10. Question

2K 175 12
                                    

Dinda diam tidak bertanya perihal pertengkaran Riza dan Vicky beberapa waktu lalu karena dia memang tidak ingin mengungkit apa yang sudah selesai. Riza dan Vicky sudah berkomunikasi seperti biasa. Dinda juga tidak tahu baikannya mereka kapan, dimana dan bagaimana. Hanya saja, Dinda menyindir Riza secara halus saat mereka berpapasan di pantry setelah insiden Dinda keluar dari kamar pagi itu.

"Kamu mungkin banyak uang buat ngebungkam orang waktu sidang supaya nggak nunjuk kamu sebagai terdakwa seandainya Vicky maju ke pengadilan. Dan kalau itu terjadi, aku bakalan jadi saksi JPU yang memberatkan kamu."

Perempuan itu tahu tanpa mengatakan apapun Riza akan menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Vicky. Suaminya bukan anak kecil yang butuh bimbingan saat bertengkar dengan teman karibnya sendiri. Dinda angkat suara karena merasa perlu. Setidaknya, dia sudah mengingatkan Riza. Entah didengar ataupun tidak, itu masalah Riza, bukan masalahnya.

Sampai weekend ini, ketika Dinda tengah memasak malam-malam dan Gaga bertamu, Riza siap pergi. Lelaki itu tidak memberikan alasan kenapa dua kali pergi ke US dalam sebulan dan Dinda pun tidak repot bertanya.

"Lo nggak tanya kenapa si doi berangkat lagi? Sebulan full ke sana-sini, untuk lambungnya nggak kambuh."

Dinda kembali menatap sopnya yang mengepul di panci, kemudian membalas pertanyaan iparnya jutek. "Kemarin malem, batuk sampe nggak bisa napas."

"Ck, udah tau kita-kita jompo-jompo, kerjanya masih aja bagai kuda. Samperin gih, mungkin aja butuh sesuatu.

"Nggak, ntar sop gue lu habisin." Balas Dinda lebih memilih menjaga sopnya daripada melihat sang suami.

"Kayak sama garangan aja. Abang lu ini."

"Bodo amat!"

"Eh, dibilangin orang tua juga! Sana!"

"Apa sih?! Lo aja sana kalo mau lihat, ribet amat suruh-suruh!"

"Din, kacamata tadi kamu simpan di mana?"

"Nah kan..." Gaga kian menatap menghakimi mendengar sohibnya bertanya dari arah kamar. "Disamperin dulu sana."

Memutar bola matanya malas, setelah mengecilkan kompor di depannya, Dinda berlalu menuju kamarnya, menghampiri sang suami.

"Tadi di sini," suaminya yang nampak rapi menunjuk meja rias sang istri begitu melihat Dinda masuk.

Tanpa repot menjawab, Dinda pergi ke walk in closet dan ajaibnya keluar sudah lengkap membawa kacamata putih tebal sang suami.

Lelaki itu tersenyum, "Tadi sudah cara ke sana, tidak ketemu."

"Orang nyarinya sambil natap langit-langit," sindir Dinda masa bodoh. Suaminya ini benar-benar apalah-apalah. Jarang sekali bisa menemukan barangnya sendiri dengan benar.

Menerima uluran kacamata itu, Riza hendak berterima kasih. Namun nahas, dia terbatuk-batuk lebih dulu hingga membuat Dinda keluar untuk mengambilkan air hangat bagi suaminya ini.

Ketika keluar tadi suaminya dalam keadaan berdiri, sekarang lelaki itu sudah duduk di tepi ranjang, kedua tangannya bertumpu pada kasurnya yang padat.

"Kamu bisa suruh orang ke sana, nggak perlu dikerjain sendiri.

Riza tak menyahuti sarannya tersebut, tapi tetap berterima kasih diambilkan air.

"Badannya enakan belum, kalo belum di-cancel aja."

"..."

"Mau apa sih sampai dibela-belain pergi. Padahal kamu tinggal nunjuk orang, selesai."

"Kalau kamu yang saya minta ke sana, menggantikan saya, bersedia?" tanyanya akhirnya.

Go Went GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang