[20] Ragu ; Rasa Sialan

6.8K 861 155
                                    

"Aku cinta kamu, Aqil"

. . . .


"Faj, ini rumah kamu?"

"Bukan, rumah ortu aku"

"..."

"Kenapa?", tanya Fajri.

Ya bener sih, tau kok kalau ini rumah orang tuanya. Sama kayak aku, rumah yang aku tempatin selama 16 tahun itu milik bunda dan papah. Iya aku ngerti, tapi kok kesel ya? Jawaban Fajri bikin aku gregetan gak karuan.

Rumah Fajri lebih besar dari rumah aku. Kalau aku punya halaman yang luas, Fajri punya bangunan rumah yang luas. Baru nyampe garasi nya aja sudah disuguhi dengan berbagai macam motor, iya hanya ada motor aja. Aku tau itu motor apa aja, karena ini terlalu familiar untuk-ku. Kayaknya Fajri ini maniak R. Liat aja mulai dari R15, R6, R1M, RRRRRRRR yang lainnya. Dia maniak R atau maniak Yamahut? Btw, ini garasi rasa basement.

Apakah ini milik Fajri?

Apakah Fajri anak sultan?

Eh tunggu.

'R semua ya? R, hmm, Raqil. Anjayy bisa kebetulan', batinku yang udah kemana-mana a.k.a ngawur.

"Faj, motornya banyak. Ini punya kamu semua?", tanyaku sambil menyusuri satu persatu motor setelah memberi helm ke Fajri. Ada lima, iya, lima motor terjajar rapi. Ditambah sama motor yang baru Fajri parkirin jadi enam dong. Eh, yang waktu itu juga kan keitung, iya, motor yang sempet dibawa kabur sama berandal abal-abalan. Jadi ... TUJUH ?!

Aku menganga dan menutup mulutku dengan tangan kanan. Tapi boong.
Aku cuman melotot terkejut, ga ada reaksi yang berlebihan a.k.a lebay.

"Bukan. Itu hasil nyolong, punya ayah aku", jawab Fajri datar.

Aku menoleh ke arahnya, menatap tak percaya. Tak lama Fajri yang membuka jaketnya langsung terkekeh ketika aku mengkerutkan kening dan menatapnya tajam.

"Kamu kenapa? Kalo kayak gitu jadi mirip monyet versi unyu"

Aku langsung merubah raut wajahku setelah mendengar penghinaannya. Dulu di katain badut, sekarang di bilang mirip monyet. Kurang ajar banget. Masa disamain sama hewan :(
Padahal kan aku ganteng. Sebelas dua belas sama Troye Sivan. Lah ini malah di bilang mirip monyet, mata Fajri bermasalah gitu ya? Apa perlu aku bawa ke dokter mata?

"Bangke. Udah ah males", aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru, "Rumah kamu sepi. Pada kemana?", lanjutku.

"Kabur mungkin", Fajri tiba-tiba menggenggam tanganku dan berjalan keluar garasi.

Hadeuh, aku tuh nanya-nya serius. Jawabannya juga harus serius dong. Gamau ambil pusing, aku ngikutin Fajri aja. Terserah dia mau bawa aku kemana, canda deng. Dia bawa aku masuk rumahnya, ternyata di dalem rumahnya itu ... biasa aja, tapi boong. Keren, satu kata untuk menggambarkan isi rumah Fajri. Ya, keren. Sepertinya memang benar Fajri anak sultan.
Astaghfirullah lupa, belum ngucapin salam. Alhasil aku mengucapkan salam sebelum sampai tangga.

"Telat. Udah masuk ini malah baru salam", Fajri berhenti jalan dan menatapku datar.

Heh, lagian salah Fajri. Daritadi nyeret aku mulu, jalan mulu tanpa ngingetin. Dan asal kamu tau ya Faj, waktu itu juga kamu pernah kayak gini. Bahkan lebih parah dari aku. Belum di izinin belum apa malah langsung nyelonong masuk rumah orang.

Sok, lebih parah yang mana? Aku atau Fajri? Jelas Fajri lah.

"Mirror please", ucapku ketus.

"Ada yang mau ngaca?"

For himTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang