Topi

286 16 0
                                    

"Setidaknya aku sudah pernah berjuang sebelum kata tidak terlontar"
-BerlianPermata-

Senin adalah hari yang paling tidak disukai Permata. Sebab ia harus berdiri di upacara. Bukan karena malas atau bosan, tapi alasan ketidaksukaannya karena fisik Permata yang lemah.

Setiap upacara dia beberapa kali harus mundur ke belakang atau memilih untuk menyemangati diri sendiri agar tidak pingsan saat berdiri.

Memang menyenangkan duduk di belakang tanpa kepanasan. Namun, duduk di belakang lebih membosankan bagi Permata karena tidak memiliki teman untuk diajak bicara. Setidaknya saat upacara ia masih bisa mengobrol sedikit dengan temannya.

Permata berdiri di barisan agak depan yang berisi semua cewek kecuali ketua kelas.

Saat pembina upacara memberikan pidato, tiba-tiba saja terdapat tangan yang menoel jari-jari tangannya yang mengepal di belakang karena sikap istirahat di tempat.

Sebelum upacara dimulai, Permata melihat bahwa yang berdiri di belakangnya adalah temannya. Jadi, Permata pikir bahwa temannya sedang menjailinya.

Saat Permata menduga jari itu akan menoelnya lagi, langsung saja Permata menyambarnya dengan menarik atau menggenggam jari itu dengan tangan kanan.

"Kena kan lo sekarang." Permata menengok ke belakang.

"Kok elo?" Permata bingung kenapa manusia rubah bisa berdiri di belakangnya dengan tampang tengilnya.

Namun, ketika tangan Permata ingin melepaskan jari Berlian. Justru Berlian menggenggam tangan kanan Permata.

"Berlian lepasin." Berontak Permata berusaha melepaskan genggaman Berlian.

Permata yang takut ketahuan guru karena menengok ke belakang dan bersuara akhirnya melihat ke depan dengan tangan yang masih digenggam Berlian di belakang punggung.

"Berlian, lepasin tangan lo. Lo mau kena marah guru? Lo mau dihukum?" Permata bersuara agak lirih dengan melihat ke depan.

"Gue suka kayak gini." Berlian menjawab dengan lirih juga.

"Lo yang suka, tapi gue yang menderita." Permata sangat emosi.

"Lo udah tahu?"

"Maksudnya?" Permata bingung dengan pertanyaan Berlian. "Cepet lepasin tangan lo."

"Gue nggak mau."

"Aish." Permata yang terbakar emosi berbalik tiba-tiba dan meninju perut si empu dengan tangan kiri.

"Kamu kenapa meninju saya?"

"Pak. Maaf Pak. Saya tidak sengaja." Permata terkejut dan menyesal bahwa yang ditinju olehnya adalah seorang guru.

"Kamu baris di depan lapangan."

"Tapi Pak . . ."

"Nggak ada tapi-tapian, sekarang ke depan."

"Baik Pak."

"Loh, kamu kenapa meninju saya juga?" Bapak guru itu terkejut menerima tinjuan di perutnya lagi.

"Saya sedang peregangan tangan Pak." Berlian beralasan dengan tangannya yang masih bergerak-gerak bak peregangan tangan.

"Kamu juga maju ke depan, sekarang."

"Dengan senang hati Pak. Terimakasih Pak." Berlian tersenyum dan segera pergi dari barisan untuk ke depan lapangan.

"Dasar anak sekarang, dihukum kok justru senang."

"Panas." Sebuah topi menutupi datangnya sinar matahari di sisi sebelah kiri kepala Permata. Jadi, Permata mengenakan dua topi dengan sisi depan yang berbeda arah. Terlihat aneh namun membuat Permata tidak kepanasan.

"Lo ngapain di sini?" Permata kesal sambil mengambil topi Berlian di kepalanya.

"Jadi tukang motong rumput, ya dihukumlah. Masak orang goodlooking kayak gue motong rumput." Berlian dengan sombong berucap sembari tangannya ditarik Permata untuk menerima topi miliknya.

"Hoek. Nih, gue nggak perlu topi lo." Akhirnya topi itu di tangan Berlian.

"Gue ikhlas, pakai aja." Berlian mengenakan topi itu lagi di kepala Permata dengan arah yang sama seperti sebelumnya.

"Aish. Berlian." Permata berusaha membuka topi, namun tangan Berlian menahan topi di atas kepala Permata agar Permata tidak bisa melepasnya.

Di lain sisi, Citra melihat kejadian itu dari tempatnya berdiri.

"Yang sama kak Berlian siapa?"

"Oh itu namanya kak Permata atau musuh abadinya kak Berlian."

"Musuh abadi, maksudnya?"

"Iya, mereka musuhan semenjak SD."

Citra yang tidak suka dengan penjelasan dari temannya, terlebih lagi melihat pacarnya yang cukup perhatian ke cewek lain memutuskan untuk bermain drama.

"Citra." Temannya terkejut karena tiba-tiba Citra terjatuh di pundaknya.

Seketika upacara menjadi agak ricuh karena merengut korban jiwa berupa siswa yang pingsan.

"Eh itu kenapa?" Permata bermonolog namun suaranya masih didengar Berlian.

"Berlian pacar lo pingsan. Sana gih dibantu." Permata mendengar suara riuh bahwa Citra yang pingsan.

Berlian terdiam dengan matanya yang menyorot kerumunan dan Permata bergantian, tak lupa melihat teman-temannya yang memberi kode bahwa Citra atau pacarnya pingsan.

Saat Berlian tengah fokus memperhatikan kode temannya dan kemudian melihat ke tempat berdirinya Permata, ia terkejut tidak menemukan Permata.

"Permata kemana?" Berlian bertanya ke adik kelas yang kini berada di sampingnya.

"Dia tadi mau pingsan kak terus . . . "

Berlian keluar begitu saja dari barisan memotong jawaban adik kelas untuk menuju ke UKS.

Setibanya di UKS ia membuka tirai bilik satu per satu dari bilik pertama hingga ke bilik terakhir yang merupakan bilik tempat Citra berada. Adapun Citra merasa senang karena Berlian menemuinya dan segera menghampiri Berlian yang menampakkan raut terkejut.

Di lain sisi, saat Berlian tadi berlari menuju UKS membuat suara riuh barisan cewek yang menganggap Berlian so sweet karena menyusul Citra.

Saat itu pula Ica berada di dekat pintu ingin kembali ke lapangan untuk bertugas sebagai petugas PMR, sedangkan Permata duduk di bangku kelasnya.

"Ada apa Ca, kok berisik banget?" Permata mendengar suara riuh di lapangan.

"Berlian lari dari hukuman kayaknya."

"Itu kan udah biasa Ca."

"Tapi kali ini dia lari ke UKS, kayaknya mau nyusul Citra."

Permata mengangguk-angguk membenarkan perkataan Ica.

Berlian kan pacar Citra jadi sudah sewajarnya dia peduli. Batin Permata

###

02/09/2021

Berlian Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang