"Hey, apa masih jauh?" tanya Louise dengan wajah kesal. Pasalnya, mereka sudah berjalan cukup jauh, tapi Ara masih enggan mengatakan kemana tujuan mereka sebenarnya. Gadis yang hanya setinggi leher Louise itu bahkan tak sedikitpun mau menoleh padanya.
"Maaf, Ara, tapi sebenarnya kemana kau akan membawa kami?" Kali ini Luke yang bertanya. Karena, jujur saja, Luke pun tak kalah penasaran akan tujuan dari perjalanan mereka ini.
Ya, semua ini bukan rencana Luke. Luke bahkan tak tahu kapan rencana ini dibuat. Rai dan Ara lah yang membuat rencana kali ini. Dua orang itu hanya berkata jika rencana ini akan membuat mereka mendapatkan pedang Nogra tanpa harus mengorbankan Ellysha. Dan bagaimana rencananya, hanya Ara dan Rai yang tahu.
"Kita akan tiba sebentar lagi," ucap Ara tanpa menoleh. Ia terus melangkah cepat, seakan tengah dikejar sesuatu.
Louise memutar bola matanya malas. "Kau sudah mengatakan itu beberapa menit yang lalu," ucapnya tak kalah malas.
"Kalau begitu jangan bertanya." Ara menjawab ketus.
Dislee sendiri tak ikut bertanya. Ia hanya diam memperhatikan jalanan yang terus menampakkan pemandangan yang sama, pemandangan kota Leutrsil yang mengambang di atas lautan gliter. Sesekali akan ada penduduk kota itu yang lewat, ada yang menyapa, ada pula yang hanya lewat saja tanpa menoleh pada mereka.
"Ah, itu dia tempatnya!" Ara berseru pelan. Ia menambahkan kecepatan langkahnya menuju salah satu bangun menyerupai menara dengan ketinggian sekitar lima belas meter di atas permukaan air. Di atas pintunya yang berbentuk lengkung di bagian atas, terdapat tulisan dengan bahasa aneh. Dislee, Louise bahkan Luke sekalipun tak tahu itu tulisan apa.
"Ini tempat apa?" Luke bertanya setelah mereka tiba tepat di depan pintu bangunan itu. Di samping kiri kanan pintu terdapat jendela berukuran sedang dengan atasannya yang juga berbentuk lengkungan. Pintu dan jendela itu terbuat dari papan kayu, membuatnya sangat serasi dengan dinding bangunan yang berwarna abu dan sudah ditumbuhi oleh tanaman rambat.
"Toko penjual ramuan." Ara menjawab singkat. Tangannya mengetuk pelan pintu kayu beberapa kali.
Dahi Louise mengerut halus. "Toko?" Gadis itu membeo pelan. "Bukankah seharusnya pintunya terbuka? Jika ditutup begini, bagaimana orang-orang bisa tahu jika dia menjual ramuan?"
Ara mendengkus pelan. Kesal dengan sikap Louise yang amat cerewet. Ia berbalik, menatap kesal penyihir itu. "Itu karena tokonya memang sudah tutup."
"Kalau sudah tutup, lalu untuk-"
"Bisakah kau tak-"
Cklek!
Pintu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya dengan tubuh berisi, rambutnya pirang dan tampak diikat asal. "Ada keperluan apa?" tanya wanita itu tak ramah.
Ara kembali membalikkan tubuhnya. Si wanita tua langsung memasang tampang terkejut melihat wajah Ara. "Nona Arneali?" Ia berseru tertahan. "Astaga, sudah lama sekali aku tak melihatmu. Kau jadi semakin cantik saja."
Ara mengusung senyum hangatnya. "Iya, sudah lama sekali. Aku sangat merindukanmu, Bibi Eyla!" Ara langsung berhamburan ke dalam pelukan bibi Eyla.
Bibi Eyla balas memeluk Ara. Keduanya saling berpelukan, saling menyalurkan rasa rindu satu sama lain. "Ah ya, ayo masuk dahulu. Ajak teman-temanmu. Bibi akan buatkan teh dan kue yang enak untuk kalian." Bibi Eyla menatap hangat teman-teman Ara, mengajak mereka untuk masuk ke rumah sederhananya. Sangat kontras dengan tatapan beberapa menit lalu, sebelum ia melihat wajah Ara.
***
Di dalam hutan dengan keadaan segelap malam, tumbuhan-tumbuhan berbagai jenis menyala terang, berlomba-lomba memperlihatkan cahaya cantik yang muncul dari berbagai bagian tubuh mereka.
Seperti jamur raksasa dengan tinggi dua meter lebih yang dapat memunculkan cahaya biru dari batangnya. Bunga berwarna putih dengan tinggi tak lebih dari tiga puluh centimeter yang memiliki lima kelopak dan berbentuk lancip, yang dapat mengeluarkan cahaya putih dari sarinya. Ada pula tanaman tanpa batang, tak berbunga, dan hanya sekumpulan daun yang dapat mengeluarkan cahaya hijau kekuningan. Dan tumbuhan-tumbuhan lainnya yang tak kalah indah dan menawan, yang dapat memunculkan cahaya dari bagian tubuh mereka.
"Kau yakin mereka akan datang?" Seorang perempuan dengan sayap lebar di punggungnya menatap gadis berambut coklat yang tengah duduk di bangku dengan bahan utama batu. Bangku itu mengelilingi sebuah meja kayu bersama lima batu lainnya. Namun, hanya dua batu yang terisi, satu oleh Leartna La Voldes dan satunya lagi oleh Petrn La Voldes.
"Tentu. Mereka sangat membutuhkan pedang itu." Leartna menatap pedang berwarna perak dengan batu hitam bercampur putih di gagangnya, yang kini tengah menjadi pusat perhatian si wanita bersayap. Pedang itu menancap kuat di atas batu besar yang berada di bawah pohon dengan daun rimbun. "Jadi, tak ada yang bisa mereka lakukan selain membawa gadis itu kemari."
Senyum wanita bersayap terbit. Ia berbalik, menatap Leartna yang juga tengah menatap dirinya, kemudian terbang menuju sebuah kursi kayu dengan senderan tinggi dan dipenuhi tumbuhan rambat yang bunganya dapat mengeluarkan cahaya putih kekuningan.
Kursi itu berada tepat di depan batang pohon berdaun rimbun, posisinya yang berada cukup tinggi dari kursi lainnya, membuat kursi itu tampak seperti singgasana.
Tidak, bukan tampak, tapi memang singgasana bagi penguasa hutan cahaya. Singgasana untuk seorang Velrein Ayne Altreishea, makhluk campuran antara peri dan penyihir yang enam belas tahun ini telah menjadi penguasa hutan cahaya.
"Baiklah, kalau begitu kau tunggulah mereka di seberang danau. Setelah tiba, kau cukup membawa gadis itu saja ke hutan ini, sisanya biarkan pergi dengan pedang itu." Velrein memberikan titahnya pada Leartna. Sebelah tangannya terangkat menghadap tempat pedang Nogra menancap. Tak berapa lama kemudian, cahaya hijau kekuningan muncul dari telapak tangan gadis bertubuh ramping itu, bergerak menghampiri pedang.
Setelah tiba, cahaya itu mulai menyelimuti pedang Nogra. Tancapan pedang Nogra tercabut. Telapak tangan Velrein bergerak menghadap Leartna, membuat cahaya hijau ikut bergerak membawa pedang itu mendekati Leartna.
Leartna langsung menangkap pedang Nogra begitu pedang itu tiba di depan wajahnya. "Terima kasih sudah mempercayakan semuanya padaku. Aku berjanji akan membawa gadis itu kemari dengan selamat," ucap Leartna sebelum menghilang di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)
Fantasy(Petualangan - Fantasi) Sequel dari cerita TERPILIH. Usai sudah petualangan Ellysha mencari tujuh batu cahaya di dunia Arsga. Namun, tidak dengan misi menyelamatkan dunia Arsga yang diambang kehancuran. Gadis itu kini memiliki petualangan baru, petu...