Bab 38

23.4K 426 67
                                    

Meskipun kehidupan om Kenzo yang rumit itu selalu membuatku penasaran. Juga tentang kedua wanita yang membuatku cemburu, nyatanya kebersamaan om Kenzo tetap membuatku merasa bahagia.
Aku seolah tutup mata akan hal itu. Terkadang aku bahkan berfikir ingin merebut hati om Kenzo, agar dia mencintaiku dan menjadikanku sebagai wanitanya. Namun aku tidak bisa setega itu untuk menghancurkan hubungan orang lain.
Aku tidak akan memulai jika om Kenzo yang memintaku untuk menjadi wanitanya.

*


"Kapan kamu wisuda.?" Om Kenzo bertanya sembari melirikku sekilas. Saat ini dia sedang mengantarku pulang setelah tadi kami sempat makan malam bersama di apartemennya.

"Dua minggu lagi om. Om Ken mau dateng ke sekolahku,,?" Ujarku dengan candaan. Om Kenzo terkekeh geli. Tentu saja dia tidak akan datang. Bisa panjang urusannya kalau papa dan mama melihatnya.

"Kamu udah siap membongkar hubungan kita didepan om Alex.? Bisa di coret dari daftar anak kamu kalau om Alex sampai tau,," Om Kenzo menjawabnya dengan candaan juga. Namun aku justru fokus saat om Kenzo memanggil papa ku dengan sebutan om. Sedekat itukah hubungan kerja sama mereka.? Kenapa om Kenzo memanggil papa dengan sebutan om.?

"Om Ken manggil papa aku dengan sebutan om.?. Memangnya om Ken sedekat itu sama papa.?" Tanyaku heran.

"Dulu sebelum papa mengajakku tinggal di Paris dua puluh tahun yang lalu, om Alex dan papa adalah teman dekat." Penuturan om Kenzo membuatku terkejut. Bagaimana aku baru tau tentang hal itu.? Jadi hubungan mereka bukan sekedar rekan bisnis saja.? Ya ampun,,, kenapa aku harus menjadi sugar baby dari anak sabahat papa.
Takdir macam apa ini.?

Aku juga baru tau kalau om Kenzo sempat tinggal di Paris. Jadi yang papa ceritakan waktu itu tentang anaknya om Andreas adalah om Kenzo.?

"Jadi om Ken pernah tinggal di Paris.? Lalu sejak kapan om kembali kesini.?" Aku  mulai mengorek informasi pribadi dari om Kenzo. Entah ada angin dari mana, tiba - tiba saja dia yang mulai sendiri membuka kehidupan pribadinya. Ini kesempatan ku untuk mendapatkan sedikit informasi tentangnya.

"Sejak lima tahun yang lalu,," Sahutnya cepat.
5 tahun yang lalu.? Tapi kenapa aku baru melihat om Kenzo sekarang.? Dia bahkan baru datang satu kali ke rumah papa saat itu.

"Sudah lama ternyata. Tapi kenapa aku nggak pernah liat om di acara - acara penting pemilik perusahaan.?" Gumamku tanpa sadar. Kekehan om Kenzo membuatku langsung menatap ke arahnya.

"Jadi kamu pernah punya pikiran seperti itu.?" Tanyanya dengan nada yang terdengar geli.

"Iya. aku sempat berfikir seperti itu setelah melihat om Kenzo datang ke rumahku." Jawabku jujur.

"Aku nggak tertarik datang ke acara seperti itu Je. Terkadang acara itu hanya di jadikan sebagai ajang untuk menyatukan dua perusahaan agar semakin di sorot publik dan semakin maju."
Tuturnya.

"Seperti perjodohan maksudnya.?" Tanyaku.

"Iya. Itu salah satunya,,"
Aku jadi teringat dengan kak Nicho yang dulu sempat di jodohkan dengan rekan bisnis papa. Sekitar 3 tahun yang lalu.

"Dulu papa juga menjodohkan kakak ku dengan salah satu anak pemilik perusahaan di kota ini. Tapi kakak ku menolaknya. Karna saat itu dia sudah memiliki kekasih. Dia bahkan sampai bertengkar hebat dengan papa karna masalah ini. Sampai akhirnya kakak memutuskan untuk keluar dari rumah."

"Hampir satu tahun kakak ku tinggal di apartemen. Pada akhirnya papa mengalah. Dia tidak lagi menjodohkan kakak ku. Tapi sayangnya kakak ku di tinggalkan oleh kekasihnya satu tahun setelahnya."
Aku terbawa suasana saat menceritakan kembali kisah kak Nicho. Dadaku terasa sesak membayangkan perasaannya yang hancur. Entah kenapa nasib percintaan nya begitu menyedihkan.
Tidak adil rasanya orang sebaik kak Nicho harus Mengalami semua itu.

"Jangan terlalu dipikirin,," Om Kenzo menatapku. Dia mengusap pelan kepalaku, dengan memberikan seulas senyum yang membuatku kembali tenang.

"Tidak selamanya hubungan percintaan itu berakhir bahagia. Nggak heran kalau hubungan mereka bisa berakhir. Yang sudah menikah belasan tahun saja bisa berakhir,,"
Penuturan om Kenzo membuatku semakin takut. Semengerikan itu kah menjalin hubungan percintaan.?

"Aku jadi takut untuk memulai hubungan,," Ucapku lirih. Genggaman tangan om Kenzo pada tangan kananku, membuatku langsung beralih menatapnya.

"Nggak usah takut, semuanya akan baik - baik saja."
Ujarnya. Aku tidak tau apa maksud om Kenzo, tapi ucapan dan tatapan teduh dari matanya membuatku semakin terbawa suasana. Tanpa sadar aku terus menatapnya dengan seulas senyum tipis di bibirku.

"Kenapa berhenti om.?" Tanyaku yang mendapati mobil om Kenzo tidak lagi bergerak.

"Emangnya mau balik ke apartemen lagi.? Kamu nggak mau pulang.?" Aku tersenyum kikuk pada om Kenzo. Karna terus menatapnya, aku sampai tidak sadar kalau kami sudah sampai di seberang rumahku.

"Terpesona ya liat orang ganteng.? Sampai nggak sadar kalo udah nyampe." Ledeknya.

"Om,,,!" Rengekku sembari mencubit lengannya. Om Kenzo membuatku malu saja. Dia terkekeh melihatku yang salah tingkah.

"Makasih ya om. Sampai jumpa hari sabtu nanti,," Ucapku.

"Tunggu Je,,," Ini yang selalu di lakukan oleh om Kenzo. Dia pasti menahanku setiap kali aku akan keluar dari mobilnya.

"Ada apa om.?" Om Kenzo tidak menjawabnya. Aku memperhatikan tangannya yang sedang merogoh kantong jaket. Sebuah liontin berbentuk hati di keluarkan dari dalam kantong jaketnya. Aku terus menatap liontin yang ada di tangan om Kenzo. Tiba - tiba saja jantungku berdetak kencang. Apa om Kenzo akan memberikan liontin itu padaku.?

"Aku liat ini di pusat perbelanjaan saat berada di Paris. Tiba - tiba saja inget sama burung beo,," Katanya sembari mengulum senyum. Aku tidak menghiraukan ucapan om Kenzo. Melihat om Kenzo akan memberikan liontin itu padaku, membuat perasaanku bergemuruh. Kenapa om Kenzo harus memberiku liontin itu. ?

"Sini aku pasangin,," Aku menurut begitu saja dengan mendekat ke arah om Kenzo, begitu juga dengan om Kenzo yang semakin mendekat.
Jantungku semakin berdetak kencang saat om Kenzo memasangkan liontin di leherku.
Perasaanku saat ini tentu saja sangat senang. Tapi aku juga ingin berteriak sekencang mungkin untuk membuang rasa sesak di dadaku. Sesak karna aku sadar kalau orang yang sedang memasangkan liontin ini tidak akan bisa aku miliki.

"Cantik di pake kamu,,," Pujinya. Dia mengusap lembut pipiku.
Perlakuan manis om Kenzo membuat hatiku tersayat. Apa tujuan om Kenzo memperlakukan ku seperti ini.? Kenapa dia juga memberikanku liontin berbentuk hati.?
Tanpa bisa aku tahan lagi, air mataku luruh begitu saja.

"Je,, are you oke.?" Om Kenzo terlihat panik. Dia segera menghapus air mataku.

"Kenapa om ngasih liontin ini sama aku.?" Aku mengangkat liontin berbentuk hati yang sudah terpasang di leherku.

"Memangnya kenapa.? Kamu nggak suka liontinnya.?"

"Bukan itu om. Aku butuh alasan, kenapa om harus ngasih liontin ini.?" Tanyaku sekali lagi.

"Apa harus pake alasan buat ngasih oleh - oleh.?"
Jawab om Kenzo membuatku kembali sadar akan statusku yang hanya seorang sugar baby.
Ternyata hanya untuk oleh - oleh.? Tapi aku sudah berfikir terlalu jauh. Bodohnya aku yang mengira jika om Kenzo sudah memiliki perasaan padaku. Itu sebabnya dia memberiku liontin indah ini.

Aku menarik nafas dalam, berusaha untuk menenangkan dan menguatkan hatiku yang terlalu rapuh ini.

"Jangan terlalu baik padaku om.! Aku bisa salah paham nantinya.!" Tegas ku tanpa menatapnya.
"Makasih untuk liontinnya,,"
Aku segera keluar dari mobil om Kenzo. Sekilas aku mendengar om Kenzo memanggilku, namun aku pura - pura tidak mendengarnya dan terus berlalu dari sana.

Sejujurnya aku ingin menahan diri untuk tidak terbawa perasaan setiap kali berinteraksi dengan om Kenzo. Tapi semua perlakuan manisnya mendorong ku untuk semakin tertarik dan mengaguminya. Sampai akhirnya aku terjebak pada rasa yang aku ciptakan sendiri.
Cinta,,,,




My SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang