[26] Wallpaper

2.6K 346 70
                                    

"Saya Fikhar."

. . . .

"Kenapa gak bilang dulu kalau mau otw? Aku kan nungguin. Jadi saling nunggu kan." Aku sedikit berteriak karena kita masih di jalan.

"Pegangan yang erat, Qil." Teriak Fajri.

"Heh aku nanya malah dijawab apa." Sambil mempererat pelukan karena Fajri bawa motor ngebutnya naudzubillah.
Padahal jarak rumah aku sama rumah dia gak terlalu jauh, ngapain ngebut coba?

Emang kesannya dari dulu Fajri sombong, ingin pamer kalo jago bawa motor gitu. Hih !

.

.

.

"Jadi, ada apa lagi?" Tanyaku to the point.

Kalau aku diajak main ke rumahnya, pasti ada sesuatu.

Fajri yang baru turun dari motor menjawab,
"Ada yang mau aku tunjukin sekalian ada yang mau kenalan."

"Eung? Siapa yang mau kenalan?"

Fajri dengan santainya melepas helm yang terpasang di kepalaku, aku terdiam, menunggu jawaban.

"Ayah."

Kerutan meghiasi dahiku.
Lagi-lagi Fajri memberi kejutan yang sungguh... sungguh luar biasa.

Sekali aja bisa ga sih ngobrol dulu?
Main dadakan gini tidak baik untuk jantung hey.

"Gak usah tegang gitu. Ada aku."

"..."

Ya terus? Kalo ada kamu memangnya kenapa Faj?

"Gak usah manyun, nanti aku cium."

"Heh enak aja."

"Ya udah sini, udah ditungguin," Fajri menggenggam tangan dan menuntunku masuk ke dalam rumahnya.

Jujur, hati sedang heboh ber-disco. Membayangkan sosok ayah Fajri seperti apa dan apa yang bakal terjadi.

Ketika masuk rumah, orang pertama yang menyambut aku adalah om Elda. Senyumnya om Elda selalu sukses bikin aku luluh. Manis banget sumpah. Masih dengan tatapan kagumku ke om Elda, terasa juga genggaman Fajri semakin erat. Aku menoleh dan malah mendapatkan wajah sinisnya, cemburu kah?
Alhasil aku tersenyum tipis dan kembali menetralkan ekspresi.

Sesampai di meja makan, aku bisa melihat sosok kak Devan duduk dengan tegapnya. Mungkin karena di sekolah aku liat dari kejauhan, sekarang dari deket ternyata kak Devan ganteng juga. Di sebelah kak Devan ada Divnan yang menatapku dengan penuh binar (?). Aku sampai takut dimakan hidup-hidup dengan tatapannya.

Om Elda mempersilakan aku duduk, di ikuti Fajri disampingku. Indahnya pemandangan di meja makan ini, banyak menu favoritku.

"Udah lama kita mau ngajak Raqil makan malam bareng. Baru kesampaian sekarang." Om Elda memulai percakapan.

Aku tersenyum, "Ah iya om, makasih udah repot-repot ngajak Aqil."

Aku bisa melihat Fajri tersenyum. Fyi, genggaman tangan dia belum dilepas sama sekali. Aku tarik tanganku dari genggamannya malah diambil lagi, heran. Kerap kali aku juga mencuri-curi pandang ke arah kak Devan yang kalem dan Divnan, takut kepergok.

"Tunggu ya, ayahnya Fajri sebentar lagi gabung. Lagi beresin urusan kantor."

Aku mengangguk.

Berbagai obrolan sudah terlewatkan, mulai dari om Elda, kak Devan dan Divnan. Tak terasa kita cepat akrab satu sama lain. Tapi yang perlu diwaspadai itu Divnan, tatapannya mengerikan :)

For himTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang