25

2.1K 408 0
                                    

Dahi Rai berkerut halus melihat portal di depannya. Ia beralih menatap si ketua. "Kau tahu? Aku sedang dalam suasana hati yang buruk," ujarnya dengan tatapan menyeramkan.

Si ketua yang juga kebingungan melihat portal di depannya, kini semakin panik karena tatapan Rai. "A-aku bisa bersumpah, di-di sinilah portal itu berada!"

Tatapan Rai mulai menajam. Laki-laki vampir itu melangkah pelan mendekati si ketua dengan aura membunuh yang kuat.

"A-aku tidak bohong! Po-portal itu memang di sini!" Si ketua mulai melangkah mundur. Ia tak berbohong. Ia juga bingung melihat portal menuju Grienore, justru berubah menjadi portal menuju dunia manusia.

"Lakukan apapun agar aku bisa ke Grienore, atau kusiksa kau seumur hidup!" Rai mengacam si ketua. Tangan laki-laki vampir itu mencengkram kuat leher ketua.

Ketua semakin bergidik. Ia mengangguk patuh atas perintah yang diberikan Rai. "A-ada satu cara-"

"Apa?"

"Ta-tapi ini cukup lama-"

"Berapa lama?"

"Akan saya selesaikan dalam tiga jam-"

"Satu jam!" Rai kembali menampakkan tatapan membunuhnya, membuat si ketua menelan ludah kasar.

"Akan saya lakukan!" jawabnya cepat dengan mata ketakutan. Si ketua langsung berlari luntang-lantung setelah Rai melepas cengkramannya. Ia hendak menemui bawahannya untuk membantunya membuat portal menuju Grienore, meninggalkan Rai yang matanya sudah berkilat menyeramkan.

"Sialan!" Rai menggeram marah. Kedua tangan laki-laki itu terkepal kuat. Napasnya menderu karena amarah yang semakin memuncak. "Akan kubuat kau menyesal seumur hidupmu!"

***

Dahi Ara berkerut halus melihat tak adanya seorang pun penjaga di depan gerbang kayu reot. Itu adalah gerbang yang menjadi jalan utama menuju rumah sederhana di depan sana. Yah meski itu adalah rumah sederhana, tapi di dalam rumah itu ada banyak hal luar biasa. Jadi, melihat tak adanya penjaga di depan jalan utama membuat Ara sedikit heran.

Namun, gadis itu tak ingin ambil pusing, ia terus melangkah melewati gerbang, menyusuri jalan penuh kabut dengan banyak pohon mati di sekitarnya.

Melihat pemandangan mengerikan itu, Ara jadi tersenyum miris. Semuanya benar-benar berubah.

Bunga-bunga dengan berbagai macam rupa yang seharusnya mempercantik sekitar, kini harus tergantikan oleh pohon-pohon mati yang sudah menghitam. Kupu-kupu yang berterbangan meramaikan suasana, pun sudah tergantikan oleh kabut tebal yang mencengkam.

Kedua tangan Ara mengepal kuat, ia menggeleng pelan. Itu bukan urusannya lagi. Ia sudah tak perduli dengan dunia ini. Ya, Ara sudah memiliki 'rumah' yang baru, yang selalu menumbuhkan kebahagiaan untuknya. Jadi, Ara tak perlu repot-repot untuk memikirkan kehancuran dunia ini.

"Arneali?" panggil seseorang dari arah belakang, membuat Ara tersentak.

Ara langsung menoleh, dan menatap terkejut orang yang tadi memanggilnya. "Paman Kin?" Ara menghampiri pria tua yang tadi memanggilnya.

"Ah, syukurlah itu kau." Paman Kin tersenyum lega.

Ara mengerut tak mengerti. Ia merasa, sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi. "Kemana ... para penjaga di sini, Paman?" Ara akhirnya bertanya.

Paman Kin menunduk dengan wajah sendu. "Putri Nerenia ... kembali melakukan itu."

Ara terdiam. Ia tahu apa yang dimaksud paman Kin.

Putri Nerenia, putri pertama dari raja Deminus, si pemimpin dunia Ertiena ... dulu, beberapa tahun yang lalu.

Semenjak terjadinya peperangan antara Deminus dan Crifhton, yang membuat dunia Ertiena menjadi dua bagian, kerajaan Oodemn yang memimpin dunia Ertiena perlahan mulai hancur. Apalagi setelah putri kedua sang raja diculik, semua anggota kerajaan mulai kacau, yang berakibat membuat kerajaan itu ikut kacau.

Dan putri Nerenia yang terkenal sangat menyayangi adik perempuannya, gadis itu terus mencoba menerobos portal menuju Grienore. Ia tak akan tanggung-tanggung setiap kali melakukan aksinya. Bahkan sudah tak terhitung berapa banyaknya nyawa yang melayang karena perbuatan tuan putri itu.

Ya, sebagai seorang kakak, sang putri pasti akan melakukan apapun untuk menyelamatkan adiknya, tapi ... ini sudah berlebihan.

Ara memang tak pernah melihat langsung atau bahkan bertemu dengan anggota kerajaan Oodemn, tapi Ara sering mendengar cerita tentang mereka. Apalagi cerita mengenai putri kedua yang kabarnya memiliki rupa sangat amat menawan. Rasanya Ara sudah sangat muak, saking seringnya ia mendengar kabar itu.

Ah, sial!

Padahal Ara ingin melupakan semua hal tentang dunia ini, tapi rasanya sulit. Bahkan waktu peperangan itu terjadi, Ara sudah tak lagi menjadi penghuni dunia ini, tapi kenapa ia jadi kepikiran?

Benar-benar menyebalkan!

"Arneali?" panggil paman Kin membuat Ara tersadarkan dari lamunannya.

"Ah, iya, Paman?"

"Apa kau kemari ... karena ingin ke Grienore?" tanya paman Kin ragu-ragu.

Melihat itu, sebelah alis Ara terangkat. "Hm, ya." Ara ikut menjawab ragu-ragu.

Paman Kin menghela napas berat. Ia menatap Ara dengan tatapan menyesal. "Maaf, aku benar-benar menyesal. Portal itu sudah dihancurkan oleh Vie beberapa jam yang lalu."

Mata Ara melotot. "Dihancurkan?" ujarnya tak percaya.

Paman Kin menunduk dengan penuh rasa bersalah. "Aku benar-benar minta maaf."

Ara menggeleng cepat. "Tidak. Itu bukan salah Paman."

"Tapi ... jika kau memang sangat ingin ke sana, sebenarnya masih ada satu portal lagi."

Ara langsung menatap paman Kin penuh harap. "Sungguh?!"

Paman Kin mengangguk seraya tersenyum tipis. "Ya. Tapi penjaga portal itu bukan makhluk yang ramah. Kau cukup menyelinap diam-diam, jika hanya ingin melewati portal itu. Karena selain tak ramah, mereka juga tergolong kuat." Paman Kin berujar serius. "Portal itu berada di utara kerajaan Oodemn. Tepatnya di Kastil Demonius. Kastil yang menjadi tempat tinggal keluarga besar raja Deminus."

Ara diam sejenak, menimang-nimang cara yang akan ia lakukan untuk menuju ke sana. "Baik, Paman, terima kasih atas informasinya." Ara membungkuk hormat.

"Tidak perlu berterima kasih." Paman Kim tersenyum manis.

Ara ikut tersenyum, membalas senyuman paman Kin. "Kalau begitu saya pergi dulu, Paman." Ara langsung melesat pergi.

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang