11

3.1K 587 3
                                    

Di atas tanah yang masih basah, tiga pasang kaki sedang melangkah. Tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lambat. Tiga orang itu sedang berjalan menuju salah satu rumah penduduk desa, paman Lavl namanya.

Paman Lavl merupakan kenalan Ara dulu saat ia masih tinggal di desa ini. Menurut apa yang Ara lihat, paman Lavl memiliki aura penyihir yang samar di tubuhnya. Selain itu, Ara juga pernah melihat buku harian paman Lavl yang di depannya terdapat kata "LV". Jadi, besar kemungkinan jika paman Lavl adalah sepupu tuan Petrn La Voldes.

Selama perjalanan, ketiga mahkluk itu hanya terdiam seraya memandangi pepohonan tinggi yang tumbuh di sepanjang jalan. Suasana yang amat tenang itu sedikit mengingatkan Louise akan kenangan saat berada di dunia Arsga. Tentu saja, setelah lebih dari satu minggu hidup di tengah perkotaan, merindukan suasana tenang seperti ini pasti akan terjadi.

"Hey, boleh aku bertanya?" Luke yang berjalan di belakang Ara mulai membuka suara. Louise yang tengah memandangi sekitar menoleh ke arah Luke.

"Kau sedang bertanya," ucap Ara tanpa minat. Gadis itu tak sedikitpun berniat menoleh. Matanya tetap fokus memandang jalanan di depan yang dikepung hutan lebat.

"Hal lain maksudku." Luke membalas cepat.

"Apa?"

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Luke bertanya ragu-ragu. "Kurasa ... aku pernah melihatmu," lanjut laki-laki vampir itu.

Louise yang mengetahui sesuatu langsung memalingkan wajah, takut-takut jika pangerannya juga akan bertanya padanya.

"Oh benarkah?" Ara merespon tanpa minat. "Sayang sekali, karena aku hanya bisa mengingat hal-hal penting dalam hidupku," lanjutnya seraya tersenyum sinis.

Luke terdiam, tidak tahu ingin berbicara apa. Membuat perjalanan yang cukup panjang itu menjadi hening. Dan mungkin ... sedikit canggung? Entahlah, mungkin hanya Luke yang merasa begitu.

***

"Selamat pagi, Paman Lavl!" sapa Ara pada pria tua yang sedang sibuk membetulkan pagar kayu di depan rumahnya. Pria tua yang dipanggil paman Lavl itu menoleh, menatap Ara yang sudah memasang tatapan lembut dengan sebuah senyum manis yang merekah.

Luke dan Louise sendiri sempat bingung melihat tingkah laku Ara yang sering berubah-ubah. Kadang, gadis itu akan tampak sangat manis dengan tatapan hangat yang menenangkan. Namun, di lain waktu, gadis itu akan berubah menjadi gadis menyebalkan dengan tatapan sinis dan kata-kata tajam yang ia layangkan untuk siapapun.

Mata paman Lavl sedikit memicing. "Nona Snealie?" tebaknya yang mulai bangkit berdiri.

"Paman mengingatku?"

Sebuah senyum tipis mulai terukir di wajah berkeriput milik paman Lavl. "Tentu saja. Mana mungkin aku melupakan gadis manis yang selalu membantuku memanen ubi," ujarnya dengan sebuah tawa pelan yang mengiringi.

Ara ikut tertawa. Sebelah tangan gadis itu terangkat menutupi mulutnya. Gerakan tawa yang sangat anggun, bukan? Sangat berbanding terbalik dengan sikapnya beberapa menit yang lalu.

"Kalau begitu, mari masuk dulu!" ajak paman Lavl yang sudah lebih dulu berjalan ke arah rumah kayunya. Ara, tanpa perlu komando tambahan langsung menurut, masuk ke dalam rumah sederhana milik paman Lavl. Luke dan Louise saling melirik, sebelum akhirnya ikut masuk ke rumah paman Lavl.

"Jadi, bagaimana rasanya hidup di tengah kota, Nak?" Paman Lavl memulai percakapan, setelah menyiapkan teh untuk ketiga tamunya itu.

Ara yang ditanyai tersenyum lebar. "Menyenangkan!" jawab Ara penuh semangat. "Paman tahu? Aku memiliki teman yang sangat baik padaku. Selain baik, dia juga cantik dan saaangat pintar!" lanjutnya bercerita penuh antusias.

Paman Lavl tertawa pelan. "Oh benarkah? Aku jadi penasaran dengan temanmu itu."

Wajah Ara mulai cemberut. "Sayang sekali, saat ini temanku yang cantik itu sedang diculik vampir jahat," keluh Ara. Mimik muka gadis itu mulai berubah sendu, membuat Luke dan Louise saling memandang heran.

Namun, kedua makhluk itu lebih memilih diam, mengikuti drama kekanakan yang Ara lakukan.

"Vampir jahat?" Paman Lavl membeo heran. Dahinya sedikit berkerut, tampak sedang berpikir. "Ah, begitu!" serunya seakan telah menemukan sesuatu. "Jadi, temanmu dibawa ke dunia lain?"

Ara mengangguk cepat. "Iya! Itu sebabnya aku datang menghampiri Paman. Aku harus menyelamatkan temanku. Kuharap, Paman bersedia membantuku," ujar Ara dengan tatapan penuh harap.

"Tentu, Nak. Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?"

Wajah Ara mulai sumringah. "Paman mengenal tuan Voldes?" tanya gadis itu antusias.

Louise mulai mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan Ara. "Apa Ellysha memberitahunya mengenai tuan Voldes?"

Namun, sekali lagi, gadis penyihir itu lebih memilih diam, mengikuti drama yang Ara buat. Barangkali, itu bisa mempercepat misinya menemukan pedang Nogra.

"Voldes?" gumam paman Lavl tampak berpikir. "Kurasa aku pernah mendengar marga itu."

Ara menelengkan kepalanya. "Dia bukan sepupu Paman?"

Paman Lavl yang sedang fokus berpikir mulai menatap Ara heran. "Tentu saja bukan!" jawabnya mantap. "Ah! Aku ingat!" Paman Lavl berseru kemudian.

"Ingat apa?" tanya Ara dengan wajah polosnya dan masih dengan kepala yang ditelengkan ke kiri.

Paman Lavl tersenyum tipis. "Aku ingat orang yang memiliki marga itu. Dia adalah gadis pendiam yang menghuni rumah kayu di dekat sungai Nirwa. Waktu itu aku sempat berkenalan dengannya saat ia membeli ubi hasil panenku," jelas paman Lavl dengan pandangan menerawang jauh ke masa lalu.

"Paman yakin gadis itu memiliki marga Voldes?" tanya Ara dengan wajah serius. Tubuh gadis itu sedikit membungkuk ke arah paman Lavl.

Paman Lavl mengangguk mantap. "Tentu saja!"

Wajah serius Ara mulai memudar mendengarnya, digantikan dengan tatapan hangat dan senyum manis. Begitu pula dengan tubuhnya yang sudah tegak kembali. "Ah, terima kasih, Paman. Aku tak akan pernah melupakan jasamu ini."

"Tapi ... sebenarnya gadis itu sudah pindah beberapa bulan yang lalu," ucap paman Lavl sedikit ragu.

Wajah Ara kembali berubah. Kali ini, gadis itu mulai menampakkan ekspresi rumit di wajahnya. "Kemana gadis itu pindah, Paman?"

Dahi paman Lavl sedikit berkerut melihat ekspresi Ara yang amat mudah berubah-ubah. "Kalau tidak salah, waktu itu dia bilang akan pindah ke kota Astien." Paman Lavl menjawab sedikit ragu. "Tapi entahlah, aku tak begitu ingat."

"Kota Astien?" Ara membeo heran.

"Ya, kota Astien. Kota yang terletak jauh dari ibu kota."

Ara melirik sekilas pada paman Lavl, sebelum akhirnya mengusung senyum manis yang amat menawan. "Terima kasih atas informasinya, Paman. Aku tak akan pernah melupakannya."

Paman Lavl ikut tersenyum. "Bukan hal sulit," ujarnya yang kemudian melirik ke arah Louise dan Luke. "Oh ya, kau belum mengenalkan kedua temanmu, Nak."

Ara ikut menoleh menatap Luke dan Louise lalu kembali menatap paman Lavl. "Itu tidak penting, Paman. Lebih baik aku segera bergegas ke kota itu." Ara kembali tersenyum manis.

Kedua alis paman Lavl terangkat. "Begitukah? Baiklah," ujar paman Lavl pada akhirnya.

"Kalau begitu, aku pergi dulu, Paman," pamit Ara yang sudah berdiri dari duduknya. Luke dan Louise pun sama, ikut berdiri.

"Hati-hati di jalan, Nak!" ujar paman Lavl begitu ketiga tamunya hendak pergi keluar.

Ara hanya mengangguk, merespon ucapan paman Lavl. Luke dan Louise sendiri masih saja diam, tak tahu ingin berucap apa.

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang