19. Tanpa kabar

20.7K 538 2
                                    

"Pah,, Jeje nggak mau kuliah di luar negeri. Jeje mau kuliah disini aja." Tolak ku.
"Lagipula universitas disini juga tidak kalah bagus, aku bisa masuk di UI,,,"

"Ini demi kebaikan kamu Je. Nilai akademik kamu sangat bagus, papa bahkan sangat mudah mendaftarkan kamu di universitas ternama ini. Mau tidak mau, kamu akan tetap kuliah disana. Jangan membantah perintah papa,,"

Aku langsung menatap mama, mencoba untuk meminta pembelaan darinya. Agar mama mau membujuk papa supaya aku tidak kuliah di luar negeri.

"Mah,,, Jeje nggak mau." Ucapku dengan mata yang berkaca - kaca. Aku terus menggeleng pelan saat mengatakannya. Aku berharap mama bisa menolongku.

"Sayang,, tidak semua orang bisa masuk dengan mudah di universitas itu. Kamu juga harus menghargai keputusan papa. Kami juga akan tenang karna disana ada kakak kamu."

Mama sama saja.! Dia juga tidak bisa mengerti keinginanku. Bahkan tidak berusaha untuk mendengarkan apa yang aku inginkan. Mereka memaksakan kehendaknya, sama seperti yang mereka lakukan pada kak Nicho.

"Cuma kamu dan Nicho harapan papa. Kalian yang akan meneruskan perusahaan dan bisnis kami nanti. Itu sebabnya papa ingin kamu belajar di univesitas terbaik,,,"

Aku menatap papa tak suka. Hanya perusahaan dan bisnis saja yang terus mereka pikirkan. Apa tidak ada yang jauh lebih penting dari itu.? Kebahagiaan anaknya sendiri misalnya. Apa mereka tidak ingin melihat anaknya bahagia.?!
Aku mengepalkan kedua tanganku, menahan amarah yang selama ini aku pendam. Sampai kapan mereka akan terus seperti ini pada anaknya. Memaksakan kehendak sesuka hati.

"Apa hanya ada perusahaan dan bisnis saja di pikiran kalian.?! Papa dan mama tidak pernah memikirkan perasaan Jeje dan kak Nicho.! Kenapa kalian harus memaksakan kehendak pada kami.!! Sampai kapanpun Jeje tidak mau kuliah di sana.!!"
Badanku bergetar, ini pertama kalinya aku bicara dengan nada tinggi pada kedua orang tuaku. Juga menentang keputusan mereka. Selama ini aku selalu jadi anak penurut, mengikuti semua keinginan mereka.
Papa dan mama terlihat syok melihatku membentak mereka.
Aku beranjak dan berlari meninggalkan mereka.

"Jeje.!!!"
Aku tidak menghiraukan teriakan papa. Aku naik ke atas dan masuk ke kamarku dengan membanting pintu sekuat tenaga. Sengaja ku lakukan itu agar mereka mendengarnya. Mereka harus tau kalau aku juga bisa marah, tidak melulu sabar dengan keegoisan mereka.
Selama ini aku diam saat mereka tidak punya waktu untukku. Tapi aku tidak mau tinggal diam jika mereka memaksakan kehendaknya. Aku berhak menentukan jalan hidupku.

Aku mengunci pintu, segera berlari dan menghambur diatas ranjang. Aku terus menangis hingga merasa sangat lelah. Kebahagiaan yang baru saja aku rasakan, kini ikut luruh dengan air mata kesedihan.
Ini tidak adil.!! Aku baru saja merasakan indahnya hidup, kenapa harus lenyap secepat ini.
Jika aku tau akan seperti ini, aku akan memohon pada om Kenzo agar mengijinkanku lebih lama lagi berada di apartemennya.

"Om Ken,,,," Ucapku sambil terisak.

Aku sangat takut, takut jika harus mengakhiri kerja sama kami. Aku tau papa tidak akan merubah keputusannya. Apapun yang sudah keluar dari mulutnya, dia tidak akan menariknya lagi. Meskipun aku terus menolak dan memohon, itu tidak akan pernah merubah apapun.
Sama halnya dengan kak Nicho waktu itu. Dia memohon agar papa merestui hubungannya dengan cinta pertamanya, namun papa terus menentang. Dia menyuruh kak Nicho untuk fokus pada kuliahnya. Hingga kak Nicho harus kehilangan kekasihnya. Pada akhirnya dia memutuskan kak Nicho dengan alasan ingin cepat menikah.

Aku tidak kunjung keluar dari kamar sampai saat ini. Papa dan mama pun tidak berusaha untuk membujukku. Mereka membiarkan aku mengurung diri di kamar sampai semalam ini.
Mereka memang tidak peduli padaku, pada perasaanku. Kesedihanku bukan masalah bagi mereka, begitu juga dengan kebahagiaanku.

****

Tiga minggu berlalu,,,,

Aku melewati 3 minggu ini dengan hati yang kosong. Lebih kosong dari sebelum aku bertemu dengan om Kenzo. Rasa rindu pada om Kenzo membuatku sangat tersiksa. Di tambah dengan sikap mama dan papa yang terus membahas masalah kuliahku di luar negeri. Mereka benar - benar tidak peduli pada keinginanku.

Selama tiga minggu ini aku menahan diri untuk tidak menghubungi om Kenzo. Dia pun tidak memberikan kabar apapun padaku. Aku saja yang terlalu berharap, mana mungkin om Kenzo mengabari wanita simpanannya. Sedangkan mungkin saja selama dua minggu ini om Kenzo menghabiskan waktu bersama istrinya.

Sepulang dari sekolah, aku dan kedua sahabatku pergi ke cafe. Malam minggu ini mereka sedang free. Sugar daddy mereka sedang menghabiskan waktunya dengan istri masing - masing. Jadi Natasha dan Celina tidak mendapat kenikmatan malam ini.

"Malam ini ke club yuk Cel,,," Ajak Natasha penuh semangat.
Aku yang sedang menyeruput ice coffe, langsung menatap tajam pada Natasha.

"Tega banget kamu Nat.! Masa Cecel doang yang diajak.!" Protesku kesal.

"Sejak kapan kamu minat masuk ke club Je,,,?" Ledek Celina.

"Sejak diracunin sama kamu lah Cel.! Kamu nggak inget sekarang Jeje juga punya sugar daddy. Gara - gara kamu tuh,,," Natasha tak kalah membalas ledekan Celina.

"Kenapa jadi aku.? Kamu juga begitu,,,"

"Kalian apaan sih, malah ribut. Kan gara - gara kalian berdua.! Puas.?!!" Cibirku lalu tertawa.

"Tumben ketawa, biasanya cemberut gara - gara ditinggal si om yang entah kemana,,,"
Aku langsung diam setelah mendengar ucapan Natasha. Aku jadi ingat om Kenzo yang sampai sekarang belum menghubungiku. Biasanya setiap sabtu sore dia akan meminta untuk bertemu. Sedang apa dan dimana om Kenzo saat ini.? Aku sangat penasaran.

Aku paham om Kenzo bukan orang sembarangan, sangat terlihat jelas jika dia seorang pengusaha sukses. Wajar saja om Kenzo sangat sibuk dan tidak ada waktu untuk menghubungi sugar babynya.

***

Kami pulang kerumah masing - masing setelah makan di cafe. Kami bertiga sudah sepakat untuk bertemu di club jam 7 malam nanti.
Saat akan menaiki tangga, aku melihat banyak pelayan yang sedang sibuk di dapur. Ada mama juga yang terlihat serius berbicara dengan chef. Tumben sekali mama ada dirumah siang - siang begini. Biasanya dia baru akan pulang jika sudah menjelang malam.

Aku berlalu, tidak memperdulikan apa yang sedang mereka lakukan. Mungkin saja mama dan papa akan menyambut tamu penting untuk makan malam dirumah. Itu sudah biasa terjadi, makan malam bersama antara rekan bisnis.
Biasanya mama dan papa hanya akan mengundang tamu yang berpengaruh saja dalam dunia bisnis. Untuk menjalin kerja sama yang pastinya akan sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Aku mendudukan diri di atas ranjang, mengambil ponsel dari saku bajuku. Untuk kesekian kalinya aku mengecek ponselku, berharap ada pesan masuk dari om Kenzo.
Tidak ada.! Entah kemana laki - laki baik itu.
Enggan memikirkan hal yang hanya membuatku sedih, aku memilih untuk tidur siang. Agar aku kuat bergadang nanti malam bersama duo ABG girang.
Sepertinya aku juga sudah menjadi ABG girang seperti mereka. Sangat terbuai dengan cumbuan sugar daddy kami masing - masing, hingga membuat candu.

****

My SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang