"Jangan ngerasa redah diri, Han. Tega banget lo sama diri sendiri sampai bilang nggak ada yang bagus di diri lo. Lo tu cantik, baik juga. Dan banyak kok yang diem diem suka sama lo. Cuma mereka pada cupu aja tuh!"
Hani menatap Lisa yang barusan bicara panjang sambil meletakkan tasnya. Dia baru datang saat mendengar Jennie dan Donghyuk ngobrol.
"Yang lo butuhin cuma percaya diri." Imbuh Lisa sambil membuka permen jelly beruang kesukaannya. Sementara Hani cuma bisa senyum sebagai jawaban.
Yah, untuk orang seperti Lisa, mudah saja melakukannya. Lisa di gadis tercantik dan populer seangkatan. Si happy virus yang juga pacar anak pemilik sekolah. Bahkan alam semesta seolah curang dengan selalu membantunya. Membuatnya terlihat sempurna karena memiliki segalanya. Rasanya, tak ada yang kurang darinya. Paras cantik, keluarga harmonis, adik kesayangan dari kakak laki laki yang pengertian, harta yang melimpah, sahabat yang setia, pacar yang keren dan sayang padanya. Semua orang akan menyapanya kemanapun kakinya melangkah.
Sempurna.
Dan Hani? Apa perlu di bahas lagi?
Tidak mudah hidup dengan luka batin akibat pembullyan. Hani selalu merasa tidak aman jika berdiri di luar garis yang dia tetapkan. Hani selalu khawatir akan ada orang yang tiba-tiba muncul dan membully nya hanya karena Hani lebih baik sedikit saja dari pada orang itu. Itu jugalah alasan kenapa dia di bully selama bertahun tahun oleh orang yang sama. Hingga membuat kepercayaan dirinya perlahan terkikis. Perasaa itu terus menghantuinya sampai saat ini, hingga dia tanpa sadar menahan diri pada sekitar. Tidak ingin terlibat pada sesuatu yang berada di luar garisnya. Dan cenderung pasif dalam berteman.Karenanya, saat pulang sekolah, dia kembali tidak menunggu Ian. Christian Yu, bukan hal yang baik terlibat dengan orang seperti itu. Hani tahu kalau orang seperti itu perlahan akan menarik Hani keluar dari garis tak kasat mata yang selama ini membatasinya. Bahkan mungkin menghancurkan garis itu hingga tak bersisa. Itu berbahaya untuk Hani. Karena yang dia inginkan hanyalah menghabiskan masa masa sekolahnya ini dengan damai seperti satu setengah tahun yang sudah terlewat selama ini.
Jika Christian Yu masuk dalam hidupnya, warna di kehidupan Hani tidak akan jelas. Dari yang tadinya sudah pasti, seperti hitam dan putih. Setelah Ian masuk, warnanya jelas akan jadi hijau, merah, kuning, oranye, pink, banyak! Dan Hani belum siap melihat warna warna baru itu di hidupnya. Atau lebih tepatnya, Hani tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya terbiasa dengan warna warna itu lalu kemudian warna warna itu lenyap bersama pembawanya. Dan dunia Hani kembali ke awal, hanya hitam dan putih.
Kheh! Hani Si Pengecut Kecil.
Dan berbanding terbalik dengan sikap pengecut Hani, Christian Yu masih getol menemuinya. Setelah dua kali di tolak Hani secara tidak langsung, laki laki itu masih berusaha. Seperti keesokan harinya, bukan saat pagi tapi saat pulang sekolah. Saat apel siang di halaman sekolah, pria itu tidak berdiri bersama teman sekelasnya di barisan kelas XII. Christian justru berdiri di barisan adik kelas. Di kelas Hani, dan di samping Hani. Mengundang banyak pasang mata diam diam ataupun terang terangan menatap kearah mereka berdua.
Hani risih. Bergerak gelisah di samping Ian, berusaha menyembunyikan wajahnya dengan menunduk. Mengalihkan pandangannya setiap kali tak sengaja bersitatap dengan siapapun. Bagi Hani, tatapan tatapan itu terasa sedang menghakiminya. Mungkin juga jijik. Atau benci dan marah. Entahlah. Membuat Hani tidak bisa berpikir. Menyesakkan, seolah tatapan semua orang punya tangan dan sedang mencekiknya.
Bukan ini yang Hani inginkan. Hani tidak menginginkan perhatian seperti ini. Sungguh, ini membuatnya gugup. Jantungnya mulai berdegup lebih kencang dan nafasnya mulai memberat. Hani tidak pernah menerima begitu banyak tatapan dalam satu waktu seperti ini sebelumnya dan ini sungguh....