44

1K 192 4
                                    

Setelah makan malam bersama yang diliputi oleh keheningan, kini Ellysha kembali sendirian. Kali ini gadis itu memilih untuk duduk di teras depan, di salah satu dari dua kursi kayu yang berada di sana. Secangkir coklat panas dengan sepiring kue kering ikut menemani kegiatan Ellysha yang tengah memandang bosan keadaan gelap di sekitar, terutama hutan lebat di depannya, itu benar-benar tampak menyeramkan. Apalagi suara hewan malam yang terus bersahutan, membuat suasana di sana jadi semakin terasa mencengkam.

Saat ini Ellysha tengah menunggu teman-temannya yang sedang mendiskusikan mengenai rencana penyerangan yang akan mereka lakukan satu minggu lagi. Terlalu cepat memang, tapi mereka sudah tak mempunyai pilihan. Karena jika mereka terus-menerus menunda, kekuatan sang ratu juga akan semakin besar, dan itu akan membuat mereka jadi semakin sulit mengalahkan sang ratu. Jadi, mau tak mau, siap tak siap, mereka harus segera melakukan penyerangan.

Ellysha tak diajak berdiskusi. Alasannya karena mereka tidak ingin Ellysha jadi ketakutan setelah mendengar semua rencana yang mereka susun. Terlalu dipaksakan memang. Padahal Ellysha sendiri sudah tahu, jika sebenarnya mereka sedang mendiskusikan keikutsertaan Ellysha dalam penyerangan yang akan mereka lakukan. Mengingat Ellysha adalah seorang manusia--terlepas dari fakta jika dirinya seorang makhluk campuran, mereka tentu tak ingin mengambil resiko besar untuk menjaga keselamatan gadis itu. Mengembalikan Ellysha ke dunia manusia adalah pilihan yang tepat untuk saat ini.

Tidak, Ellysha tak tersinggung dengan niat mereka yang tak ingin melibatkan dirinya. Karena Ellysha tahu betul sebatas mana kemampuan yang ia miliki. Dan sebenarnya, Ellysha pun enggan untuk mengorbankan diri demi sesuatu yang tak menguntungkan untuknya.

Namun, untuk kali ini saja, Ellysha akan mengalah pada hatinya yang terus memohon untuk ikut berjuang bersama teman-temannya. Teman-teman yang selama ini sudah menghabiskan waktu bersamanya dengan petualangan-petualangan menyenangkan mereka. Entah ini akan jadi misi terakhir mereka atau masih tetap berlanjut, Ellysha harap ia bisa tetap bersama teman-temannya itu sampai semua ini selesai.

Meski sederhana, Ellysha juga sudah memiliki rencana sendiri untuk membantu teman-temannya. Dan Ellysha selalu percaya pada rencana yang sudah ia susun.

Sekarang, Ellysha hanya perlu menunggu diskusi teman-temannya selesai. Dan untuk yang satu ini, Ellysha mempercayakan semuanya pada Ara. Ellysha yakin jika sahabatnya itu pasti bisa meyakinkan teman-temannya yang lain untuk menerima keikutsertaan Ellysha dalam rencana mereka.

"Dingin, El, nanti kau sakit." Rai yang baru saja tiba di depan teras, langsung memasangkan selimut ke tubuh Ellysha. Laki-laki itu berjongkok di depan Ellysha yang tampak terkesiap karena kehadiran tiba-tibanya. Rai tersenyum lembut. Kedua tangannya menggenggam tangan Ellysha yang terasa amat dingin.

Setelah kejadian tak menyenangkan di istana elf beberapa hari yang lalu, sikap Rai memang jadi sedikit berubah. Jika biasanya laki-laki vampir itu sering bersikap menyebalkan, sekarang justru sikap lembut dan manis lah yang sering Ellysha jumpai. Apalagi senyum manisnya yang amat menawan itu, benar-benar seperti ancaman.

"Tadi aku ke kamarmu, tapi kau tak ada di sana." Tatapan hangat Rai menghujani iris hitam pekat Ellysha.

Ellysha memaksakan senyumnya. Ia buru-buru menarik tangannya yang berada dalam genggaman Rai. "Bagaimana diskusinya, Rai?" tanya Ellysha mengabaikan basa-basi dari Rai yang entah kenapa membuat jantungnya jadi berdebar. Apalagi tatapan hangat di mata Rai, Ellysha merasa ada getaran menyenangkan yang menelusup dalam dirinya.

Rai bangkit dari duduknya. Sebelah tangannya terulur di depan wajah Ellysha. "Ayo masuk dulu. Aku akan menjelaskannya di dalam. Di luar terlalu dingin untukmu, El."

Ellysha mendengkus pelan. Ini yang menyebalkan dari perubahan sikap Rai. Karena jika bersikap menyebalkan, Ellysha bisa menyerang Rai dengan sikap yang lebih menyebalkan lagi. Namun dengan sikap lembut seperti ini, rasanya benar-benar sulit untuk melawan laki-laki itu. Dan Ellysha tak menyukainya. Merasa tak memiliki pilihan, Ellysha akhirnya meletakkan cangkirnya ke atas meja, lalu menerima uluran tangan Rai.

Senyum Rai semakin lebar melihat Ellysha yang kini mau menggenggam tangannya. Ia menuntun Ellysha untuk menuju kamar gadis itu. Setelah tiba, Rai langsung menutup pintu kamar Ellysha, bahkan menguncinya secara diam-diam. Ellysha tak menyadari itu karena sudah lebih dulu berjalan menuju kasur.

Sebelum sempat Ellysha mendudukkan diri di kasur, Rai dengan gerakan cepat menarik gadis itu untuk duduk di pangkuannya.

Ellysha yang tak menduga akan tindakan tak beradab Rai langsung terkesiap. "Rai, kau gila?!" Ia mencoba bangkit dan melepaskan diri dari Rai yang kini sudah memeluk erat dirinya.

"Sebentar saja, El," bisik Rai dengan nada sendu.

Merasa ada yang aneh pada laki-laki itu, Ellysha menghentikan kegiatan memberontaknya. Gadis itu kini menoleh ke belakang, mencoba melihat Rai yang sekarang sudah menjatuhkan wajah laki-laki itu di pundaknya. "Rai, kau ... kenapa?" tanya Ellysha ragu-ragu.

Rai yang sekarang sedang menikmati wangi tubuh Ellysha, diam-diam tersenyum lebar. Kalimat dengan nada khawatir yang baru saja Ellysha ucapkan terdengar begitu menyenangkan di telinganya. Sebelum mengangkat wajah, Rai mengatur dahulu ekspresinya agar terlihat semenyedihkan mungkin. "Maaf," ujar laki-laki itu sedikit mendramatisir.

Ellysha refleks menahan napas begitu Rai mengangkat kepala. Dengan Ellysha yang kini tengah menoleh ke belakang, posisi wajah mereka jadi sangat dekat sekarang. Hidung mereka bahkan hampir bersentuhan.

Rai menyadari kegugupan yang kini tengah Ellysha rasakan. Memanfaatkan itu, Rai semakin menarik Ellysha dalam pelukannya. "Sepertinya kami akan melibatkanmu dalam rencana yang berbahaya," ucap Rai mencoba mengalihkan perhatian Ellysha yang sepertinya hendak mencoba melepaskan diri.

Dan berhasil. Ellysha yang tadi sudah bersiap untuk lepas dari pelukan Rai, kini sudah memasang senyum cerahnya. "Benarkah? Kalian akan membawaku ikut bersama kalian?!" seru Ellysha yang tampak sangat gembira. Gadis itu bahkan sudah memutar posisinya untuk menghadap Rai dan memeluk laki-laki itu. Ellysha memekik senang. "Terima kasih, Rai! Aku janji kalian tak akan menyesal mengajakku bersama kalian!!"

Rai yang tak menduga akan reaksi berlebihan dari Ellysha, sekarang jadi sedikit menegang. Apalagi dengan posisi gadis itu yang kini sangat rawan. Benar-benar berbahaya. Rai menelan ludahnya kasar. Ia menarik napas panjang, mencoba untuk tidak lepas kendali.

"Jadi, apa rencananya?" tanya Ellysha antusias setelah melepas pelukannya. Gadis itu bahkan sudah lepas dari pangkuan Rai. Dan, yah memang itulah tujuannya. Pelukan yang tadi Ellysha berikan sebenarnya bukan karena euforia yang ia rasakan, melainkan serangan kejutan untuk membuat Rai lengah hingga memberinya kesempatan untuk melepaskan diri.

Meski tak pernah pacaran, tapi Ellysha tak sepolos itu untuk tidak mengetahui niat busuk Rai. Namun, Ellysha juga masih membutuhkan Rai untuk berada di pihaknya. Jadi, itulah mengapa, daripada menyerang secara langsung, Ellysha lebih memilih untuk melawan secara halus.

Rai yang sebenarnya masih cukup tegang, kini memaksakan senyum manisnya yang tampak begitu alami. "Kita akan melakukan penyerangan dalam tujuh hari mendatang. Dan selama tujuh hari itu, kita akan menyiapkan semua yang kita perlukan nantinya, termasuk kekuatan," ujar Rai menatap Ellysha yang duduk berhadapan dengannya.

"Lalu, bagaimana dengan yang lain? Chaetna, Gaery, dan Halsyie, apa mereka akan ikut bersama kita?" tanya Ellysha yang ingat jika tiga temannya itu kini tak sedang bersama mereka.

Rai mengangguk sekali. "Tentu, mereka akan ikut bersama kita. Nanti, saat hari penyerangan tiba, kita semua akan berkumpul di gerbang belakang istana vampir."

"Lalu, bagaimana dengan pasukan sang ratu? Apa bala bantuan yang dikumpulkan Gaery dan Chaetna sudah cukup untuk melawan mereka?"

Rai terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak bisa memastikan apakah itu cukup atau tidak. Tapi aku yakin paman Aldrof akan mengusahakan yang terbaik untuk melawan pasukan sang ratu. Shelsya juga siap mengerahkan semua prajurit elf untuk ikut membantu penyerangan. Jadi, kurasa kita tak perlu mengkhawatirkan mereka." Rai mengakhiri penjelasannya dengan sebuah senyum manis yang dibalas anggukan mengerti oleh Ellysha.

"Dan yang terpenting." Rai menjeda kalimatnya. Sebelah tangan laki-laki itu terulur untuk mengusap pipi pucat Ellysha. Wajah tegang Rai perlahan sirna digantikan oleh senyum manis yang kini terukir di bibirnya. "Kau tidak boleh sampai terluka." Cukup pelan Rai berucap, tapi ada ketegasan tak terbantahkan yang terkandung di dalamnya.

Kedua mata Ellysha mengerjap. Entah bagaimana, Ellysha merasa getaran bahagia itu kembali menyelimutinya. Itu benar-benar aneh, juga menyenangkan secara bersamaan.

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang