Keluarga

630 25 0
                                    

Keluarga Berlian

Makan malam di keluarga Tanureja berjalan seperti biasanya dengan pembahasan kali ini terkait anak kebanggaan nomor dua yang siang hari ini berbuat onar di sekolah sampai diundangnya orangtua.

"Pa, tadi mama ngewakilin Papa ke sekolah Berlian," ucap wanita paruh baya itu. Wanita yang berstatus mama Berlian itu memberi tahu suaminya akan panggilan siang tadi dari kepala sekolah Berlian. Kepala sekolah langsung menghubunginya karena sudah tahu bahwa ayah dari Berlian pasti sibuk dengan perusahaan yang dikelolahnya.

"Apa masalahnya serius?" tanya suaminya yang juga pemiliki sekolah itu. Meskipun ia juga telah mendengar dari kabar online di grup chat para guru yang memasukkan nomor pemilik sekolah.

“Intinya, anak kita tadi kepalanya didorong ke tembok sama anak cewek karena ngerusak buku paketnya. Tuh lihat di pelipisnya warna biru," ucap istrinya sambil  menunjuk pada pelipis anak keduanya yang sedang makan dan berpura-pura tenang tak menanggapi pembicaraan kedua orang tuanya.

"Wkwkwkwk, adik gue kalah, wkwkkwk. Cupu amat lo," anak sulung keluarga tersebut tertawa terbahak-bahak karena baru pertama kalinya melihat adiknya yang kalah bertengkar terlebih lagi lawannya adalah cewek.

"Erlangga," ibunya menegur anak sulungnya yang sedang tertawa sambil memegang perut.

Suasana makan malam pun terasa hening kemudian, tanpa ada yang membuka obrolan kembali. Namun, beberapa menit kemudian kepala keluarga yang duduk di ujung meja makan tertawa.

"Baru pertama kali ini, anakku kalah berkelahi. Apa perlu papamu ini memberikan hadiah untuk lawanmu," ucap kepala keluarga itu dengan memandang Berlian sambil tersenyum.

"Mama juga seneng loh, akhirnya anak bandel ini dapat pelajaran. Tapi tumben loh Berlian, kamu kalah apalagi lawanmu itu cewek, kamu kan jagoan sekolah sama kompleks. Kamu ingat, dua hari yang lalu tante Lisa kemari, katanya anak ceweknya di sekolah tangannya kamu injek," ucap wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

Itulah keluarga Berlian. Memberikan bekal pada anaknya untuk berani melawan. Meskipun begitu, bukan berarti Berlian dibebaskan untuk berbuat seenak saja. Karena apabila terbukti Berlian yang membuat onar dan itu keterlaluan, maka papanya yang akan memberi pelajaran dengan mengajaknya tanding di matras. Dan hal itu cukup membuat badan Berlian remuk meskipun memiliki dampak positif dengan meningkatnya kemampuan berkelahi Berlian.

"Itu kebetulan ma karena Berlian bisa kalah sama si tuh cewek. Berlian juga nggak tahu kenapa kok bisa kalah, padahal Berlian sebel banget sama dia. Kalau ada dia itu, pengennya Berlian emosi terus."

Mamanya tersenyum kecil mendengar ucapan anaknya.

"Kamu nggak berani lawan dia maksud mama lawan fisik gitu?" tanya mamanya curiga karena tidak biasanya Berlian tidak berani bermain fisik. Padahal sudah menjadi kebiasaan anaknya yang suka bermain fisik. Tentunya selain adu mulut.

"Tau ma, kalau sama dia, Berlian nggak pernah kepikiran buat bales sama fisik," ucap anak keduanya sambil menerawang dengan pandangan ke depan dan berpikir.

"Ekhm," anak sulung keluarga tersebut berdehem dan tersenyum sendiri.

Kedua orang dewasa di sana pun hanya berpikir terkait ucapan anaknya.

"Sudah-sudah, tidak usah dibahas lagi. Selesaikan makanan kalian habis itu belajar lalu tidur," ucap kepala keluarga sambil mengenyahkan pikiran di kepalanya.

Keluarga Permata

Lain lagi dengan keluarga Berlian yang melakukan sidang pada putra tercintanya ketika makan malam. Maka di keluarga Permata, sidang dilakukan setelah pulang sekolah dengan hakimnya adalah ibunya. Hal ini dikarenakan ayahnya yang masih belum pulang kerja dan kakaknya yang masih berada di kampus.

"Kamu dorong kepala temanmu itu yang namanya Berlian itu ke tembok?" ucap wanita paruh baya yang berstatus ibu Permata.

"Dia bukan teman Permata, tapi musuh. Dia yang salah Bu. Buku Permata rusak karena dia," ucap Permata menggebu-gebu karena tak mau disalahkan.

"Kamu tuh anak cewek, nggak baik main fisik dengan cara ngedorong kepala dia ke tembok. Walaupun dia yang salah, jangan pernah main fisik apalagi sampai bertindak yang keterlaluan seperti itu. Itu kepala loh Permata, resikonya besar, gimana kalau dia sampai gegar otak, terus di operasi. Kamu mau bertanggung jawab terus masuk penjara? Untung aja keluarganya bisa diajak berdamai secara kekeluargaan. Kalau misalnya sampai masuk hukum, ibu nggak bisa bayangin kamu di penjara," ucap ibu Permata sambil menahan air mata.

Ibu Permata itu cerewet jadi jangan heran Permata juga cerewet. Gen cerewet sepertinya menurun ke Permata, kakaknya Permata pun juga sama cerewetnya. Tapi kalau di adu, lebih cerewet Permata. Ayah Permata juga tak kalah cerewet, mungkin karena ayahnya bekerja di bagian marketing yang sudah menjadi dasar untuk modal menjual barang. Lebih tepatnya, keluarga Permata adalah keluarga cerewet. Bahkan, ayahnya bercita-cita supaya Permata berkarir di bidang marketing juga.

"Maafin Permata ya Bu, Permata janji nggak bakal ngelakuin hal itu lagi," Permata memandang ibunya. Ia sangat merasa bersalah.

"Iya ibu maafin, ibu nggak akan bilang kejadian sebenarnya ke ayahmu. Kalau ayahmu sampai tahu, kamu pasti bakal kena marah," untung saja tadi ayah Permata tidak bisa ke sekolah, jadi ia memberi kabar pada istrinya untuk mewakilinya. Bayangkan saja jika ayahnya yang ke sekolah, satu sekolahan pasti akan melihat iblis berwujud manusia. Ayah Permata itu galak yang tidak terbantahkan.

Jadi jangan heran kalau Permata juga galak, kakaknya juga galak, ibunya juga. Keluarga Permata adalah keluarga gen galak. Tapi, jika diurutkan maka yang paling galak adalah ayah, anak pertama, anak kedua, dan ibu.

"Iya Bu," Permata melihat ibunya dan tersenyum. Membayangkan ayahnya tahu akan hal ini, Permata sudah takut, Permata amat bersyukur ibunya yang datang tadi.

Apabila ayahnya nanti tahu kejadian sebenarnya setelah tiba di rumah bukan hanya kena marah saja, pasti ayahnya juga akan memukul Permata meskipun alat pukulnya cuma bantal. Kalau dilakukan berkali-kali itu juga amat sakit. Apalagi Permata pernah melihat kakaknya yang pernah dipukul oleh ayahnya dengan ikat pinggang. Membayangkan saja, Permata ingin menangis.

Sekedar informasi, ayah Permata sangat menyayangi Permata. Kalau ibu Permata lebih berpihak ke anak sulungnya. Namun satu yang pasti, keluarga itu harmonis dan semoga tetap harmonis selamanya. Ya semoga saja.

"Besok kamu nggak usah sekolah, ikut ibu sama ayah pergi ke Bandung. Kamu akan sekolah di Bandung. Ibu udah ngurus administrasi di sekolah lamamu tadi kalau kamu mau pindah," ibu Permata memandang anaknya yang terkejut mendengar ucapannya.

"Pindah Bu. Apa gara-gara masalah ini Bu?" tanya Permata dengan wajah khawatir.

Permata sungguh tidak mau meninggalkan teman-temannya. Teman-teman yang sudah lama saling kenal, bahkan semenjak kelas 1 SD atau semenjak TK. Kecuali musuhnya ya, itu bukan teman pastinya.

"Nggak, ini sudah rencana ibu sama ayah kamu. Ayah kamu dipindahtugaskan ke sana."

"Terus, mbak Neta juga ikut pindah?"

"Mbakmu tetep di sini."

"Kalau gitu, Permata ikut mbak Neta aja. Permata betah di sini Bu," ucap Permata meyakinkan ibunya agar tidak ikut pindah. Permata sangat sedih apabila harus meninggalkan teman-temannya.

"Mbak Neta sibuk kuliah. Kalau kamu ikut dia disini, kamu malah nyusahin mbak Neta. Biar mbak Neta sekalian belajar mandiri juga."

"Bu, Permata janji deh nggak bakal nyusahin mbak Neta deh. Permata bakal mandiri," Permata meyakinkan ibunya dengan mengacungkan jari telunjuk dan tengah sebagai kebiasaan apabila sedang bersungguh-sungguh akan ucapannya.

"Ibu nggak percaya sama kamu, kamu tuh anak manja. Pokoknya besok kita ke Bandung," ucap ibunya yang tak mau dibantah lagi dan sedikit bersuara tinggi.

"Ibu sama ayah jahat," Permata yang sudah terlanjur kesal dengan ibunya, lalu pergi ke kamar sambil menangis.

"Anak itu tetep aja manja, mau janji sekalipun, ibu sama ayah juga nggak bakal percaya. Permata Permata," gumam ibunya sambil mengelus dadanya akan kelakuan anak keduanya yang sangat manja.

11/02/2021

Berlian Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang