"Nunggu Fajri ya?"
. . . .
Aku mengedarkan pandangan ke jalanan berusaha menebak tujuan selanjutnya. Perlahan mobil memasuki tempat ...
Eh, bentar.
Ini kok kayak di....
"Bang ini pemakaman?" Tanyaku menatap abang yang tersenyum sendu.
"Iya ini pemakaman. Tempat 'dia' beristirahat". Abang membuka seatbelt nya.
"Ayo keluar"Aku mengangguk.
Jadi orang yang membuat abang hari ini terlihat berbeda udah tiada?
Memilih mengekori abang sambil mengucapkan beberapa kalimat salam dan permisi dengan sopan tiap melewati gundukan kuburan.
Aku simpan semua pertanyaanku untuk abang. Menunggu bang Rafiq menjelaskan dengan sendirinya."Nah udah sampai de"
Aku masih memantau pergerakan abang yang berjongkok di samping kuburan dengan nisan bertuliskan ...
'Furqon?', batinku.
Nama lengkapnya terlihat familiar bagiku. Tak lama suara abang membuyarkan pikiran.
"Raqil, sini".
Aku menurut mulai menjongkokkan diri di samping bang Rafiq. Memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan abang, mulai dari mencabuti rumput liar hingga menyirami makam itu dengan air kemasan yang sempat abang bawa dari mobil. Tentu saja aku ikut andil membantu.Setelah itu hanya hening yang tercipta. Ingin bertanya namun di dahului oleh gerakan tangan bang Rafiq yang menyentuh papan nisan bertuliskan 'Furqon' tersebut.
"Hei. Apa kabar? Kali ini aku dateng sama adik aku, Raqil. Orang yang ingin kamu temui dari lama, maaf terlambat mempertemukan kalian, dan sekarang waktu yang tepat buat Raqil tau siapa kamu".
Mohon maaf bang. Tapi kenapa kok bawa-bawa nama aku?
Kenapa?
Ada apa?
Duh bikin penasaran terus nih bang Rafiq.Abang menengok ke arahku sambil mengulurkan tangan kanannya, tanda meminta buket bunga yang berada di pangkuanku. Aku memberinya. Sulit membaca ekspresi abang yang sekarang.
Asli ya, ini pertama kalinya abang gini, biasanya bang Rafiq itu ekspresif, mudah di prediksi apa yang ada dipikirannya.Sekarang itu aura abang berkesan tenang kalem, raut wajahnya tersenyum tipis, pancaran matanya terlihat sedih, aku bingung sebenarnya itu perasaan apa? Apa wajah berduka terlihat seperti itu? Atau lebih dari berduka?
Jawaban nya ,Mana aku tau.
"Ini bunga Daffodil khusus untuk kamu, kamu yang berhak mendapat rasa hormat dari aku yang menyedihkan ini. Aku akan menghormati kamu sampai kapanpun, forever". Sambil meletakkan buket bunga Daffodil itu abang tersenyum masih setia menatap papan nisan bercatkan warna putih.
Darimana bang Rafiq belajar kata-kata itu?
Oh, hari ini terlalu banyak kejutan.Karena rasa penasaran yang tinggi aku memberanikan diri bersuara.
"Furqon itu siapa bang?"
Sekejap abang menoleh, tatapan sendunya terlihat jelas."Furqon itu semestanya abang, Qil. Dia orang spesial yang abang ceritain ke kamu hari ini secara gak langsung. Mulai dari musik yang dia sukai, tempat yang sering dia kunjungi dan barang favoritnya, bunga - ", seolah tak peduli dengan tanah yang akan membuat celananya kotor, abang mendudukkan dirinya di atas tanah dan melanjutkan. "- Singkatnya Furqon ini sahabat abang yang berubah status jadi pujaan hati abang". Bang Rafiq menatapku dan tersenyum.
"Abang sengaja ngajak kamu kesini karena salah satu keinginannya itu pengen ketemu sama kamu, de"
Aku beralih menatap nisan bertuliskan Furqon itu, oh, apa aku tambah embel-embel abang?
Abang Furqon?
KAMU SEDANG MEMBACA
For him
RomanceF a j r i x R a q i l ⚠ W A R N I N G ! ! ⚠ Cowok doyan cowok Homophobic? Jangan bandel baca | 5 Mei 2020 - |