"Belum tentu bersama, tetapi boleh kan memilih?"
-BP-Permata mengucir kuda pada separuh rambutnya atas, yang kini panjangnya hanya sebahu dan memberikan satu jepit berbulu warna putih untuk menyingkap poninya. Gadis itu berjalan lurus tanpa menengok kanan kiri menuju kelasnya yang berada di lantai satu. Pukul 06.55 WIB tertera jelas pada jam tangannya yang sedikit lagi akan terdengar bel. Maklum saja ia penganut berangkat siang.
Di koridor kelasnya sudah terlihat jelas banyak teman cowoknya yang berada di luar. Tak lupa terpampang juga makhluk baru penghuni kelasnya beserta gerombolannya yang duduk bercanda di sana.
"Permata."
"Permata baru datang ya."
“Permata, rambutnya dipotong."
"Permata, senyum dong."
Sapaan di atas dilontarkan teman Permata yang cowok ketika ia memasuki kelas, dimana Permata tidak memandang mereka sama sekali. Cuek. Satu karakter Permata jika menemui pembicaraan yang tidak penting.
"Wih Permata, rambutnya baru," ucap Selia heboh dan membuat beberapa cewek di kelas tersebut memandang Permata yang meletakkan tas di bangkunya.
"Ada gerangan apa, seorang Permata yang berambut panjang sejak kelas 1. Sekarang memotong rambutnya, hayo ngaku?" tanya Ica mendekat ke Permata yang sudah duduk.
"Buang sial, Ca." Permata menjawab menghadap Ica dengan datar lalu melihat jendela yang berhadapan langsung dengan lapangan basket yang akan digunakan untuk olahraga.
"Loh, sial kenapa?" Permata hanya bisa menghela nafas dan menggeleng. Lalu terdengarlah suara bel masuk berbunyi.
Di sinilah Berlian sekarang, di belakang Permata yang sedang fokus memandang penjelasan pelajaran bahasa Indonesia.
Permata yang semula duduk tenang kini harus menahan diri untuk bersabar karena bangkunya digeser-geser Berlia. Penghuni baru itu tak mengikuti aturan dimana seharusnya duduk, tetapi justru meletakkan tasnya di belakang bangku Permata dan mengusir siswa yang harusnya duduk di belakang Permata.
Sudah 1 jam lebih Permata bersabar untuk menahan diri agar tidak menengok ke belakang.
"Berlian, diam kaki lo." Permata sudah tidak bisa sabar menunggu penderitaannya berakhir.
"Hah, apa? Gue nggak denger?" Si empu membalas dengan pura-pura tuli namun geseran di kursi Permata berhenti.
"Kaki lo, diam. Gue mau duduk tenang," ucapan Permata naik 1 oktaf.
"Oh, oke-oke." Berlian menjawab dengan tersenyum manis sambil kakinya kini ia tekuk sebagaimana mestinya.
"Btw Permata, alasan lo potong rambut kenapa?" Berlian bermain kuciran Permata dengan bolpoin. Tapi, si empu penjawab tak sama sekali menjawab justru mencatat dengan memajukan bangkunya agar kucirannya tak diganggu Berlian.
Berlian yang merasa dicueki Permata, memajukan bangkunya agar lebih dekat dengan Permata dan bermain kuciran rambut yang kini bisa ia raih.
"Kenapa nggak dijawab?" Pertanyaan yang bisa didengar Permata tetapi ia hanya diam membisu seolah-olah tak ada yang berbicara kepadanya.
Berlian yang merasa Permata tidak mau menjawabnya kini ia menggeser-geser bangku Permata kembali seperti semula.
Sungguh Permata ingin berbalik untuk memarahi si empu penganggu tetapi untuk saat ini ia harus bersabar. Dan kejadian itu Berlian lakukan sampai bel istirahat 1 terdengar. Permata yang mendengar bel langsung pergi mengajak Selia dan Ica ke kantin.
“Lo ada masalah sama Berlian Permata?" Tanya Ica setelah mereka duduk di bangku kantin dan memesan makanan.
"Gue emang ada masalah terus kan sama dia. Dia bikin gue keganggu terus selama pelajaran."
“Kok gue ngerasa ada yang berbeda gitu dari lo?" Selia tak yakin dan saling berpandangan dengan Ica.
“Rambut gue dipotong pendek, jadi kalian ngerasa beda." Permata menjawab dengan menampilkan raut wajah datar.
Teman-temannya hanya bisa mengangguk.
Pada jam pelajaran berikutnya, Berlian melakukan hal yang sama dengan mendekatkan bangkunya ke bangku Permata dan menggeser-geser bangku di depannya. Permata hanya diam selama pembelajaran tetapi saat akan berganti ke pelajaran berikutnya ia menengok ke belakang.
"Please Berlian, jangan ganggu gue. Gue nggak nyaman selama pelajaran karena kaki lo." Berlian yang tidak menyangka Permata akan menegurnya, dengan cepat ia berhenti bermain game di HP nya lalu melihat si empu pemilik suara.
"Tapi daritadi lo nggak protes, berarti lo nggak keganggu." Berlian kembali melihat HP nya dan kakinya masih sama menggeser bangku Permata.
Kini Permata berdiri dan memandang lurus si empu yang 3 hari belum genap berada di kelasnya sudah membuat dirinya ingin berteriak.
"Berlian, please jangan ganggu bangku gue," ucapan Permata yang tidak dijawab Berlian dan kaki Berlian yang masih berada di bangku Permata membuat Permata mencari solusi yang lain.
"Nad, lo pindah ke bangku gue ya?"
"Hah, gimana Permata?" Nadia yang duduk di sebelah Permata terkejut terlebih kini ia sedang touch up bedaknya.
"Gantian bangku, please". Permata memohon dengan meyatukan tangannya.
"Oke." Berbanding terbalik dengan Permata, ekspresi Nadia berbeda 180 derajat dimana ia tersenyum ceria dan tak lupa melirik Berlian yang berada di belakang bangku Permata.
"Makasih banyak ya Nad." Kini Permata bisa tersenyum dan mengambil tasnya lalu pindah bangku.
Berlian yang memang sedang fokus bermain game merasakan ada yang duduk di bangku depannya. Namun, saat ia melihat ke depan bukan cewek rambut sebahu yang mendudukinya tetapi cewek dengan rambut lurus dengan bando. Kaki Berlian dengan satu kali hentakan cukup keras membuat cewek di depannya terkejut lalu berbalik.
"Ih Berlian, ngagetin tahu nggak?" Nadia memasang muka ceria.
"Permata kemana?"
"Permata, di situ." Nadia menunjuk bangkunya semula dimana Permata sedang berbicara dengan Selia di samping bangku tersebut.
"Pindah bangku." ucapan Berlian yang tidak dipahami Nadia dimana Berlian membawa tasnya ke bangku depan dan meletakkan tas Nadia di bangkunya.
"Pindah ke belakang." Usir Berlian sambil menggerakkan tangannya. Bersamaan dengan itu, guru yang akan mengajar memasuki kelas.
Di pelajaran ini Berlian menggeser bangkunya agak ke samping keluar dari barisan untuk mendekati bangku Permata. Tak lupa kakinya ia gunakan untuk menggeser bangku Permata agar mendekat ke bangkunya lalu mengganggu si bangku dengan target utama pemiliknya.
Permata beberapa kali ingin menggeser bangkunya menjauh tapi kaki Berlian selalu menahannya. Karena mereka berada di barisan pojok maka guru yang mengajar tidak bisa melihatnya. Terlebih lagi guru tersebut hanya mengajar sambil duduk dimana muridnya yang akan membaca secara bergiliran.
Penyiksaan pada diri Permata berlanjut sampai istirahat kedua. Saat bel istirahat terdengar, Permata menunggu Berlian keluar kelas dan menggeser bangku Berlian agar di tempat semula sesuai barisan dan bangkunya ke tempat semula juga agar tidak sedekat ini dengan bangku Berlian.
Entah keberuntungan darimana di pelajaran terakhir, kelas hanya diberi tugas kelompok untuk dikerjakan lalu dikumpukan sehingga Permata bisa terbebas dari Berlian.
Permata senang, amat senang.
###
19/03/2024
Boleh banget diputar videonya, author suka sama lagunya ketika pertama kali sadar kalau liriknya deep.✨✨✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlian Permata
Teen Fiction"Jangan terlalu benci nanti cinta" "Nggak akan" Musuh abadi sejak zaman SD, dipertemukan kembali di SMA. Sudah 2 tahun penyamaran Permata tidak terdeteksi Berlian. Namun tinggal satu tahun sebelum lulus, penyamarannya terbongkar. Sebab jus strawber...