40

1.4K 222 12
                                    

"Astaga! Berapa lama lagi kita akan menunggu?!" keluh Ellysha untuk kesekian kalinya. Gadis itu bangkit dari duduknya, ia menghampiri Rai yang tadi duduk di sampingnya. Ellysha berdiri di depan Rai yang kini tengah memejamkan mata dengan tangan yang dilipat di depan dada.

Menyadari seseorang berdiri di depannya, Rai mulai membuka mata. Kedua alisnya terangkat melihat Ellysha yang tengah berkacak pinggang dengan ekspresi marah. "Seharusnya sedari tadi mereka sudah sampai," jelas Rai masih mempertahankan ekspresi tenangnya. "Tapi sepertinya mereka mendapat halangan tak terduga."

"Lalu?"

Rai mengusung sebuah senyum manis. "Mari menunggu sebentar lagi. Aku yakin mereka akan segera sampai."

"Kau gila?! Ini sudah dua jam lebih. Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi!" serunya dengan mata melotot.

Rai menelengkan kepala. Wajahnya menatap heran Ellysha. "Kau tak membawa jam, El. Bagaimana kau tahu ini sudah dua jam lebih?"

Ellysha semakin melotot. Selain kesal karena bantahan dari Rai, ia juga kesal karena apa yang Rai katakan ada benarnya. Ellysha hanya melebih-lebihkan. Ia pun sebenarnya tak tahu sudah berapa lama mereka menunggu. "Memangnya menghitung waktu hanya bisa dengan melihat jam?" Namun, seperti biasa, Ellysha terlalu gengsi untuk menunjukkan kesalahannya.

Rai menyeringai kecil. Ia ikut berdiri, berhadapan dengan Ellysha. "Oh, ya? Jadi kau bisa menghitung waktu tanpa melihat jam?

"Tentu saja!" jawab Ellysha dengan wajah sombongnya, menyembunyikan kegugupannya karena jarak diantara mereka saat ini benar-benar sangat tipis, mungkin hanya sekitar lima belas sentimeter.

Seringaian Rai semakin lebar. Ia melangkah maju, mencoba mengikis jarak diantara mereka, membuat Ellysha spontan langsung mundur. "Kalau begitu, tunjukkan, bagaimana caramu menghitung waktu tanpa-"

"STOP!" pekik Ellysha dengan wajah frustasi. Kedua tangannya terangkat, mencoba menghentikan tubuh Rai yang terus mendesaknya untuk mundur. Karena sekarang, posisi Ellysha sudah benar-benar terpojokkan. Ia sudah tak bisa mundur lagi, sebuah batang pohon besar kini sudah berada tepat di belakangnya.

Namun, bukannya menghentikan langkah, Rai justru semakin memaksa maju. Membuat jarak mereka benar-benar terkikis sekarang. Apalagi, kini Rai mulai membungkukkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajah Ellysha yang tampak sedikit ketakutan.

Ellysha tak berani melakukan apa-apa sekarang. Posisinya sudah benar-benar terkunci, kedua tangan Rai menghadang tubuhnya untuk melarikan diri. Melawan pun Ellysha yakin tak akan menang. Namun, sedikit saja, Ellysha ingin percaya jika Rai tak akan melakukan hal yang tidak-tidak.

Rai benar-benar tak melakukan apa-apa. Ia hanya menatap dalam iris hitam kelam Ellysha. Seringaiannya pun kini sudah hilang. "Kenapa?" Rai berucap pelan, hampir tak terdengar.

Ellysha mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan ambigu itu. "Apanya?" tanya gadis itu yang kini mulai risih dengan tatapan sayu Rai.

Rai tak menjawab, ia terus memandangi Ellysha dalam diam. Entahlah, rasanya menenangkan sekali melihat Ellysha sedekat ini. Ia ingin seperti ini lebih lama lagi. Memandangi wajah Ellysha, menikmati aroma tubuh Ellysha, bertukar napas dengan Ellysha, menjaga Ellysha tetap dalam jangkauannya, menghalau semua yang menginginkan Ellysha, menghancurkan semua yang mengganggu-

"RAI!" pekik Ellysha untuk kedua kalinya. Wajah gadis itu benar-benar marah sekarang. Apalagi dengan Rai yang terus mendekatkan wajahnya. Ellysha tak bisa menahannya lagi. "Apa yang akan kau lakukan, sialan?!"

Rai sedikit tersentak. Mata merahnya mengerjap beberapa kali. Ia tak sadar akan tindakannya barusan. Sepertinya 'jiwa vampir' Rai lepas kendali tadi. Astaga. Rai langsung menjauhkan diri. Bisa bahaya jika ia terus bertatapan dengan Elisa. Iris hitam kelam Ellysha ternyata bisa membangkitkan 'jiwa vampir' milik Rai.

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang