[12] Perubahan Berhadiah

8.2K 1K 178
                                    

"Jangan manyun, pengen gue cium?"

. . . .

"Urang pulang ya. Dadah"

"Iya, hati-hati di jalan, An"

Usai Dian pamit dan melambaikan tangan, aku menutup kembali pagar rumah.

Saat hendak membalikkan badan, tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perutku. Aku memberontak saat tau siapa pelakunya, bukannya terlepas tapi pelukannya semakin erat. Aku ingat betul, masih ada satu manusia di rumah ini.

Cih, bangsat.

Apa maksudnya coba?

Aku risih lah, dimana Fajri usil meluk dari belakang, dengan keadaan masih berdiri di depan pagar.

Kalo ada yang lewat dan liat gimana?

"Ngapain sih Faj? Lepas ah"

Aku bisa mendengar hembusan nafas Fajri menerpa telinga kiriku.

"Menurut lo, kalo gue suka sama lo gimana?", bisiknya seduktif.

Suaranya berubah.

Nggak kayak biasanya, sekarang lebih kedengaran errrr- seksi ?

Aku membalikkan badan dan langsung mendorong bahunya kuat-kuat sampai Fajri terhuyung ke belakang.

"Jangan aneh-aneh"

Memang, semenjak Fajri sampai dirumah buat main bareng, dia bertingkah aneh, sering menjahiliku dan sesekali menggodaku. Dian juga ikutan bingung waktu liat tingkah Fajri yang nempel terus ke aku.

Ada apa ya?

Terus apa maksudnya ucapan dia tadi?

Aku yang sudah terbebas dari pelukan Fajri mengambil langkah masuk ke dalam rumah. Abang belum pulang kuliah. Otomatis di rumah sekarang hanya ada aku dan Fajri.

Dian pulang duluan karena ada telepon dari ibunya, katanya ada temen dia yang tiba-tiba datang kerumah Dian. Pas aku nanya siapa, Dian jawab, "Farhan".

Nah loh.

Ada apa dengan mereka?
Bahkan aku baru tau kalau mereka -Dian dan Farhan- sedekat itu. Dian gak pernah cerita.


Oke kembali ke laptop.

Aku memutuskan duduk di sofa sambil menyalakan tv. Tak lama, Fajri duduk disebelahku setelah menutup pintu rumah.

"Gue serius, dut"

"Aku bukan badut, Faj"

"Tapi lo memang mirip badut"

"Kalo masih gini mending pulang aja"

Aku menggeser pantatku untuk duduk menjauh dari Fajri.

"Gue serius, gue punya rasa ke lo", ucapnya sambil mendekat. Semakin Fajri mendekat semakin pula aku bergeser menjauh.

"Aku gak ngerti -"
" - Rasa apa? Rasa coklat? Rasa stroberi? Rasa pisang?", sungguh aku hanya ingin mengalihkan pembicaraan ini.

Aku akui ini sangat mengejutkan. Seorang Fajri murid baru yang menjadi idola para siswi di sekolah bilang menyukaiku.

Apa ini lelucon?

Apa Fajri gay? Hufft-- aku gak mempermasalahkan orientasi seksual orang, dan aku juga bukan homophobic. Namun aku hanya terkejut mendengar pengakuannya tadi.

"Kamu gay?", aku memberanikan diri.

"Gak. Gue cuman tertarik sama lo doang", jawabnya sambil terus mendekat, aku pun semakin menjauh. Semakin lama bergeser, semakin berada di ujung sofa. Itu loh ujung sofa yang ada pegangannya, nah aku udah mentok sampe situ gak bisa geser lagi.

For himTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang