Bagian 28

865 80 3
                                    

Di balik kaca itu, Hani mengeluh soal Christian Yu yang hari ini sedang menyebalkan. Tapi Ian benar, Maminya Ian menunggu di luar sejak tadi hingga Hani mempercepat acara mandinya. Mengabaikan pening di kepalanya, Hani memakai sepasang pakaian dalam berwarna hitam yang tadi di bicarakan Ian. Pas, memang ukurannya. Lalu menyambar asal salah satu kaos Ian dan memakainya. Sedikit kebesaran tapi nyaman. Setelahnya meraih demin panjang berwarna hitam miliknya yang untungnya masih aman di pakai setelah 2 tahun lebih.

Setelah selesai Hani langsung keluar. Menemukan Ian dan Maminya tengah berbincang di kitchen island sambil menunggu entah dirinya atau sarapannya. Tersenyum tak enak Hani langsung menyapa Maminya Ian begitu dua orang itu menyadari keberadaannya.

"Tante," senyum Hani senormal mungkin.

Ian langsung berdiri, menggeser kursi tinggi yang ada di sampingnya agar Hani bisa duduk. Sementara Mami memandanginya, menelisik kemudian senyum lebar terlihat di wajah itu. Wajah yang masih tetap cantik di umurnya yang tidak muda lagi.

"Pagi calon mantu.."

Hani baru saja duduk saat Mami berkata demikian. Membuatnya langsung menengok terkejut kepada Mami yang tersenyum menggoda. Ah, sekarang Hani tahu dari mana sumber keabsurdan Christian Yu berasal. Hani tertawa hambar sambil melirik tajam Ian yang cengengesan di sampingnya.

"Ini bocah nggak kasar ke kamu kan?" Susul Maminya kemudian menyeruput kopi di cangkirnya tenang.

"Ah? Umh.. enggak kok tante. Ian.. baik." Jawab Hani gelagapan karena di tanya begitu tiba tiba. Sementara Ian terkekeh kecil atas tingkah Hani. Sengaja meraih satu tangan Hani untuk di genggamnya, di mainkannya jemari Hani di depan Maminya dengan cuek.

Hani buru buru nenariknya. Tak ingin terlalu bagaimana di depan Mami. Apalagi Hani tahu bahwa Ian masih punya Jessica yang berstatus pacar bagi Ian.

"Katanya baru pulang dari LA ya? Lama di sana?" Maminya bertanya lagi.

"Umh.. iya Tan. Dua tahun di sana. Kerja. Kontraknya abis jadi pulang. Baru kemarin lusa."

Mami mengangguk angguk sementara Ian mengambilkan segelas jus untuk Hani. "Sama anak Mami udah lama?"

Hani melirik Ian. Meminta tolong melalui matanya. Sia sia karena sepertinya Ian tak berniat menolongnya. Pria itu malah melihat langit langit dengan penuh minat seolah ada bidadari sedang menari di sana. Hani menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. "Temenan udah lama Tan," jawabnya kemudian apa adanya.

"Temenan doang?" Kejar Maminya mengerling dengan senyum usil.

"Temen Mi," Ian menyahut lalu menatap Hani dengan cara yang sama seperti Maminya. "Temen hidup."

Hani berputar di kursi tingginya. Menatap horor pada Ian atas kalimat yang di ucapkannya barusan. Sungguh, Hani tidak ingin orang tua Ian salah paham mengenai dirinya. Hani masih tahu diri meskipun Mami Ian kemungkinan tidak terlalu paham soal apa saja yang telah terjadi pada dirinya dan Ian akhir akhir ini. Hingga walaupun ini hanya candaan, Hani menganggapnya lumayan serius.

"Inget pacar lo!" Desis Hani kemudian bersamaan dengan bel yang berbunyi panjang. Sarapan mereka datang. Hani sigap berdiri, untuk mengambil makanan pesanan mereka. Sekaligus menyelamatkan diri dari obrolan yang membuatnya canggung.

Hani membuka pintunya, sedikit terkejut melihat dua orang kurir berdiri di depan pintunya. Hani membuka lebar pintunya, lalu mengambil bungkusan pada masing-masing kurir tanpa melihat salah satunya tengah mematung memandangi wajahnya.

"Terima kasih," kata Hani sambil berusaha menutup pintu.

"Hani.."

Gerakan Hani berhenti oleh panggilan pelan itu. Bukan dari Ian maupun Mami, tapi dari salah seorang kurir wanita yang tetap berdiri di depan pintu sementara yang satunya sudah bergerak menuju lift. Hani memandang untuk pertama kalinya lalu terkejut. Refleksnya membuat kaki Hani mundur selangkah sambil menahan pintu. Tubuhnya sedang menolak berada terlalu dekat dengan wanita kurir itu.

ComfyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang