Berlian yang pulang langsung ke rumah segera menaiki tangga menuju kamarnya tanpa memedulikan mamanya di ruang tamu. Biasanya Berlian menyapa mamanya ketika pulang ke rumah. Anak sholeh jika di rumah.
"Kamu kenapa?" wanita paruh baya itu menegur anaknya karena anaknya tidak bersikap seperti biasanya.
"Berlian lagi capek ma," Berlian berhenti menjawab pertanyaan mamanya dan langsung melanjutkan langkahnya.
Setelah memasuki kamar dan berbaring di ranjang kebanggannya, Berlian menghadap langit-langit kamarnya.
"Baru pertama kali ini gue bentak cewek lagi. Terakhir kali waktu SD. Salah tuh si kacamata juga ngapain ngotorin seragam gue." Berlian bermonolog mengingat kejadian tadi.
Berlian memang galak, tapi jika itu dihadapan lawannya yang tentu saja cowok. Untuk pertama kalinya, ia kini membentak cewek, sungguh hal ini mengingatkannya ketika di SD. Di SD, Berlian bersifat galak ke siapa saja, baik cewek maupun cowok. Namun, ada satu orang yang tidak pernah ia bentak.
"Pasti sekarang udah pada mikir kalau gue galak ke cewek." Berlian bermonolog sambil tersenyum akan pendapat siswa SMA Pelita Harapan.
"Gue emang galak. Ya gue emang galak. Galak. Galak. Kenapa satu kata itu malah gue keinget sama si cewek galak di SD itu. Gue kayaknya kesambet, ngapain mikirin dia." Berlian segera bangun dan beranjak kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di kamar lain, Permata segera mencuci seragam musuhnya. Setelah kering ia bergegas menyetrika dan memberinya wewangian. Keesokan harinya ketika ingin memasukkan seragam musuhnya ke tas, Permata berinisiatif untuk membungkusnya. Tak elok bukan jika mengembalikan tanpa membungkusnya.
Namun, tiba-tiba saja saat ingin mengambil plastik. Permata mencium bau terasi di sambal milik ibunya. Seketika Permata memiliki ide untuk balas dendam.
"Bu, terasinya masih ada?" Permata mengambil plastik baru sambil bertanya ke ibunya.
"Masih ada, tumben kamu tanya terasi. Kamu kan nggak suka terasi?"
"Hehehe, Permata boleh minta?" Permata cengengesan menjawabnya.
"Buat apa?" ibu Permata menatap curiga Permata.
"Bukan buat apa-apa kok. Dimana terasinya?"
"Itu di tempat bumbu," ibu Permata menjawab sambil menunjuk tempat bumbu dapur.
Permata segera mengambil terasi yang sudah terbuka bungkusnya itu dan beranjak ke meja makan bersama plastik baru yang diambilnya.
"Makasih Bu," Permata berlari senang menuju meja makan.
Setelah bahan yang dibutuhkan sudah di depan mata. Kini, ia sudah memulai rencananya.
"Mampus lo kambing bendot, gue akan bales lo." Permata tersenyum senang sambil mengoleskan terasi di dalam plastik baru itu. Tangannya memegang bungkus agar tidak tercium bau terasi.
Kambing bendot adalah julukan Permata ke musuhnya. Julukan itu tiba-tiba saja terlintas di kepalanya karena Berlian dan bendot sama-sama berawalan be.
Supaya rencananya berjalan lancar. Seragam yang sudah dimasukkan ke dalam plastik yang berbau terasi itu, supaya tidak terlalu tercium baunya. Permata memberi minyak wangi dengan puluhan semprotan di plastik luar. Sampai tuh plastik seperti terkena banjir karena banyak airnya.
Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Permata tidak memasukkan si plastik ke tasnya. Permata takut jika tasnya nanti berbau terasi. Mbak Neta di mobil pun sempat bertanya pada Permata karena tumben ke sekolah dengan minyak wangi sebanyak ini. Padahal setau mbak Neta, Permata itu anti memakai minyak wangi banyak. Mbak Neta aja, yang pakai minyak wangi sebanyak 10 semprot langsung diomelinya. Itu pakai minyak wangi apa mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlian Permata
Teen Fiction"Jangan terlalu benci nanti cinta" "Nggak akan" Musuh abadi sejak zaman SD, dipertemukan kembali di SMA. Sudah 2 tahun penyamaran Permata tidak terdeteksi Berlian. Namun tinggal satu tahun sebelum lulus, penyamarannya terbongkar. Sebab jus strawber...