LIMA

1.1K 141 3
                                    

Jangan lupa follow biar nggak ketinggalan kalo aku up + Vote ya.... makasiii:)

Ig : Itsskuyyymiaaa
Wp : UkhtyMuslimah758

*^*^*

Tukeran posisi, yuk! Katanya hidup di diri gue enak. Coba gantian sebentar, rasain gimana jadi gue

-Alenia

Mama? Papi?

Yang melempar botol kaca itu adalah mereka berdua. Matanya memandang nanar ke arah atas. Sekali lagi Alenia bilang bahwa ini biasa terjadi padanya.

Alenia membungkuk, memungut satu-persatu pecahan kaca yang dihasilkan dari botol kaca itu.

Alenia boleh nangis nggak, sih? Kayaknya capek banget nahan semuanya. Berpura-pura bodoamat dan tidak peduli pada sekitar ternyata semengerikan ini. Ia pikir, semua akan jauh lebih tenang jika dia bungkam. Namun ternyata pikirannya selama ini salah. Ia juga perlu menangis, 'kan?

Entah kapan, papi dan mama tirinya berdiri tegak di depannya. Dengan kedua tangan di silangkan. Wajah mereka tidak terlihat ramah.

"Bagus, ya! Bagus! Udah bisa pulang malam. Mau jadi apa? Pelacur? Anak nggak tau diri, udah diurus, dikasih rumah, dikasih segalanya tapi malah jadi gini," tuduh Rose. Satu tangannya menarik Alenia, menjadikannya berdiri. Lalu, dengan keras menampar pipi gadis itu. Suara tamparan sekali lagi terdengar menggema. Tadi pipi kanan Alenia, sekarang berpindah pada pipi kirinya.

Alenia baru sekali pulang malam, apakah pantas dikatakan seorang pelacur? Bukannya terlalu kejam?

Tak ingin menambah masalah lagi, Alenia berusaha meminta maaf."Maaf, Ma. Maaf, maaf," mohon Alenia membungkuk meminta maaf.

"Papi kecewa sama kamu Alen. Papi pikir kamu bisa dewasa dalam segala hal," bentak Davion marah.

Alenia menegakan tubuhnya kembali, menjadikan arah pandangan ke Devion. Alenia menatap papinya dalam dan penuh luka. "Kapan Papi pernah bangga sama Alen? Bukannya selalu marah dan kecewa, ya?"

Alenia tidak tahan lagi. Baru kali ini ia menjawab papinya.

Davion semakin murka terhadap putrinya. Ia menarik baju Alenia kemudian mendekatkan wajahnya pada gadis yang sudah basah dengan keringat dan air mata itu.

"KURANG AJAR!" teriaknya.

Dua tamparan tepat sasaran terkena wajah merah Alenia akibat tamparan dari Rose beberapa menit lalu. Sekarang, Davion yang ikut menamparnya.

"Tampar lagi, pi! Lampiaskan semua kekesalan papi sama Alen. Bukannya sejak dulu itu yang papi lakuin ke Alen. Alen bahagia menderita. Alen udah kebal sama tamparan, pukulan, hinaan, bahkan sama gangguan mental yang Alen punya."

Davion melepaskan Alenia hingga tersungkur ke tanah. Celana Alenia robek dibagian lutut akibat bergesekan bebatuan tajam. Perih, mungkin juga luka.

Davion dan Rose masuk, meninggalkan Alenia sendirian di depan rumah.

Tanpa berniat bangun, Alenia menggenggam tanah dengan kedua tangannya. Mencengkam erat tangannya sendiri. Menangis sejadi-jadinya. Biarkan orang lain tau kalau dia lemah. Alenia capek seperti ini.

Catatan Alenia  [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang