NoRen: Daddy

3.1K 145 13
                                    

"Kamu ngapain njun?"

"Dadddyy! Njun mam ana."

"Renjun? Kamu makan roti yang ada disini?"

"Ung. Nyamm daddyy.. Daddy maw??"

"Renjun- ck. Daddy sudah bilang berapa kali hm? Jangan dekati meja ini saat daddy tidak ada! Lihat! Kue yang dipesan berkurang satu. Daddy harus bilang apa?"

"Kesalahan adalah kesalahan, Renjun. Jangan mengelak lagi. Daddy sudah bilang, tapi Renjun tidak mendengar. Renjun nakal."

"Sekarang, Renjun masuk kamar sendiri. Daddy mau cari jalan keluar ya. Jangan turun dari kamar sampai daddy suruh turun."

Hening.

Jeno berjongkok di depan Renjun yang tengah menangis disana.

"Renjun, siapa yang suruh kamu menangis? Kamu tidak tau sama sekali bagaimana perasaan daddy sekarang. Kamu juga perlu makan, jadi jangan terus terusan mempersulit daddy. Masuk kamar."

Renjun dengan langkah mungilnya yang belum terlalu lancar, berlari ke kamarnya.

Jeno mengambil HP. Dia bukan orang kaya, dia harus berjuang sendiri. Dan Renjun....

Renjun diadopsi ayahnya. Tapi ayahnya malah menyusul ibunya tak lama kemudian. Jeno terpaksa mengurusnya.

Dia benci anak kecil.

Walau kadang Renjun membuatnya tersenyum gemas. Tapi ini.

Dia sudah sering bilang, jika sedang ada makanan di atas meja, Renjun  tidak boleh memakannya. Itu milik customers.

Renjun tak paham ucapan daddy nya. Tapi dia paham kata nakal itu.

Dia paham beberapa kata itu.

Sambil terisak anak mungil itu menutup pintu kamar. Duduk di lantai. Dadanya bergerak naik turun dengan drastis.

Mirip sekali dengan anak kecil.

Dia mendengar suara sang daddy meminta maaf disana. Sepertinya di telepon.

Dia tau.
Jeno bilang dia mempersulit hidupnya.

Ah... Renjun sering mendengar itu. Tapi dia diam saja.

Dia bingung harus bereaksi apa.

Tapi sekarang, reaksinya adalah merasa sangat bersalah. Dia belum meminta maaf pada daddy.

Disaat yang bersamaan, dia takut menghancurkan perasaan daddynya lagi.

Terdengar suara motor menjauh.

Ah... Daddy pasti sedang mengantar pesanan.

Renjun tidak bisa naik ke atas kasur. Itu sebabnya dia duduk di lantai yang dingin.

Masih menangis.

Lama lama kelelahan dan membaringkan tubuhnya di lantai.

Jeno pulang malam harinya. Dia sibuk memutari seluruh kota.

Mencari pelanggan, inspirasi baru untuk membuat kue. Apa pun.

Sampai dia melupakan Renjun nya.

"Ceklek."

Jeno diam di pintu, mengingat apa yang ia lupakan. Dia merasa lupa akan suatu hal penting.

"Sial Renjun!" Panggil Jeno.

Dia membuka pintu kamar Renjun. Anak itu kedinginan, tubuhnya ikut dingin. Bibirnya gemetar, berwarna biru dan kulitnya pucat.

"Akhh! Siapa yang menyuruhmu tidur di lantai hah?"

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang