12

3.1K 595 35
                                    

Dentuman air yang jatuh berliter-liter banyaknya, menjadi alunan alami yang mendominasi tempat dimana Ellysha dan Rai tiba. Bebatuan kecil memenuhi tepian, dengan hutan lebat yang mengelilingi.

"Kemarin danau, sekarang air terjun. Sebenarnya apa sih mau mu?" gerutu Ellysha dengan wajah ditekuk. Gadis itu melipat kedua tangan di depan dada. Pandangannya lurus ke arah Rai yang sedang menikmati suasana damai itu.

Mata Rai yang semula dipejamkan, kini mulai terbuka perlahan. Kepalanya menoleh pada Ellysha yang masih saja menekuk wajah. "Kupikir kau akan terus jadi pendiam," ujar laki-laki vampir itu dengan sebuah senyum tipis.

Ya, setelah pembicaraan yang terjadi beberapa jam yang lalu, Ellysha memang jadi sangat pendiam. Mulut gadis itu rasanya seperti diberi lem perekat yang sangat kuat, hingga amat sulit untuk dibuka.

Tanpa menjawab pertanyaan Ellysha, Rai mulai melangkah mendekati air terjun di depannya. Rai berjongkok begitu kakinya sudah berhadapan dengan air segar yang baru saja jatuh di atas tebing tinggi. Sebelah tangannya terulur hendak menyentuh air itu.

"Kau tahu?" Rai mulai menoleh pada Ellysha. "Di setiap dunia, pasti memiliki telaga kesucian. Telaga yang dapat melepaskan segala macam jenis segel. Begitu pula dunia manusia."

"Tunggu dulu, maksudmu air terjun ini merupakan telaga kesucian?" Ellysha bertanya heran.

Rai tertawa pelan kemudian menggeleng. "Aku bilang telaga, bukan air terjun."

Ellysha memasang wajah cemberutnya mendengar kalimat Rai barusan. Ia tahu telaga dan air terjun itu berbeda, tapi kan Rai menjelaskan tentang telaga itu tepat di depan air terjun. Jadi, jangan salahkan Ellysha jika ia sampai salah paham.

Rai kembali tertawa melihat wajah cemberut Ellysha, membuat Ellysha yang melihatnya menatap heran. Entah kenapa, Rai jadi mudah tertawa akhir-akhir ini. "Apa itu memang sifat aslinya?" Ellysha membatin heran.

"Lebih tepatnya, telaganya ada di belakang air terjun itu." Rai yang sudah menghentikan tawa, menunjuk lurus air terjun di depannya. Tidak, lebih tepatnya sesuatu yang ada di balik air terjun itu.

Tatapan Ellysha mengikuti arah telunjuk Rai. Matanya memicing hendak melihat sesuatu yang ada di balik tirai air di depannya. Namun sayang, tirai itu terlalu tebal untuk dapat Ellysha terawang.

Gadis itu berdecak pelan. "Lalu, apa kita akan masuk ke sana?" Ellysha menatap tanya Rai yang ternyata memang sedang menatapnya. Tidak, lebih tepatnya kalung yang ada di leher Ellysha.

"Ya." Rai menjawab singkat masih dengan tatapan yang tak teralihkan dari kalung Ellysha. Entah apa dipikirkan Rai, Ellysha tidak tahu.

Ellysha diam sejenak, hendak menebak arti dari tatapan Rai. "Jadi ... apa tujuanmu membawaku kemari untuk melepas segel di kalung kita?"

Tatapan Rai perlahan mulai beralih pada Ellysha yang sedang memasang ekspresi rumit. "Hebat sekali!" seru Rai dengan senyum merekah. "Kau bisa langsung menebaknya jika kalung itu tersegel."

Ellysha memutar bola matanya malas. "Kau baru saja berbicara tentang segel, lalu tatapan matamu yang terus mengarah pada kalungku, kurasa anak kecil pun dapat menyimpulkannya."

Kedua alis Rai terangkat. "Oh benarkah? Kalau begitu, cerdik sekali anak kecil itu," ujarnya dengan tampang sok polos.

Ellysha mendengus kesal mendengar kalimat Rai yang terdengar seperti menyindirnya. "Sudahlah!" Ellysha mengibaskan tangannya. "Jadi, bagaimana caranya kita ke belakang air terjun itu? Kau tak berniat menyuruhku berenang kesana, kan?" Ellysha menatap curiga Rai.

"Oh! Apa kau tak bisa berenang? Mau aku gendong?" tawar Rai dengan senyum yang mengembang. Laki-laki vampir itu menatap berbinar Ellysha.

Namun, agaknya Ellysha sudah terlalu lelah untuk mengajak Rai berkelahi. Gadis berkulit pucat itu lebih memilih memasang tatapan dingin. "Sekarang, kau jadi jauh lebih menyebalkan daripada dulu," ujar Ellysha datar masih dengan tatapan dinginnya. Gadis itu berjalan mendekati air lalu melompat ke dalam sana. Kedua tangan dan kakinya digerakkan, hendak berenang mendekati air terjun.

Senyum di wajah Rai memudar, laki-laki vampir itu menatap datar kepergian Ellysha. Tak lama terdiam, akhirnya Rai ikut melompat ke dalam air, menyusul jejak Ellysha yang kini sudah tiba di tempat tujuan.

***

Di sebuah ruangan luas yang amat mewah, dengan banyak ornamen emas dan kristal menghiasi, Iriana tampak sedang membungkuk hormat di atas karpet merah.

Beberapa meter di depannya, seorang wanita bermahkota mewah duduk di kursi yang tak kalah mewahnya. "Kau yakin ini kalung yang asli?" tanya wanita itu seraya memandangi kalung yang ia pegang. Suaranya tak terlalu kencang, tapi tetap terdengar tegas.

"Tentu, Yang Mulia." Iriana menjawab mantap. Namun, masih dengan kepala yang menunduk hormat. Sudut-sudut bibirnya terangkat.

Ya, tentu saja itu kalung yang asli. Iriana sudah memastikannya sendiri. Ia sempat melihat saat Louise mencurinya dari Rai. Mengingat Rai adalah pemilik sah kalung itu, jadi sudah dipastikan jika itu kalung yang asli.

"HAHAHAHAHAHAHAHA!" Ratu tertawa kencang dengan masih mempertahankan wibawanya. Iriana yang sedang membungkuk hormat, semakin melebarkan senyumnya begitu mendengar tawa sang ratu.

Prang!

"Dasar bodoh!" maki sang ratu setelah melempar kalung dengan bandul mutiara putih. Wajahnya amat murka dengan kedua tangan terkepal kuat.

Iriana tentunya tersentak, mata gadis itu menatap tak percaya kalung yang tadi sempat menabrak ornamen emas kesayangan ratu, kini sudah pecah belah menjadi serpihan kecil. Iriana benar-benar tak menyangka jika ratu akan murka padanya. Namun, gadis duyung itu tak berani membuka suara, membuatnya terus terdiam membisu.

Dengan wajah murka, sang ratu berdiri dari duduknya, ia berjalan menghampiri Iriana. Iriana yang sudah pasrah akan nasibnya, hanya bisa menelan ludah kasar. Entah apa yang akan ratu lakukan padanya, Iriana hanya bisa berharap jika itu tak terlalu menyakitkan untuknya.

Hingga tanpa aba-aba, sang ratu menarik rambut coklat Iriana, mendekatkan telinga gadis mermaid itu dengan mulutnya. "Kembali kesana, dan rebut kalung itu!" titah sang ratu dengan nada dingin yang menyeramkan.

Dengan laju jantung yang tak normal, Iriana kembali menelan ludahnya kasar. "Ba-baik yang mulia!" Iriana menjawab terbata. Gadis itu sedikit meringis begitu ratu menghempaskan rambutnya yang baru saja ia jambak.

***

Info!

Di sini saya cuma mau menyampaikan, jika bab 'bonus' yang waktu itu saya publish, sudah saya hapus. Alasannya itu untuk kepentingan pribadi saya. Jadi, harap dimaklumi.

Dan satu lagi, di sini saya mau memberi tahu, jika kedepannya waktu update saya tidak akan menentu. Bisa saja saya akan update seminggu sekali. Tapi sebagai gantinya, jika updatenya sampe seminggu, saya akan publish dua bab sekaligus.

Dan disini saya update dua bab sekaligus meskipun masih belum satu minggu dari update cerita sebelumnya. Itu saya lakukan untuk memenuhi janji saya yang akan double update. Dan sekarang saya sudah memenuhi janji janji itu.

Baik, itu saja yang ingin saya sampaikan. Semoga kalian tetap suka karya saya^^

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang