hani memutar kursi berodanya menghadap Hannah, menatap dengan alis berkerut dan senyum yang tertahan. Membuat Hannah nyengir sambil menggigit bibir bawahnya. Hani pun berujar, "Stop it, ok? Im fine. I was never angry with you at all. Jadi berhentilah merasa bersalah dan bersikap seperti ini, ok?"
Atasannya ini mengumbar raut tidak enak hati padanya. Penyebabnya adalah seminggu yang lalu, Hannah menampar Hani cukup keras di depan semua orang yang ada di gedung ini. Memberikan Hani pekerjaan 3 kali lipat dari yang Hani biasa kerjakan hari itu sampai 3 hari setelahnya. Dan membuat Hani di di gunjingkan seluruh karyawan sebagai perusak hubungan orang.
Itu semua ide pacar Hannah, Fin. Pria itu meminta bantuan kepada Hani untuk berpura-pura bermain api dengannya dibelakang Hannah. Tujuannya memang untuk membuat Hannah kesal seperti orang yang sedang ulang tahun umumnya. Padahal di balik itu, Fin sedang mempersiapkan pesta ulang tahun untuk Hannah sekaligus akan melamarnya saat pesta kejutan itu berlangsung. Karena itu Fin datang ke rumah Hani dan mengajaknya pergi membeli cincin. Sebab, Fin pernah melihat Hannah mencoba cincin Hani beberapa minggu sebelumnya. Fin hanya ingin jari manis Hani sebagai patokan ukuran cincin lamarannya dengan sang kekasih.
Itu alasan kenapa Hani mengunggah foto di Instagram dengan caption should i say yes? beberapa hari yang lalu. Hingga semua orang memenuhi kolom komentarnya dengan men-tag akun seseorang, beberapa menyumpahinya walau masih banyak juga yang mendoakan yang terbaik bagi Hani.
Juga tidak menyangka bahwa respon Hannah akan seganas itu hingga membanting ponsel Hani sampai layarnya remuk. Membuat Hani terpaksa tidak bisa menggunakan teknologi masa depan itu sampai dua minggu setelahnya. Ponselnya memang model lama, seharusnya Hani hanya tinggal membeli yang baru. Tapi ada beberapa data penting yang tersimpan di ponsel lama yang remuk itu hingga Hani harus membengkelkannya agar semua data penting bisa masuk ke ponsel barunya.
Rencananya Hani akan mengambil ponsel itu hari ini. Karena itu pula Hannah langsung gerak cepat menawarkan tumpangan padanya. Atasannya itu bersikeras akan membayar seluruh biaya perbaikan ponsel Hani.
"Im fine, Hannah. Really."
Hannah menggeleng. "Ayolah, setidaknya terima saja tawaranku ini. Untuk rasa bersalahku. Aku akan terus memikirkan kejadian itu seumur hidupku kalau kau menolak juga untuk yang ini. Seolah menamparmu masih belum cukup dan aku masih merusak ponselmu."
Hani menghela nafas. Atasannya ini memang keras kepala. Dia akan terus memaksa sampai Hani bilang iya. Dan Hani harus bilang iya kalau ingin hidupnya tentram. Jadi Hannah benar benar memberikan Hani tumpangan, mengambil dan membayar biaya reparasi ponselnya lalu membawanya sampai dengan selamat di gedung tempat Hani tinggal.
"You already got what you want. Jadi setelah ini bersikaplah seperti biasanya padaku. Ok?" Kata Hani masih duduk di bangku penumpang di sebelah Hannah. "Dan terima kasih sudah membayar semua biayanya."
"Ah, biaya apa? Wah ponselmu baru?" Hannah menyahut antusias, berpura-pura kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Mengedipkan sebelah matanya sebagai kode bagi Hani. Hani tertawa lalu turun dari mobil setelah berpamitan pada Hannah.
