"Mau urang peluk? Biar gak kedinginan"
. . . .
"Gue awalnya naik motor. Iya deh gue ngaku, tadi sempet ketemu berandal abal-abalan - "
Waw, for the first time Fajri bercerita.
Aku mendengarnya dengan khusyuk.
" - tiba-tiba motor gue oleng karena ada yang nendang bagian samping motor gue sama dua orang yang bawa motor juga, dan gue jatoh dari motor. Gue lawan lah karena salah satu dari mereka secepat kilat ngambil alih motor gue. Eh gue dikeroyok, ternyata ada kawanan-nya ditempat gue jatoh. Untung ada emak-emak yang nyamperin sambil bawa cangkul. Mereka kabur ujung-ujungnya", jelas Fajri panjang lebar.
"Lah terus motor sama helm kamu?"
"Ya mereka kabur sambil bawa motor gue. Terus gue gak pake helm, males, lagian jarak rumah gue ke rumah lo deket, gak usah lewat jalan raya. Tapi gue bersyukur, karena ada emak-emak bar-bar yang bantuin gue"
Lah si anjay, ngakak.
Masalahnya ngakak karena si Fajri ini malah kalem gitu. Padahal motornya di bawa kabur.
Dan aku dapat satu fakta tentang Fajri, rumahnya berarti di daerah sini. Ok.
"Turut berduka cita ya. Terus gimana?", tanyaku.
"Gimana apanya?"
"Ya, hemm, itu, apa ya.. oh iya, kenapa kamu santai gitu? Gak takut dimarahin ortu kamu?"
Hening.
Cih.
Eh Fajri malah pergi dan ngebuka pager tanpa ngejawab pertanyaan dari aku.
Yaudah lah, kumaha Fajri weh.
Bodohnya aku baru nyadar cara jalan Fajri beda, terlihat sedikit pincang. Mungkin efek jatuh dari motor.
Kemana saja aku?
Sampai gak merhatiin dari awal Fajri dateng.
Jadi selama ini fokusku itu kemana?Sudahlah.
Sampai di depan pager Fajri balik badan dan ngomong,
"Gue santai karena masih punya banyak motor yang kek gitu -"
" - ah, satu lagi, ortu gue gak akan marah dan gak akan pernah mau tau"
Usai menjawab pertanyaan, Fajri beranjak dari depan rumahku.
Aku yang mendengar jawabannya cuman bisa speechless.
'Sombong', ngebatin.
Tapi kalimat terakhir dari Fajri, tidak bisa aku cerna dengan baik.
.
.
.
.
Semilir angin pagi menerpa tubuhku yang tinggi.
Aku tinggi, iya tinggi.
Setidaknya 170 cm itu cukup tinggi untukku.
Tapi kalau berhadapan dengan Fajri, aku serasa kecil di depannya.
Tinggi Fajri terlihat sekitar 180 cm. Mungkin. Atau mungkin 178 cm?
Entahlah. Intinya, dia lebih menjulang dibanding aku.
Bongsor untuk ukuran kelas 2 SMA.
Bahkan tinggi abang Rafiq yang 183 cm kalau berdiri disebelah Fajri hampir sepantaran.
Udah ah, urang sensitif kalau ngebahas ini.
Ulang ah.
Semilir angin pagi menerpa tubuhku.

KAMU SEDANG MEMBACA
For him
Любовные романыF a j r i x R a q i l ⚠ W A R N I N G ! ! ⚠ Cowok doyan cowok Homophobic? Jangan bandel baca | 5 Mei 2020 - |