Bagian 27

882 81 12
                                    

"Hani, Mi." Sahut Ian tanpa pikir panjang. Ian tidak pernah berbohong soal apapun terhadap Maminya. Bahkan soal wanita, Ian memberitahunya kepada Mami. Sedekat itu mereka berdua tuh.

"Hani yang itu? Yang pas dulu kamu SMA itu?" Mami berjalan arah kamar Ian. Berhenti di ambang pintu dan mendapati punggung Hani yang tertidur pulas. "Ih, baju Hani kok masih utuh sih nginep semaleman sama kamu?"

Ian melongo. Maminya ini benar benar out of the box sekali kan? Di saat orang tua lain mungkin akan menghakimi anaknya yang menghabiskan malam berdua dengan seorang wanita. Ini Maminya malah bertanya soal baju. Bukannya Ian tidak paham maksud lain dari pertanyaan Maminya, Ian hanya tidak habis pikir.

"Astaga, pingin banget anaknya jadi brengsek," cibir Ian pada akhirnya. Kadang Maminya ini emang perlu di cibir.

Mami tergelak. Lalu menyusul Ian yang sejak tadi duduk di sofa tanpa repot ingin berpakaian untuk menutup bagian atas dirinya yang tak berbusana itu.

"Tapi Mami liat di Instagram kamu pacaran sama Jessica. Yang bener yang mana?"

"Jessica siapa sih? Lupa."

Mami memutar bola mata. Anaknya memang kurang akhlak. Di tanya serius malah ngebanyol. Lihat saja wajahnya yang sedang pura-pura berpikir itu? Membuat Mami mengangkat tangannya ke udara, seolah hendak memukul Ian namun di turunkannya lagi. Padahal Ian sudah bersiap dengan lengannya sebagai tameng.

Ian menertawakan wajah kesal Maminya sebentar sebelum mengalihkan topik. "Hani cantik ya, Mi?"

Mami bercedak. "Nggak tau Mami tuh. Orang Mami cuma liat punggungnya doang."

"Ya Mami kan punya IG, masa nggak pernah stalking someone special anaknya sendiri?"

"Anak yang mana? Mami lupa."

Ian menatap Maminya memberengut tak percaya. Ingin menangis karena maminya kelewat gaul hingga membalikkan ucapannya begitu saja.

"But one thing, Mami mau tanya ke kamu." Kalimat Mami mengubah atmosfer menjadi lebih serius di sekitarnya. Ian yang tadinya hendak membalas Maminya dengan kalimat gurauan mengurungkan niatnya. "Sama Hani serius atau main main?"

"Kalau nggak serius ngapain Ian rela jadi orang alim semaleman, Mi?"

"Jadi kalau nggak ketemu Hani kamu mau jadi brengsek? Cemplang cemplung dimana aja, iya gitu?"

Fix, Ian ingin menangis. Tadi anaknya alim, pingin dibrengsekin. Sekarang Ian ngaku kalau bisa jadi brengsek, di omelin. Cowok memang selalu salah.

"Ya nggak gitu juga Mamiku sayang! Hani itu.. istimewa buat Ian. Nggak mau begituan sering sering, cuma liat dia bahagia di deket Ian aja udah cukup. Ian nggak butuh yang lain, cuma butuh Hani di deket Ian." Ian nampak berpikir, menimbang-nimbang sesuatu di otaknya. "Ya, walaupun sebenernya kadang nahan diri itu susah. Mami tau sendirilah anak cowoknya gimana."

Mami cuma bisa menggeleng. "Kesimpulannya, Jessica siapa?"

"Bukan siapa siapa," jawab Ian cepat hampir tanpa berpikir.

"Jangan main-main." Mami memperingatkan dengan wajah serius.

"Sumpah, Ian nggak pernah mainin siapapun."

Mami menatap Ian sejenak sebelum meraih clutch bag Gucci hitam miliknya yang ada di atas meja. "Kalau gitu Mami titip ini deh. Kapan kapan kamu kasih ke Hani. Kayanya cocok sama Hani." Mami berkata sambil menyerahkan sebuah benda yang Ian kenali sebagai cincin pernikahan Mami dan Papinya.

"Mami.."

"Sebenernya ini bukan punya Mami. Mami di warisin ini dari ibunya Papi kamu, nenek di turunin dari buyut kamu. Sekarang ini Mami kasih ke kamu. Cuma boleh di kasih ke satu orang. Di keluarga kita nggak ada istilah pisah atau cerai, kalau kamu tanya kenapa."

ComfyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang