1. Prolog

138K 1.4K 16
                                    

Bagi yang sedang menjalankan ibadah puasa, mohon jangan dibaca sebelum berbuka. Novel ini banyak mengandung adegan 21+.
Masukin ke daftar favorit aja dulu🥰.

Namaku Jenifer Alexander. Aku biasa dipanggil Jeje oleh keluarga dan teman - teman di sekolahku. Ya, aku masih sekolah kelas 3 SMA dan itu tinggal menghitung bulan saja. Karna setelah itu aku akan lulus.
Memiliki tubuh tinggi, putih, langsing, wajah cantik dan hidung mancung, membuatku menjadi primadona di sekolah selama 3 tahun berturut - turut. lagi menyombongkan diri.? Nggak tuh, karna memang seperti itu faktanya.
Sejak hari pertama aku masuk sekolah, semua kakak kelas berlomba - lomba ingin mengencaniku. Dan itu terjadi sampai saat ini. Bahkan sekarang adik kelas pun ikut - ikutan memperebutkanku.

Namun di antara banyaknya siswa yang berusaha mendekatiku, tidak ada satupun yang menarik perhatianku.
Jadi sudah jelas kan kalau sampai detik ini aku itu masih jomblo dan belum pernah pacaran.
Sampai akhirnya aku di juluki jones oleh sahabatku. Meskipun begitu, aku tidak kesal saat mereka meledekku dengan sebutan "Jones", alias jomblo ngenes.
Karna jombolku ini pilihan, bukan karna nasib.
Harusnya mereka menjulukiku "joklas", jomblo berkelas.

Aku Lahir pada tanggal 16 september 2000. Ah ya ampun, ternyata umurku hampir menginjak 18 tahun. Hidup selama itu di dunia ini, sampai detik ini aku tidak tau untuk apa tujuan kedua orang tuaku melahirkan putri secantik dan sesempurna diriku ini. Untuk menjadikan aku sebagai isi di rumah mereka yang amat megah.? atau untuk menjadikan aku sebagai alat penghambur uang mereka yang begitu banyak dan mungkin tidak akan habis 7 turunan. Entahlah,, aku sendiri bingung memikirkannya.
Biar jadi rahasia kedua orang tuaku saja.

Aku anak kedua dari pasangan Alexander William dan Clarissa Imanuela. Aku punya kakak laki - laki bernama Nicholas Alexander. Umur kami terpaut 6 tahun. Saat ini kakak tampanku itu sedang melanjutkan program magister di New York. Dengan mengambil jurusan bisnis.

Papa mendidik kak Nicho dengan sangat keras dan tegas. Sejak dini papa sudah mengajarkan kak Nicho ilmu bisnis dan sesekali mengajak kak Nicho terjun ke dunianya.
Papa juga menuntut kak Nicho untuk kuliah dengan baik, agar nantinya bisa menggantikan posisi papa menjadi pemimpin di perusahaannya.

Kadang aku kasihan padanya karna papa memikulkan beban berat pada kak Nicho. Papa memaksakan kehendaknya pada kak Nicho, tanpa pernah mau mengerti apa yang sebenarnya kak Nicho inginkan untuk masa depannya sendiri.

Namun terkadang aku juga iri padanya karna mendapat perhatian lebih dari papa dan mama. Meskipun aku tau jika perhatian yang mereka berikan untuk kak Nicho semata - mata karna demi perusahaan papa.
Entah kapan mereka akan menyadari jika anak lebih berharga dari pada perusahaan dan harta.
Semoga saja mereka menyadarinya sebelum terlambat.

Mereka selalu berfikir bahwa hidup kami sudah bahagia karna berkecukupan dan bisa membeli apapun yang kita inginkan tanpa pernah mereka larang. Memberikan kami kehidupan dan fasilitas yang mewah. Mereka tidak sadar jika kami juga butuh perhatian dan kasih sayang yang tulus dari mereka sebagai orang tua. Bukan hanya memberikan materi saja yang tidak bisa dipakai untuk membeli kebahagiaan.

"Jeje,,, bangun sayang,,,!"
Aku menggeliat saat mendengar suara mama yang berteriak di luar kamarku. Aku membuka mata perlahan, mengumpulkan sisa nyawaku yang masih terpencar akibat mimpi indahku yang tiba - tiba harus berakhir karna suara teriakan mama dan gedoran pintu yang cukup kencang.

"Iya,,, Jeje udah bangun maaa.!" Aku membalasnya dengan teriakan juga, tak kalah kencang dengan teriakan mama. Bukan karna mau membalas atau durhaka, tapi agar mama mendengar suaraku. Kamar ini terlalu luas, jika aku tidak menggunakan tenaga dalam untuk berteriak, maka aku jamin mama akan terus menggedor pintu hingga pintu itu jebol.

Dengan malas, ku injakan kaki pada lantai marmer yang mengkilap. Rasanya malas sekali untuk mandi dan bersiap ke sekolah. Padahal ini hari sabtu, akan pulang lebih awal dan pastinya besok akan libur. Itu yang paling aku tunggu - tunggu. Hari liburku selalu aku gunakan untuk berkumpul dengan kedua sahabatku, Celina dan Natasha. Aku bisa tertawa bahagia jika sudah bersama mereka.
Mereka juga senasib denganku, tidak terlalu diperdulikan oleh kedua orang tuanya yang sibuk bekerja dan bekerja.

Kalau sudah begitu, rasanya aku jadi ingin nyanyi lagunya pak Haji Roma Irama. Yang begini liriknya.
"Haii orang tuaa,,, totettotet totet,,
Sayangilah anakmu,,,uuuuu,,,,,,
Yang dilahirkan,,,, Untuk,,,? untuk apa ya.? Tau ah,, gelap.!"

Aku sudah siap dengan seragam sekolah lengkap beserta sepatu warna putih. Sepatu yang memiliki corak warna di kedua sisi dengan warna hijau army, merah, hijau army.
Sepatu dengan brand itu sudah bertengger puluhan pasang di walk in closet milik ku. Tak hanya sepatu saja, tas, baju, topi dan kaca mata pun semuanya lengkap dengan brand serupa. Belum lagi dengan brand lainnya yang tak kalah banyak.

Mama dan papa selalu membawakanku oleh - oleh barang branded setiap kali pergi ke luar negeri.
Mungkin mereka pikir semua barang mahal itu bisa membuatku tertawa, bisa menghilangkan rasa sepi dihatiku. Sampai mereka menumpuk barang - barang itu di walk in closetku yang sangat luas.
Jika aku boleh memilih, aku ingin menukar semua barang mewah itu dengan seseorang yang bisa memberikan kebahagiaan dan perhatian penuh padaku.
Untuk apa memiliki semua barang mewah itu, tapi miskin kebahagiaan.

Aku menuruni anak tangga satu persatu. Tangga yang lebar berlantai marmer import. Rumah megah ini bak istana di mata orang lain, tapi seperti pemakaman menurutku. Sangat sepi canda tawa dan tidak ada kenyamanan disini.

Aku langsung menuju meja makan. Mama dan papa sudah ada disana dengan pakaian non formal tapi rapi. Mama juga merias tipis wajahnya. Bisa aku tebak, mereka akan pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Ya ampun,,, mau di taruh dimana lagi nanti oleh - oleh dari mereka. Karna tempat penyimpanan sudah tidak muat. Aku bahkan sudah menjual sebagian barang - barang itu dan hasilnya aku donasikan untuk panti asuhan.

Apa mereka tau aku menjual barang pemberian mereka.? Tentu saja tidak. Mereka tidak peduli apa yang aku lakukan dan kerjakan diluar sana.
Bahkan mereka tidak mencariku saat aku menginap dirumah Natasha selama 3 hari tanpa meminta ijin pada mereka.

"Kamu itu kebiasaan,,, kalau nggak ada yang bangunin, pasti nggak bangun - bangun." Mama langsung menyemprotku dengan kalimat yang hampir setiap hari aku dengar.

"Habisnya masih ngantuk,,," Jawabku santai.
Aku langsung duduk, memulai sarapan bersama mama dan papa. Suasana hening, kami tidak akan bicara saat sudah mulai menyantap makanan.

"Hari ini papa sama mama mau ke Paris. Hanya 4 hari disana. Kamu mau nitip apa.?"

Benar kan dugaanku. Karna hampir setiap bulan mereka pergi ke luar negeri. Biar saja mereka terus sibuk pada bisnisnya. Jangan salahkan aku jika nanti aku berubah menjadi gadis liar yang mencari kebahagiaan diluar sana.!
Aku sudah muak dengan kehidupanku yang hampa.! Aku pikir jika aku menjadi anak baik dan selalu mendapat peringkat di sekolah, mereka akan perhatian padaku. Tapi sampai saat ini mereka masih sama seperti dulu.

"Terserah papa sama mama aja. Jeje berangkat dulu, udah siang,," Aku berdiri, menghampiri mama dan papa untuk mencium kedua pipi mereka.
Walau bagaimana pun, mereka orang tuaku. Aku tetap menyayangi mereka. Karna mereka, aku terlahir ke dunia ini. Setidaknya aku berterima kasih pada mereka, untuk kehidupan yang tidak ada artinya ini. Ya, tidak berarti menurutku.

"Hati - hati di jalan sayang, jangan ngebut,," Teriak mama.
Aku hanya mengangguk tanpa menghentikan langkahku.

****


Jangan bingung dengan umurnya Jeje ya😁 inikan halu, jadi othor nyeritain beberapa tahun ke belakang.

Beri vote setiap hari senin untuk dukung karya othor😊.
Makasih,,,

My SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang