23. Rasa ini

20.9K 541 3
                                    

Aku tidak bisa fokus memasak setelah banyak pertanyaan yang terus muncul tentang wanita yang disebutkan namanya oleh om Kenzo.
Waktu yang seharusnya bisa aku habiskan kurang dari 30 menit untuk memasak, kini sudah 1 jam baru akan selesai. Om Kenzo bahkan sudah menghampiriku 20 menit yang lalu. Dia berusaha untuk membantuku, namun aku menolaknya dengan cara halus. Pada akhirnya om Kenzo menunggu di meja makan.

Aku membawa dua piring berisi nasi yang baru saja matang, lalu meletakannya di meja makan. Aku tau jika om Kenzo sedang menatapku saat ini, namun aku terus menunduk sambil menuangkan air minum digelas miliknya. Kemudian beralih pada gelas ku sendiri.
Mulut ini terasa kaku hanya sekedar untuk mengeluarkan suara. Mood ku anjlog seketika hanya gara - gara masalah pribadi om Kenzo. Seharusnya aku tidak perlu peduli pada hubungan om Kenzo dengan istri atau tunangannya. Berapa kali aku harus menyadarkan diriku jika aku hanya sugar baby nya, wanita yang seharusnya memuaskan dirinya saja, tidak lebih dari itu.

"Kamu kenapa,,,?" Om Kenzo mencekal pergelangan tanganku saat aku akan beranjak.

"Kenapa apanya om,,,?" Tanyaku. Aku menatap om Kenzo seolah tidak ada yang aku pikirkan saat ini. Aku tau kalau om Kenzo sudah menyadari perubahan sikapku. Aku berusaha setenang mungkin dan bersikap biasa saja.

"Kamu sakit,,? Kenapa diem aja,,?" Ada nada kekhawatiran dalam ucapannya. Atau mungkin hanya perasaanku saja,,? Aku terlalu berharap memiliki keluarga yang begitu perhatian seperti om Kenzo.
Aku memang tidak pandai menyembunyikan perasaanku, om Kenzo sangat paham itu. Hanya beberapa kali pertemuan, dia bisa tau saat aku tidak baik - baik saja.

"Nggak kok om,, lagi buru - buru om, biar cepet selesai buat sarapannya,,," Sahutku lalu tersenyum. Aku menyingkirkan tangan om Kenzo dengan hati - hati.
Aku menghidangkan masakan yang baru saja matang. Kami menghabiskan sarapan tanpa banyak bicara. Aku hanya menjawab terima kasih saat om Kenzo memuji masakanku. Selebihnya aku hanya tersenyum saat om Kenzo bicara.

Bagaimana caranya agar aku bisa mengendalikan perasaanku,? Bagaimana agar aku bisa tetap bersikap biasa padanya meski ada sedikit sesak di dada. Kenapa aku tidak rela jika ada wanita lain yang mendapat perhatian serupa dari om Kenzo. Apa aku cemburu,,? Apa aku sudah jatuh cinta padanya.? Ini tidak benar.! Tidak seharusnya ada kata cinta dalam hubungan semacam ini. Hubungan yang terjalin karna saling membutuhkan.

Aku memejamkan mata, menarik nafas dalam dan mengeluarkan perlahan. Membuang sesak yang bersarang di dadaku.
Aku tidak mau terjebak dalam situasi yang rumit, aku harus kembali pada tujuan awalku, yaitu mencari kesenangan dan kebahagiaan. Sekarang aku sudah mendapatkannya dari om Kenzo, dan itu sudah lebih dari cukup. Aku tidak perlu memiliki perasaan padanya, atau berharap dia akan memiliki perasaan padaku.

"Aku langsung pulang ya om,,," Seru ku setelah meneguk air minum.

"Pulang,? Katanya nanti sore,,?"

"Aku mau jalan sama Celina dan Natasha om,,"

"Aku nggak ngijinin. Kamu tetap disini sampai nanti sore.!" Larang om Kenzo dengan suara tegasnya.

"Tapi om,,,
Aku tidak melanjutkan ucapanku karna mendapat tatapan tajam dari om Kenzo.

"Ingat poin pada surat perjanjian, kamu harus selalu ada saat aku memintanya,,"
Aku mengangguk pelan.

"Iya om,,,"

Menyebalkan sekali om Kenzo, dia tidak mengijinkan aku pergi dari apartemennya, tapi sekarang dia membiarkanku duduk sendiri didepan tv. Om Kenzo masuk keruang kerjanya 2 jam yang lalu, dan tidak keluar sama sekali.
Lalu apa tujuannya menahanku disini.?

Aku merebahkan tubuh di sofa, tidur terlentang sambil memainkan ponselku. Aku asik dalam grup chat kedua sahabatku. Obrolan mereka membuatku panas dingin. Mereka selalu saja membuatku penasaran setengah mati. Mereka dengan gamblangnya menceritakan adegan panas dengan berbagai gaya. Kepalaku terasa  berdenyut membayangkannya. Entah kenapa aku bisa punya sahabat yang gila seperti mereka.
Tapi meskipun begitu, mereka tetap sahabat terbaikku. Aku tau mereka sangat peduli dan menyayangiku, karna mereka tidak pernah mengajakku ke club dan bersenang - senang diluar. Meskipun kami sudah bersahabat sejak lama.

Aku memencet tombol voice note.
"Astaga Cecel.!! Apa untungnya menyebut ukuran si papi.! Kamu bikin otakku traveling,,!!" Seruku kesal. Segera ku kirim voice note itu sambil bergidik ngeri membayangkannya. Bisa - bisanya Celina menyebut ukurannya, apa dia mengukurnya.?
Ya ampun,, aku tidak habis pikir dengan ABG girang itu.

"Apa yang bikin traveling,,?"
Aku langsung terkesiap, aku duduk dan merapikan kemejaku yang tersingkap ke atas.

"O,,oom,,, sejak kapan ada disini,," Aku menatap kikuk pada om Kenzo yang sudah duduk didepanku. Apa om Kenzo mendengar perkataanku dari awal.?

"Pertanyaan macam apa itu,,? Ini apartemenku, tentu sudah dari dulu aku disini,,"
Aku menyebikkan bibir karna jawaban om Kenzo yang tidak serius.

"Iya aku tau. Maksudku sejak kapan om duduk disini.?!" Kataku sedikit kesal.

"Nggak penting. Sini,,," Om Kenzo menepuk pahanya. Aku langsung menahan senyum. Entah sejak kapan aku jadi sangat suka jika om Kenzo menepuk pahanya.

Aku meletakan ponsel di atas meja, beranjak dari sofa dan menghampiri om Kenzo. Peduli apa pada penilaian om Kenzo. Lagipula dia yang sudah membuatku candu pada adegan semacam ini.
Aku langsung duduk di pangkuannya dengan posisi berhadapan, tanganku reflek bergelayut di leher om Kenzo.

Ciuman panas tidak dapat dihindari, entah siapa dulu yang memulai. Kami sudah sama - sama hanyut dalam pagutan bibir yang memabukkan. Suara kecapan bibir kami bahkan terdengar menggema. Aku semakin bernafsu hingga tanganku reflek menyusup ke dalam baju om Kenzo dan menggerayangi punggung kekarnya.
Om Kenzo melepaskan pagutan bibir kami, dia membuka satu persatu kancing kemeja yang aku kenakan. Hingga pada kancing terakhir, aku menahan tangannya. Aku hanya memakai bra dan celana dalam saja, jika semua kancing kemeja terlepas, tubuhku akan terlihat seluruhnya.

"Kenapa,,?"

"Ini diruang tv om,,," Kataku. Aku malu jika harus telanjang diruang terbuka seperti ini.

"Nggak ada orang lain disini,," Om Kenzo menepis pelan tanganku, lalu membuka kancing terakhir yang tersisa. Dengan gerakan cepat, om Kenzo melepaskan kemejaku dan membuangnya ke sembarang arah. Hal itu membuat kedua mataku melotot. Belum sempat aku protes padanya, om Kenzo kembali membungkam mulutku.

Kini kain yang menutup kedua aset kembarku menjadi sasarannya. Setelah dilepaskan, om Kenzo meleparnya begitu saja.
"Om,,!!" Kali ini aku protes secepat kilat. Karna aku tidak membawa bra lain.
"Itu mau dipake lagi om,,!" Seruku.

"Aku sudah beli. Satu jam lagi di antar kesini,," Sahut om Kenzo santai. Tanpa memperdulikan kepanikanku, dia kembali melancarkan aksinya.
Aku tidak berdaya jika om Kenzo sudah membenamkan wajahnya didepan gundukan kembarku. Tanpa malu, aku membiarkan desahan lolos dari bibirku. Aku menekan kepala om Kenzo agar lebih dalam lagi menyesapnya.

Aku menggeleng cepat saat om kenzo akan membaringkanku di sofa.
"Aku malu om,,"

"Aku sudah lihat semuanya Je,," Sahutnya.
Om Kenzo benar - benar membaringkanku di sofa, dia mengungkung tubuhku.
Sambil terus melahap benda favoritnya, tangan om Kenzo memainkan milikku. Badanku menegang seketika, aku mencengkram punggung om Kenzo. Rasa nikmat yang terus menjalar ditubuhku, membuatku seperti melayang.

"Om Kennn,,,," Aku berteriak saat gelombang besar itu kembali aku rasakan, kenikmatan yang berpusat pada area intiku, membuatku kehilangan kendali. Aku menarik tengkuk om Kenzo dan melu**t kasar bibirnya.

Om Kenzo sudah duduk disisi sofa, dia menatapku yang sedang mengatur nafas setelah tadi dibuat melayang.

"Sekarang giliran kamu yang harus memberikan kepuasan,,," Ujarnya. Om Kenzo langsung membopong tubuh polosku.
Aku masih membeku dalam gendongannya. Apa om Kenzo akan memintanya sekarang,,?
Tiba - tiba saja dadaku bergemuruh, membayangkan adegan yang akan terjadi setelah ini.

****


jangan lupa like.

My SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang