37

1.6K 299 9
                                    

Rintik hujan masih terdengar ramai di luar rumah. Hawa dingin masih mendominasi suasana. Rai masih tak bersuara, belum lepas dari keterkejutannya.

"Benar-benar dramatis, bukan?" Ellysha tersenyum sinis. Ia berpaling menatap kobaran api yang sudah mengecil. Gadis itu pun masih sedikit terkejut dengan semua yang ia alami.

"Itu-"

"Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Rai?" Ellysha memotong ucapan Rai yang tampak ragu-ragu.

Tak langsung menjawab, laki-laki dengan mata semerah darah itu menghela napas panjang. Ia yang mendengar cerita itu saja merasa sangat terkejut, apalagi Elisa yang mengalaminya langsung. Tak heran jika gadis itu terus mengeluh lelah. Ternyata memang semuanya serumit itu.

Namun, tak ada waktu bagi mereka untuk meratapi nasib, yang harus mereka lakukan sekarang adalah bertahan. Mengingat bagaimana obsesi raja Chrifton pada keponakannya, Demiona, bukan tak mungkin jika ia akan terus mengejar Elisa hingga berhasil mengembalikan Mionanya. Yang berarti, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Ellysha adalah dengan mengalahkan raja itu.

Jadi, itukah alasan mengapa Ellysha juga menginginkan buku milik leluhur tuan Voldes?

Rai mulai berbalik, ia menghampiri buku coklat yang terletak di atas meja di dekat perapian, mengambilnya, lantas membawa buku itu pada Elisa.

"Kau sudah menyadarinya, bukan? Jika ada satu hal yang kita lewatkan, yang tercatat di buku ini." Rai menatap Elisa dengan wajah seriusnya.

Ellysha tak membalas tatapan itu, ia lebih tertarik memperhatikan buku yang dibawa Rai. Ya, gadis berkulit pucat itu baru menyadarinya beberapa jam yang lalu. Saat dirinya tengah marah waktu didesak untuk menikah. Saat itulah Ellysha menyadari sesuatu, menyadari tetang buku milik tuan Voldes yang selalu mencatat tentang garis keturunan murni raja.

Seperti yang diketahui, kalung cahaya, kalung kegelapan, dan buku sahargaratta adalah pusaka yang menyimpan kekuatan terhebat di tiga dunia. Itu berarti, untuk mengalahkan musuh yang memiliki kekuatan luar biasa, seperti raja Chrifton, mereka memerlukan kekuatan dari salah satu pusaka itu, atau justru ketiganya.

Dan dua dari tiga pusaka itu hanya akan memilih tuan dengan garis keturunan murni. Itu berarti, setidaknya akan ada nenek moyang Rai yang sempat memegang kalung cahaya. Dan jika beruntung, setidaknya akan ada satu catatan yang mencatat mengenai kekuatan hebat dari kalung cahaya yang turun pada garis keturunan murni raja dunia Arsga.

"Ya. Kau pun begitu, kan?" Ellysha beralih menatap Rai yang sedari tadi terus menatapnya. "Tapi, aku tak tahu apa alasanmu mengincar buku itu. Bukankah Argon bisa dikalahkan hanya dengan pedang Nogra?" Kepala Ellysha sedikit meneleng, ekspresinya tampak bingung dengan dahi yang berkerut halus.

Rai tak langsung menjawab. Ia terus memperhatikan Ellysha dalam diam. Entah sejak kapan, tapi gadisnya itu jadi sedikit tenang sekarang. Padahal daripada berpikir, Ellysha biasanya lebih sering mengumpat. Gadis itu bahkan sangat emosian saat awal-awal bertemu dengan mereka. Sangat berbeda dengan sekarang yang justru terkesan licik.

Apakah ini karena semua yang Ellysha lalui? Atau memang inilah sifat asli seorang Ellysha?

"Rai?" panggil Ellysha dengan alis yang terangkat sebelah. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Ia menatap tanya pada Rai yang sedari tadi hanya diam.

Rai berdehem sekali sebelum berkata, "Kau ingat cerita tuan Voldes mengenai asal usul Argon?"

Ellysha mengangguk. Tentu saja, tak mungkin Ellysha melewatkan fakta penting itu. Fakta jika Argon berasal dari dunia di balik bayangan atau dunia Artiena.

Namun, apa hubungan antara Argon dengan kekuatan hebat yang Rai incar? Bukankah Argon hanya bisa dikalahkan dengan pedang Nogra? Atau ... itu pernyataan yang salah?

"Tidak." Rai bersuara, membuyarkan lamunan Ellysha yang mulai membuat spekulasinya sendiri. "Argon memang hanya bisa dikalahkan dengan pedang Nogra," papar Rai seakan tahu apa yang baru saja Ellysha pikirankan. Dahi Ellysha berkerut halus karena itu. Ia menatap kesal pada Rai yang terus menampakkan wajah serius.

"Namun, seperti yang disampaikan tuan Voldes, Argon berasal dari dunia di balik bayangan, atau bagian dari dunia Ertiena yang di selimuti kegelapan dan tak bisa ditembus oleh makhluk dari dunia lain, termasuk Dunia Arsga.

"Itu berarti, ada makhluk dari dunia Ertiena yang memberikan Argon pada sang ratu. Dan besar kemungkinan, makhluk yang memberikan Argon adalah makhluk dengan kekuatan tingkat tinggi, mengingat bagaimana hebatnya hewan itu hingga bisa membuat sang ratu jadi sekuat sekarang.

"Itu artinya, musuh kita yang sebenarnya bukanlah sang ratu ataupun Argon, melainkan makhluk yang memberikan Argon pada sang ratu, makhluk yang berhasil menaklukkan Argon, naga yang tak bisa ditaklukkan oleh sembarang makhluk." Rai menghentikan penjelasannya, menunggu respon Ellysha.

Tak langsung menyahuti, Ellysha diam sejenak dengan padangan yang terus menatap Rai. Laki-laki itu selalu saja selangkah lebih maju daripada teman-temannya. Padahal selama ini dia yang paling tidak peduli dengan apa yang selama ini mereka lakukan. Sebenarnya apa sih yang dipikirkan vampir itu?

"Begitu." Ellysha bergumam dengan kepala yang sedikit mengangguk. "Tapi, bagaimana dengan telaga yang mampu melepas semua segel-"

"Ah, rupanya kau masih ingat." Rai tersenyum kecil. "Dari cerita yang aku tahu, setiap lepas dari tuan yang sebelumnya, dan memilih tuan yang baru, kekuatan di dalam kalung cahaya dan kalung kegelapan akan selalu tersegel.

"Jadi, kekuatan di dalam kalung itu tak akan berguna jika segelnya masih belum terlepas. Itu sebabnya aku membawamu ke telaga itu, untuk melepas segel di kalungmu dan kalung milikku."

Lagi, Ellysha tak langsung memberikan respon. Gadis dengan kulit sepucat mayat itu dengan tenang mencerna semua penjelasan dari Rai. Ia harus bisa mengingat semuanya, tak boleh ada yang terlewatkan, barang sedikitpun.

"Lalu, kalimatmu waktu di Sungai Merah?" Ellysha kembali mengajukan pertanyaan.

Namun, Rai tak langsung menjawab kali ini. Dahinya berkerut halus, mencoba mengingat kejadian yang dikatakan Ellysha. Karena, hey, itu sudah sangat lama, mungkin lebih dari sebulan? Tapi, tak apa, karena Rai sudah mengingatnya sekarang.

"Maksudmu tentang 'kekeliruan mereka' mengenai kalung kegelapan?" tanya Rai, mencoba memastikan jika apa yang ia pikirkan benar adanya.

Ellysha mengangguk. "Ya, itu. Apa maksudmu tentang 'mereka yang keliru'? Memangnya apa yang mereka pikirkan hingga membuatmu berpikir jika mereka keliru?"

Sebelah alis Rai terangkat. Ellysha-nya bahkan mulai menjadi sangat teliti sekarang. Cermat, cepat tanggap, dan teliti. Ellysha sudah benar-benar berubah. Ah, Rai jadi semakin menyukai gadisnya itu. Semoga saja rasa sukanya ini tak berubah jadi obsesi suatu hari nanti. Ya, doakan saja.

"Seperti yang diketahui, di Dunia Arsga, kalung cahaya adalah pusaka yang memiliki kekuatan terhebat. Dan karena kekuatan itu selalu digunakan untuk mengalahkan kekuatan yang bersifat merusak atau sering disebut kekuatan jahat, maka ketika ada kalung sejenis dengan bentuk dan kekuatan yang berbeda, orang-orang tentunya akan mencap itu sebagai kalung dengan kekuatan jahat.

"Karena bagi mereka, kalung dengan kekuatan baik hanyalah kalung cahaya. Jadi, sisanya adalah kekuatan jahat. Bukankah itu memang sifat alamiah semua makhluk? Termasuk manusia. Langsung menyimpulkan salah pada apa yang berbeda dengan pendapatnya." Seringaian kecil milik Rai terbit. Ia menatap Ellysha yang kini mulai tampak kesal. Sepertinya gadis itu tersinggung? Entahlah, tapi ia tampak sangat menggemaskan sekarang. Rai jadi semakin ingin menggodanya.

"Kau menyebalkan!" Ellysha menghentakkan kakinya kesal. Ia kembali duduk di meja makan, melanjutkan memakan supnya yang sudah dingin. Melihat tingkah lucu itu, Rai tertawa pelan. Sepertinya versi kekanak-kanakan Ellysha lebih menarik untuknya. Itu sangat menghibur.

PETUALANGAN DUA DUNIA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang