Bab 39

8.4K 215 0
                                    

"Kamu darimana sayang,,?" Aku menghentikan langkah setelah mendengar suara mama.
Rupanya mama dan papa tengah duduk di ruang keluarga. Aku terlalu buru - buru sampai tidak memperhatikan sekeliling. Saat ini aku ingin cepat - cepat merebahkan diri di ranjang.

"Jalan sama Celina mah,,,"

"Sini duduk, udah lama kita nggak ngobrol bertiga."
Mama melambaikan tangan padaku. Sepertinya sudah mulai ada perubahan pada mama dan papa sejak kepulangan kak Nicho saat itu. Mereka jadi lebih sering bertanya padaku.

Aku jalan untuk sedikit mendekat pada mereka.
"Jeje cape banget mah, pengen istirahat."
Sejujurnya aku ingin sekali berkumpul bersama mereka, namun saat ini suasana hatiku sedang tidak baik. Aku butuh waktu untuk sendiri.

"Ya sudah, istirahat saja."

"Jangan terlalu sering keluar malam Je. Langsung minum vitamin terus tidur,," Papa ikut menimpali.

"Iya pah. Jeje ke kamar dulu mah, pah,,,"

Aku duduk di depan cermin. Liontin bentuk hati yang bertengger di leherku nampak berkilau. Sangat indah dan cantik menang. Pantas saja om Kenzo bilang jika liontin ini cantik aku pakai.
Namun hatiku terasa sakit melihat keindahannya.
Aku menghembuskan nafas berat, sebelum akhirnya memutuskan untuk melepaskan liontin yang baru saja dipasangkan oleh om Kenzo.

Apa tujuan om Kenzo memberikan liontin ini.? Apa dia tidak berfikir lebih dulu sebelum memberikannya padaku.? Harus om Kenzo tau, liontin berbentuk hati ini tidak bisa sembarangan diberikan kepada orang lain. Harusnya liontin ini diberikan untuk orang yang spesial. Tapi kenapa om Kenzo begitu mudah memberikannya padaku. Tanpa berfikir akan seperti apa perasaanku setelah menerima liontin ini.

Dia sendiri yang membuat perjanjian untuk tidak menggunakan perasaan dalam hubungan kontrak ini. Tapi justru sikapnya yang sudah membuatku jadi memiliki perasaan padanya. Aku sudah menahannya, sekuat yang aku mampu. Tapi pertahananku runtuh seiring dengan sikap manis om Kenzo padaku.

Awalnya aku masih yakin kalau perasaan yang aku miliki untuknya, sama seperti perasaanku pada kak Nicho. Tapi sekarang, aku meyakini apa yang aku rasakan saat ini adalah rasa cinta.
Ya, aku mencintainya. Itu artinya aku akan terluka seperti kak Nicho suatu saat ini.

Bisakah aku sanggup untuk berpisah darinya.? Apa aku juga akan merasakan kehancuran yang serupa dengan kak Nicho.?
Aku bahkan tidak sanggup untuk sekedar membayangkan nya. Rasanya terlalu menyakitkan.

****


Kejadian semalam membuatku terus mengurung diri di kamar, sampai aku terus - terusan memikirkannya dan hanya membuat hatiku semakin sakit saja. Ternyata sangat menyiksa, diperhatikan oleh orang lain tapi tidak memiliki status yang jelas.
Karna hubungan kami hanya sebatas saling membutuhkan.

Siang ini aku memilih untuk mengajak Natasha dan Celina makan siang di resto.
Lebih baik aku berkumpul dengan mereka, dari pada aku terus memikirkan om Kenzo.

Aku mengendarai mobil ku untuk menjemput mereka satu persatu. Dengan alasan malas menyetir, mereka enggan pergi jika aku tidak menjemputnya. Dua gadis itu terkadang memang menyebalkan, tapi cuma mereka yang selalu ada untukku.

Mobilku masuk ke halaman rumah Celina, aku sengaja terus memencet klakson untuk memancingnya agar cepat keluar. Biar saja dia kesal.
Aku tertawa melihat Celina yang setengah berlari menghampiri mobilku. Dengan ekspresi wajah yang sudah pasti kesal karna ulah jahil ku.

Celina menggedor kaca mobil, aku langsung menurunkan kacanya.
"Dasar nggak punya akhlak kamu ya.! Dirumah ada kakak sepupu ku, hampir aja dia ngamuk,,," Keluhnya tersungut - sungut.

My SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang