Omoeta

300 18 0
                                    

Seperti hari Rabu sebelumnya dimana kedatangan mbak Neta untuk menjemput Permata terlambat 1 jam. Kini Permata menunggu mbak Neta di depan kelas sambil duduk dengan menggunakan headset.

Permata sudah tidak berani menunggu di dalam kelas semenjak kehilangan aksesorisnya yang sampai sekarang belum ditemukan. Permata menduga itu perbuatan pencuri atau penunggu kelas. Tapi, Permata cenderung menduganya adalah pencuri. Tetapi, anehnya kenapa pencuri berniat mengambil aksesoris yang harganya lebih murah dibandingkan handphone. Padahal saat kejadian, handphone nya juga tergeletak di meja.

Anehnya pencuri itu. Mungkin untuk anaknya ya.

Lagu Jepang mengiringi jemari Permata yang menggulir cerita di aplikasi orange. Namun, kegiatannya tiba-tiba berhenti saat sebuah tangan mengambil headset telinga kanannya. Dan tanpa izin dari Permata si biang keladi memasang headset nya di telinga nya.

Permata melirik sebentar dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"Sabar Permata," gumamnya sambil mengelus dada.

"Omoeta."

Kata itu berasal dari lagu yang sedang diputar. Dan sosok manusia yang berada di samping Permata mengucapkannya.

"Apa artinya?"

Permata tak menjawab pertanyaan itu. Dan karena ia diam, si empu penanya mengambil headset telinga kiri Permata.

Permata menoleh ke si empu pengganggu dengan raut marah. Namun, ia sebisa mungkin memilih bisu.

"Apa artinya? Omoeta." Ulang pertanyaan itu.

Permata yang memang dalam mode silent. Mengetik sesuatu di note handphone dan menunjukkan ke si empu pengganggu.

Bersamamu

Satu kata yang membuat si empu pengganggu tersenyum. Dan mengulangi kata itu dengan mengalihkan pandangannya dari handphone Permata ke pemiliknya.

"Omoeta."

Permata secara reflek menoleh ke arah si empu pengganggu dan kedua pasang mata itu saling bertubrukan. Permata menghela nafas dan segera mengalihkan pandangannya.

Permata ingin bangkit dari bangku panjang itu untuk menghindari si empu pengganggu. Tak lupa mengambil kasar headset miliknya dari si empu penganggu.

Dan secara tiba-tiba, orang yang sengaja ia hindari justru menarik kucir rambut Permata.

"Berlian lepasin." Kedua tangan Permata berada di rambut untuk mengurangi rasa sakit itu karena Permata mencoba untuk berjalan maju.

"Mau kemana?"

"Mau cari udara segar. Di sini panas. Ada setan."

"Setan. Emang siapa setannya?"

"Elo lah. Siapa lagi."

Berlian yang tak terima dengan ucapan Permata. Menarik rambut itu lebih keras dibandingkan sebelumnya.

"Sakit Berlian. Lepasin tangan lo."

"Gue bukan setan."

"Hmmmm. Ya. Ya. Lo bukan setan. Lepasin dong rambut gue."

Bukannya menuruti permintaan Permata. Berlian justru menarik ikatan rambut itu dan membuat rambut itu tergerai ke bawah. Rambut Permata itu sepunggung atau bisa dibilang panjang.

Permata yang menyadari rambutnya tergerai segera berbalik sambil menahan amarah.

"Balikin ikat rambut gue."

Berlian hanya tersenyum menanggapi permintaan Permata.

"Bodo lah Berlian. Lo itu emang bikin gue kesel mulu." Permata mencoba memelas dan kembali duduk di bangku panjang.

Tanpa Permata duga. Berlian duduk kembali mendekatinya dan memutar tubuh Permata ke samping.

"Gue kucir." Ucap Berlian sambil menangkup rambut Permata.

Permata hanya diam saja menuruti keinginan Berlian.

"Udah belum?"

"Bentar lagi."

"Cepet. Udaranya panas. Mana haus lagi."

Permata membuka tasnya dan mengambil botolnya. Namun, air di botol telah habis.

"Lo punya minum nggak?"

"Mau minum?"

"Iya. Gue haus." Permata menjawab sambil menganggukan kepalanya.

"Yok."

"Eh . . . Eh. Mau dibawa kemana ini?" Permata mengikuti jalan Berlian yang menarik rambutnya. Permata berjalan mundur dan beberapa kali menengok kanan kiri untuk melihat jalan yang akan dia injak.

"Ke kantin lah. Katanya haus."

"Tapi, nggak gini juga kali. Berlian, gue jalan mundur. Gimana kalau gue jatuh." Permata memohon ke Berlian untuk melepaskan tangannya dari rambut Permata.

"Bentar lagi sampai."

"Gue malu Berlian." Permata melihat kanan kiri dimana ada beberapa siswa yang melihat ke arahnya. Ia berusaha untuk menutupi wajahnya.

Sesampainya di kantin.

"Aduh, den Berlian. Nggak kasian apa sama neng nya. Sakit itu den, ditarik-tarik kaya gitu." Ucap mbok Lasmi penunggu stan minuman.

"Dia udah biasa mbok." Berlian bicara asal dan mengambil dua botol air mineral dari pendingin.

"Iya mbok. Sakit banget nih. Nggak ada hati emang nih orang." Permata masih menutupi wajahnya, sedangkan rambutnya masih ditarik Berlian.

"Lepas den. Kasihan neng nya."

Permata yang mendengarkan perkataan mbok Lasmi hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya.

Setelah Berlian memberikan uang di etalase. Ia melepaskan rambut Permata.

Permata yang merasakan sudah tidak ada tarikan di kepalanya. Membuka wajahnya dan melihat ke sekitar.

"Nih." Berlian memberikan satu botol minuman ke Permata.

Permata menerima botol minuman itu dan tak lupa secara kasar mengambil kucir rambut miliknya yang kini justru dijadikan Berlian gelang di tangannya.

Permata hendak beranjak keluar dari kantin. Namun, sebuah tangan memaksa tubuhnya untuk duduk di bangku.

"Minum di sini."

Permata menuruti keinginan Berlian. Dan meminum botol itu sampai setengah airnya habis.

"Gue duluan. Mbak Neta bentar lagi sampai gerbang." Permata melirik jam tangannya. Kemudian, ia mengucir rambutnya secara asal agar tidak terlalu panas lehernya karena sedari tadi rambutnya tergerai.

Berlian hanya mengangguk dan menatap punggung Permata yang menjauh dari posisi duduknya.

"Kak Berlian." Sebuah sapaan mengalihkan pandangan Berlian yang kini menjadi ke si empu pemiliki suara.

Berlian hanya tersenyum menanggapinya.

"Kak gue . . . . " Ucapnya terputus karena Berlian memotongnya.

"Gue duluan, mau balik." Berlian segera keluar kantin sambil memberikan senyuman.

"Kok gitu sih responnya. Katanya jadi pacar kak Berlian mudah. Kok justru sulit." Monolog adik tingkat itu.

"Udah lah Dir. Mungkin kak Berlian lagi nggak mood. Si Fani aja yang lebih jelek dari lo bisa pacaran sama kak Berlian. Pasti lo juga bisa kok." Ucap temannya yang menghampiri Dira setelah kepergian Berlian.

"Iya juga sih. Tapi, emang bener ya kak Berlian nggak suka sama kak Permata?"

"Kalau secara tipe didasarkan dari mantan-mantan kak Berlian. Kayaknya nggak sih."

"Gue harap gitu."

Berlian Permata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang