"Nanti, kalau bolanya melebihi kepala gue, lo yang nerima." Sebelum permainan dimulai, Permata memberikan arahan ke Berlian. Itu kelemahan Permata apabila sebagai pemain depan. Dia tidak terlalu pandai menerima serangan yang lebih tinggi dari kepalanya. Ia tak pandai passing atas. Tapi, kalau dekat net, dia bisa melakukannya karena bola dekat net itu pelan.
"Iya." Berlian mengangguk.
Tepat seperti dugaan Permata. Lawan mainnya mengarahkan bola ke arahnya dan melampaui kepalanya. Permata yang menyadari itu segera berbalik badan menghadap Berlian untuk mengisyaratkan bahwa dia yang menerima.
Namun, bukannya Berlian menerima bola itu, Berlian justru membiarkannya masuk di lapangan.
"Berlian, itu kan harusnya bagian lo."
"Ya lo lah, itu masih wilayah bagian lo."
"Tadi kan gue udah bilang. Kalau misal melebihi kepala gue, lo yang nerima."
"Itu bukan bagian gue. Ya gue nggak bisa nerima lah."
"Kan lo tadi udah bilang iya. Gimana sih."
"Bukan salah gue lah, salah lo. Orang bagian lo, kok nggak diterima bolanya."
"Salah lo lah. Lo tadi udah bilang iya. Lo lupa?"
"Salah lo lah. Enak aja nyalain gue."
"Aish." Permata mendekati Berlian dan sekuat tenaga memukul lengan Berlian. Permata itu suka main fisik. Mau sebel atau ketawa pasti orang di sampingnya pasti kena pukulan tangannya.
Bola yang masuk dan menggelinding keluar lapangan itu sudah diambil dan permainan akan dimulai kembali. Namun, perdebatan Berlian dan Permata masih berlanjut.
"Sakit Permata." Berlian mengeluh kesakitan karena pukulan Permata memang sangat kuat. Permata menggunakan semua tenaganya saat memukul.
"Biarin, biar tau rasa lo. Jadi cowok kok nggak bisa nepatin ucapan." Permata tidak hanya memukul keras lengan Berlian satu kali namun kini ia mencubit beberapa kali pinggang si empu.
"Lo bilang gue yang nggak bisa nepatin ucapan. Emang lo orangnya nepatin ucapan? Siapa yang dulu, yang udah janji bakal ngasih gue bekal. Tapi nggak ngasih bekal malah ngilang."
"Maksud lo?"
"Lo lupa? Sebelum imlek kita berantem. Waktu pulang sekolah, lo janji setelah imlek, lo bakal bawa bekal buat gue. Karena sebelumya gue tanya apa di rumah lo besok masak banyak karena imlek? Dan lo jawab iya Permata."
"Berlian, lo masih inget?"
"Lo pikir gue pelupa kayak lo." Tangan Berlian menjitak pelan kening Permata.
"Enak aja ngatain gue pelupa. Asal lo tau ya, gue masih inget kalau waktu SD, gara-gara lo, lutut gue sampai sekarang ada bekas luka." Permata akan selalu mengingatnya bahkan sampai ia tua mungkin. Tanda luka itu masih membekas dan ketika Permata melihatnya, kebencian ke Berlian membuncah kembali.
"Enak aja salahin gue. Lo aja yang nggak becus jadi gobak."
Waktu SD, Berlian dan Permata bermain gobak sodor dimana Berlian menjadi sodor dan Permata menjadi gobak. Mereka berada di satu tim. Ketika itu, tanpa Permata sadari Berlian menabraknya dan membuat Permata jatuh dan lututnya berdarah.
"Salah lo lah. Udah tahu ada orang, masih aja lo tabrak."
"Salah lo lah karena nggak bisa minggir."
"Salah lo." Permata naik pitam dan tangan kanannya segera menarik rambut Berlian.
"Lo yang salah." Berlian tak mau kalah dengan tangan kanannya menjambak rambut kucir kuda Permata.
"Lo."
"Lo."
"Kok lo nyolot sih." Tangan kiri Permata yang masih bebas segera memukul lengan kanan Berlian yang menjambak rambutnya. Permata memberontak agar tangan kanan Berlian melepaskan rambutnya.
"Lo lah yang nyolot." Berlian tak mau kalah dengan tangan kirinya yang memegang pergelangan tangan kiri Permata yang memukulinya.
Dan pada akhirnya tangan kiri mereka pun berpegangan.
"Lepasin tangan gue."
"Nggak mau."
"Berlian, lepasin tangan gue."
"Nggak mau."
Sudah tak ada pilihan lain bagi Permata selain mengeluarkan jurus andalannya. Injak kaki.
Namun, sebelum terlaksana tanpa diduga Berlian membalikkan tubuh Permata dimana secara otomatis kini Berlian berada di belakang Permata dengan tangan kanan Permata yang dipegang Berlian posisinya tepat berada di sebelah kiri bahu Permata. Sedangkan, tangan kiri Permata tak jauh beda dengan kondisi tangan kanannya yang dipegang Berlian namun letaknya di bagian perut sebelah kanan.
"Berlian lepasin."
"Nggak mau."
"Berlian, please lepasin." Permata tidak bisa bergerak dengan kondisi dirinya saat ini. Berlian mengunci tubuh Permata. Dari posisi ini, Permata dapat dengan jelas mencium parfum si empu biang kerok.
"Gue nggak mau." Berlian menanggapi rengekan Permata sambil tersenyum.
Permata sudah lelah untuk memberontak. Ia pun menenangkan tubuhnya lalu tanpa dapat diduga Berlian, Permata menggigit tangan kiri Berlian yang bersandar di bahu kiri Permata.
Berlian refleks melepaskan semua cekalan tangannya. Permata yang terbebas segera akan kembali ke posisi semula dimana ia akan bermain bola voli. Namun, ketika ia memandang lawannya dan teman-teman satu timnya. Ternyata, sudah tidak orang dan mereka semua berkumpul di lapangan sebelah kiri. Lapangan sebelah kanan yang digunakan Berlian dan Permata ribut tadi.
Permata berlari menuju lapangan sebelah kiri, namun saat ia tiba di lapangan tersebut. Sebuah suara mengintruksinya.
"Sudah selesai ributnya Permata?"
"Sudah Pak." Permata menjawab pertanyaan Pak Jamal sambil tersenyum malu.
"Kalian berdua ini selalu ribut kalau ketemu. Kalian mau bapak jodohin?" Pak Jamal tersenyum menggoda kedua muridnya yang kini sudah berhadapan dengannya.
"Nggak mau Pak." Jawab keduanya kompak.
"Bener nggak mau?"
"Iya Pak." Jawab keduanya kompak lagi.
"Ya sudah. Daripada kalian di sini bikin ekskul voli nggak main. Kalian pulang saja." Pak Jamal menginstruksikan kedua muridnya untuk pulang. Bagaimana tidak disuruh pulang. Perdebatan Berlian dan Permata tadi membuat dua tim tidak jadi bermain dan perdebatan mereka berlangsung selama dua babak permainan.
"Tapi Pak . . ." Permata ingin membantah namun secara tiba-tiba tangan kanannya diseret untuk keluar lapangan.
"Lepasin tangan gue Berlian."
"Pulang Permata. Pulang."
"Gue nggak mau, gue belum main voli Berlian. Gue mau main dulu."
"Nggak. Kita udah disuruh pulang."
"Nggak mau. Lo aja sana. Gara-gara lo sih. Ngajak ribut mulu."
"Kok lo nyalahin gue sih. Gara-gara lo lah."
"Kok gue sih, ya lo lah."
"Lo."
"Lo."
" Sakit." Permata perdebatan ini dengan menginjak kaki Berlian. Dan Berlian refleks melepaskan cekalan tangannya di pergelangan tangan Permata.
"Mampus." Permata berlari menuju kelasnya untuk menngambil tas di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlian Permata
Jugendliteratur"Jangan terlalu benci nanti cinta" "Nggak akan" Musuh abadi sejak zaman SD, dipertemukan kembali di SMA. Sudah 2 tahun penyamaran Permata tidak terdeteksi Berlian. Namun tinggal satu tahun sebelum lulus, penyamarannya terbongkar. Sebab jus strawber...