Jus Strawberry

392 18 3
                                    

Selama 2 tahun bersekolah di SMA Pelita Harapan. Permata belum sama sekali pergi ke kantin karena berpotensi besar bertemu Berlian. Maka dari itu, Permata selalu membawa bekal kalaupun ingin jajanan kantin cukup meminta bantuan Selia untuk dibelikan. Permata memang sangat menghindari bertemu Berlian.

Potensi Berlian mengenalinya sangat kecil, namun emosi Permata apabila berhadapan dengan Berlian inilah masalahnya. Permata masih memilki dendam kepada orang itu, hanya tidak sengaja melihat saja banyak umpatan yang berada di pikirannya dan tangannya secara otomatis mengepal. Permata takut kehilangan kendali dan rencananya hancur karena ulahnya sendiri.

Hari ini Permata ingin sekali meminum jus strawberry. Karena semalam ia mengerjakan tugas yang membuatnya mencari tanaman yang bisa tumbuh di dataran tinggi, salah satunya strawberry. Karena Ica sakit, maka Permata harus menemani Selia ke kantin. Tidak enak juga jika meminta bantuan Selia karena Selia cuma sendiri ke kantin.

"Permata itu stan jusnya, nanti siapa yang paling cepet kembali. Langsung cari meja ya." Selia menunjuk stan yang cukup ramai lalu meninggalkan Permata.

Kini Permata menunggu antrian di stan jus, setelah menerima jus dan membayar. Permata segera berbalik dari kerumunan siswa yang masih mengantri. Namun selepas dari kerumunan, kaki Permata tersandung dan tidak sengaja jusnya terlepas dari genggaman dan mengenai orang di depannya yang hendak masuk untuk mencari meja.

"Ha, aduh. Maaf, maaf. Gue nggak sengaja." Permata melirik jusnya yang sudah terbaring di lantai dengan cairan yang tumpah ke mana-mana. Lalu, netra matanya mendongak ke arah si pemilik seragam yang kotor terkena jus.

Deg

"Seragam gue jadi kotor nih, lo kalau jalan pakai mata dong. Udah pakai mata empat, apa masih kurang tuh mata." Permata segera menunduk sambil mendengar bentakan orang didepannya.

Bentakan itu juga menjadi atensi banyak orang dan seketika aktivitas di kantin berhenti karena melihat adegan yang tiba-tiba saja terjadi tanpa pemberitahuan promosi dahulu.

"Maaf, gue nggak sengaja."

"Makanya kalau jalan tuh, mata dipakai. Lihat depan, bukan malah nunduk mulu." Si cowok kembali membentak dan mendorong kening Permata dengan kasar dan kuat sehingga Permata terhuyung ke belakang sebentar dan dengan segera menyeimbangkan badannya agar tidak jatuh.

"Gue nggak mau tahu, lo cuci seragam gue sampai bersih. Besok lo kasih ke gue lagi. Denger nggak?" Bentaknya kembali sambil melemparkan seragamnya di kepala Permata setelah melepas seragamnya di kantin. Si cowok kini mengenakan kaos warna hitam.

"I..iya denger." Permata masih menunduk dan segera mengambil seragam si cowok yang menutupi matanya. Ia menjawab dengan gugup dan benar-benar takut. Apa ini besar musuhnya. Mengapa dia jahat sekali. Sungguh Permata terkejut dan dendam yang sudah dipendam lama seakan-akan menguap tergantikan rasa rakut. Sungguh Permata saat ini ingin menangis. Namun, seketika kepalanya mengumandangkan sosok Kartini yang menjadi panutannya. Permata bukanlah cewek lemah.

Sungguh baru pertama kalinya ada yang membentak Permata. Bahkan, ayahnya saja tidak pernah membentak Permata sekeras ini. Sungguh Permata masih seorang anak yang manja meskipun sudah remaja.

Si cowok segera pergi dan suasana kantin kembali ramai tanpa adanya suara instruksi dari sutradara film.

Selia yang sejak tadi hanya diam karena sama takutnya dengan Permata segera menghampiri Permata dan menuntunnya keluar menuju kelas.

"Udah jangan dipikirin lagi. Si Berlian emang orangnya kayak gitu. Tapi, baru pertama kalinya juga gue lihat kejadian kayak gini sih. Gue kira Berlian nggak akan ngebentak cewek, secara kalau di depan cewek dia itu manis. Ternyata dugaan gue salah. Udah ah, nggak boleh kayak gini lo. Lo kan kuat Permata. Mana Permata yang biasanya galak. Mana Permata yang biasanya cerewet. Mana Permata yang tokoh inspirasinya ibu Kartini. Kartini kuat loh Permata." Selia menenangkan Permata sambil mengelus-elus punggung Permata.

Permata kini duduk di bangkunya dengan menelungkupkan kepala di kedua tangan menghadap ke lantai bawah. Permata tidak menangis, air mata di pelupuk matanya ia tahan. Ia tidak ingin terlihat lemah.

Teman-teman Permata yang melihat itu juga mengerumuni Permata sambil menenangkan Permata dan beberapa hanya kepo untuk mengorek informasi dan melihatnya saja.

Satu kalimat yang terus berputar di kepala Permata saat ini yaitu Permata benci Berlian.

Permata benci Berlian.

Permata benci Berlian.

Itu kalimat yang akan selalu Permata ingat.

Berlian Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang