17. Hujan

209 21 15
                                    

Ditengah lebatnya hujan mengguyur bumi tak membuat perempuan bernama Memi itu berteduh. Ia bahkan memejamkan matanya menikmati setiap rintikan hujan yang membasahinya. Jika dilihat sekilas mungkin tampak seperti seseorang yang sedang menikmati hujan.

Namun sebenarnya, Memi sedang menumpahkan kesedihan yang selama ini ia rasakan. Kesedihan yang begitu menyesakkan.

"Kenapa ini begitu menyesakkan. Semua yang kuinginkan tak pernah ku dapat. Kenapa aku harus merasakannya" lirih Memi sesegukan. Memi terduduk di tanah.

Ia mengepalkan tangannya bermaksud mengumpulkan kesedihan yang selama ini ia pendam.

Kepalan tangan Memi terbuka begitu ia tidak merasakan hujan membasahinya lagi. Ia mendongakkan kepalanya. Tatapannya bertemu dengan tatapan datar milik orang yang telah membuatnya tergila-gila, Hirate Yurina.

Techi menjulurkan tangannya. Dengan ragu Memi menerima tangan Techi. Perlahan Memi mulai berdiri. Techi menyerahkan payung ditangannya pada Memi. Matanya mengisyaratkan untuk menyuruh Memi untuk menerima payung tersebut. Dan Memi pun menerimanya.

Setelah itu Techi melepas jas blazer nya dan dipakaikan pada Memi. Sehingga menyisakan kemeja putih yang melekat di tubuh Techi. Tangan Techi tergerak mengusap air yang berada di pipi Memi. Entah itu air mata Memi atau air hujan.

Mendapat perlakuan tak terduga dari Techi membuat Memi membeku. Techi tersenyum tipis.

Setelah itu ia menjauh dari Memi.

"Hirate" Techi berbalik dan menatap Memi. Memi menatap bingung Techi yang sudah diguyur hujan.

"Kau..."

"Itu sebagai tanda terimakasih ku. Jika saja kau tidak menyelamatkan ku kemarin mungkin aku sudah berada dirumah sakit"

Techi berbalik namun ia kembali menatap Memi "Hujan bukan solusi terbaik untuk membagi kesedihan. Malahan itu akan membuatmu menjadi sakit. Apapun penyebab kau bersedih. Aku yakin itu juga yang akan membuatmu bahagia" Techi tersenyum tipis "Sampai jumpa"

Memi menggenggam erat payung dari Techi "Itu artinya kau akan membuka hatimu untuk ku Hirate" gumam Memi pelan dengan senyum mengembang. "Aku tidak akan menyerah" tegas Memi. Memi mencium aroma Techi yang berada di jas blazernya. Senyumnya semakin mengembang.

"Sepertinya aku harus pulang. Tubuhku menggigil" gumam Memi sambil melangkahkan kakinya.

***

"Hikaru kau kenapa?"

Ten menahan tangan Hikaru. Namun Hikaru langsung menggerakkan tangan Ten.

"Apaan sih" ketus Hikaru.

Lagi-lagi kalimat itu yang keluar dari Hikaru. Sehingga Ten jadi frustasi dibuatnya.

"Kau kenapa berubah akhir-akhir ini Run. Seandainya ada masalah ngomong jangan ngehindar"

"Sudah kubilang aku sibuk Ten"

"Sibuk apa hah. Sibuk menghindar" sindir Ten.

Hikaru diam.

"Run" panggil Ten sambil menyentuh bahu Hikaru. Lagi-lagi Ten mendapatkan perlakuan yang tidak ia inginkan.

Ten tersenyum getir "Apa aku sehina itu sampai-sampai kau tidak mau aku sentuh" lirih Ten.

Hikaru terenyuh. Bukan itu maksudnya tapi kata-katanya seakan tidak ingin keluar dari mulutnya. Ia hanya bungkam.

Ten hanya bisa tersenyum miris karena Hikaru hanya diam saja.

Ten berusaha tersenyum "Baiklah jika itu yang kau mau. Mulai dari sekarang aku tidak akan mengganggumu lagi"

'Tidak. Tidak. Ten jangan' teriak Hikaru dalam hati.

Kataomoi : Kakusareta kimochiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang