Neru membuka matanya. Ia melirik ke samping.
Kosong.
Neru bangun dari ranjangnya. Matanya menyusuri setiap inchi ruangan yang ia tempati. Ia berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi sembari menguncir asal rambutnya. Neru membasuh wajahnya.
Berselang beberapa menit Neru keluar dari kamar mandi. Kakinya membawanya melewati lorong-lorong dan menuruni anak tangga demi anak tangga.
Ceklek
Pintu vila itu terbuka lebar. Kakinya kembali membawanya mengelilingi villa tersebut. Neru tiba-tiba saja berhenti begitu melihat seseorang tak asing yang duduk di salah satu ayunan. Sudut bibirnya terangkat.
Neru mendekati orang itu dan ikut duduk di ayunan yang lainnya.
Mendengar suara decitan membuat orang itu menoleh ke sampingnya.
"Bagaimana tidurmu?"
"Nyenyak sekali, apalagi satu ranjang denganmu"
Orang itu lantas tertawa.
Hening
Tidak ada yang bersuara selain ayunan yang di mainkan oleh Neru. Suara decitan itu menemani keheningan yang terjadi diantara mereka berdua.
"Neru"
"Apa?" balas Neru tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Apa yang akan kamu lakukan jika aku tiada?"
Neru tiba-tiba saja berhenti bermain. Ia menatap seseorang yang menemani setiap harinya.
"Kenapa kamu tiba-tiba saja bertanya gitu?"
Orang itu menoleh "Tidak ada. Aku hanya ingin tau saja" balasnya dengan senyum tipis.
Neru menyenderkan kepalanya di tali ayunan yang ia pegang "Aku akan ikut denganmu"
"Kenapa?"
"Ya lagian buat apa juga aku hidup jika tidak ada kamu. Mending aku ikut mati saja denganmu daripada kehilangan— aww"
Tuk
Neru meringis kesakitan karena orang disampingnya menyentil dahinya.
"Bodoh"
"Kenapa kau menyentil ku?" sentak Neru tak terima.
"Karena kamu itu bodoh" umpatnya lagi.
"Bodoh kamu bilang" Neru tersenyum masam "sepuluh tahun Techi! Sepuluh tahun!! Selama itu aku terus berdoa agar kamu bisa membuka matamu dan bisa melihat ku lagi. Dan seenaknya kamu bilang gitu" air mata telah membasahi pipi chubby Neru. Kepalanya geleng-geleng tidak terima "Aku sakit Techi. Sakit membayangkan jika kamu meninggalkanku. Aku benar-benar sakit"
Neru terisak-isak "Jika kamu mati lebih baik aku ikut mati saja. Apa ada gunanya aku hidup, jika seseorang yang aku cintai menghilang. Aku benar-benar—"
Pelukan dari seorang yang kita kenal sebagai Techi membuat Neru tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia semakin menenggelamkan wajahnya dada Techi.
Techi mengusap rambut Neru "Kamu ini benar-benar bodoh Neru" setelah mengatakan itu Techi meringis karena perutnya tiba-tiba saja di cubit oleh Neru.
Ia terkekeh.
Setelah cukup lama Neru di pelukan Techi, ia perlahan mulai tenang. Tapi Neru masih setia berada di pelukan jodohnya.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Hm?"
Neru melepaskan pelukannya dan menatap manik mata Techi "Apa yang akan kamu lakukan jika seandainya aku tiada?"
Techi tampak berpikir "Hmm apa ya?"
"Kan. Kamu sendiri saja tidak tau harus melakukan apa, tapi sok sok an ngomong kayak gitu" ujar Neru sebel. Ia berdiri dari ayunan dan membelakangi Techi sangking kesalnya.
Techi terkekeh. Ia berdiri dan mendekati Neru dan memeluknya.
"Yang pastinya aku tidak akan melakukan hal gila sepertimu" ujar Techi pelan.
"Kenapa?" tanya Neru yang masih sebel.
"Itu semua karena Karin" alis Neru terangkat mendengar jawaban Techi, tapi ia tetap diam dan membiarkan Techi menyelesaikan kalimatnya "malaika kecil yang menyempurnakan rumah tangga kita. Karena dia hubungan kita jadi lebih berwarna" Techi semakin mengeratkan pelukannya "aku tidak ingin Karin kehilangan kasih sayang sedikitpun meskipun salah satu diantaranya kita sudah tiada"
Neru berbalik. Kedua tangannya mengusap pipi Techi dan tersenyum.
"Aku benar-benar bersyukur bisa jadi bagian hidup kamu. Perhatian dan kasih sayang kamu membuat aku jadi semakin yakin bahwa aku gak pernah salah memilihmu" tutur Neru.
Techi tersenyum tipis.
"Apapun yang terjadi aku akan selalu berada di samping Karin"
Techi memeluk Neru dan di balas olehnya.
Aku janji apapun yang terjadi aku gak akan pernah mengacuhkan Karin.
....
"Ma"
Neru mengalihkan perhatiannya. Ia menatap Karin. Terlihat jelas raut wajah khawatir yang tercetak jelas di wajah Karin.
"Ma, are okay?" tanya Karin karena Neru sedari tadi masih diam.
Bibir pucat Neru membentuk lengkungan kecil "Mama gak papa"
"Are you sure?"
Neru mengangguk "Mama baik-baik aja sayang. Kamu gak perlu khawatir" balas Neru sembari mengelus pipi Karin.
Karin memeluk tubuh kurus Neru 'Maafin Karin ma. Karin belum bisa jadi anak yang berguna buat mama'
....
"Ma! Mama! Mama dimana ma?" Karin mencari Neru seisi kamarnya namun tidak mendapati Neru dimana pun.
Karin jadi cemas jika terjadi sesuatu pada mamanya. Kakinya bergerak cepat menuruni anak tangga. Ketika ia menoleh ke arah dapur, seketika Karin menghela nafas lega karena melihat Neru.
Karin mendekati sang mama yang sibuk memasak di dapur.
"Ma"
Neru menoleh dan tersenyum lembut "Kamu udah bangun ya. Karin duduk aja dulu bentar lagi masakan mama jadi"
Ada rasa senang dalam diri Karin melihat Neru tidak setepuruk sebelumnya tapi ia juga sedih karena masih belum dapat kabar dari sang mami.
Berselang beberapa menit Neru pun selesai. Ia menyajikan sarapan yang ia buat.
"Nih buat kamu, mama masakin nasi goreng spesial"
Karin tersenyum lebar "Makasih ma"
Neru pun ikut tersenyum, ia mengusap kepala Karin dengan sayang "Makan yang banyak ya"
Karin mengangguk.
Neru pun duduk di kursi si depan Karin dan ikut menyantap sarapan yang telah ia buat.
Di tengah-tengah sarapan, bel rumah tiba-tiba saja berbunyi. Karin yang hendak berdiri di cegah oleh Neru.
"Biar mama aja. Kamu lanjut aja makannya"
Neru berdiri. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
Ceklek
Pintu terbuka dan menampakkan seseorang yang berdiri membelakanginya.
"Maaf. Cari siapa ya?"
Begitu orang itu berbalik, Neru mematung di buatnya. Ia tidak bisa berkata-kata begitu tau siapa orang itu.
Orang itu tersenyum. Senyuman yang amat Neru rindukan "Aku kembali, Neru"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kataomoi : Kakusareta kimochi
AcakSekuel Kataomoi Berawal dari tak sengaja menemukan buku diary seorang gadis misterius. Sehingga membuat Karin ingin semakin mengenalnya. Bahkan tanpa sadar Karin memperhatikan gadis itu. Lama-kelamaan tumbuh perasaan yang tidak ia mengerti. Karin me...