41. Reason

2.4K 164 55
                                    

PANJANG!

***

Membawa serta Irish bersamanya, Milli datang seorang diri tanpa Zaki ataupun Riza ke kediaman Dinda setelah perempuan itu dipulangkan. Setelah semua pemeriksaan yang terasa melelahkan tapi Dinda tidak mempermasalahkannya sama sekali karena itu semua demi buah hatinya. Setelah seminggu dirawat dan keluarga memutuskan untuk rawat jalan saja. Tetap harus kontrol 2 kali dalam sebulan di trimester pertama. Harus rutin. Dan akan berganti seminggu sekali ketika memasuki bulan ke-7.

Milli diantarkan oleh Gaga saat datang ke sini karena tentu saja Riza, Zaki dan juga Hana sudah kembali ke US lebih dulu. Lebih tepatnya dini hari sejak Riza mengetahui kalau dia memiliki anak kembar yang tidak pernah dirinya ketahui. Bagaimana keadaannya, bagaimana rupanya, Riza tidak pernah mengetahuinya sama sekali.

Riza memang pintar, tapi orang-orang di sekitarnya tak kalah pintar untuk membodohinya. Seperti yang telah orang-orang lakukan. Mereka sepakat untuk tidak memberitahu kecuali Dinda sendiri yang mengatakannya. Dan Dinda, dia jelas-jelas menginginkan hal yang sama karena ketakutannya. Jadi semuanya terasa pas di hati masing-masing orang meski rasa berat itu tetaplah ada.

"Masuk, Mil." Gaga mempersilakan ketika turun dari mobil, dan beranjak ke beranda rumah.

Sambil menggandeng Irish, Milli mengikuti Gaga masuk ke dalam rumah. Di ruang keluarga, terlihat Rina tengah menyuapi Aqilla, lalu Acha yang entah sibuk apa menatap iMac.

"Ma?" orang-orang yang tadinya fokus dengan kegiatan masing-masing langsung terarahkan kepada Gaga, Milli, dan juga Irish. "Ini Milli, Ma. Kakaknya Riza, mau ketemu sama Dinda." Gaga melanjutkan dengan langkah lebih dekat.

Rina langsung menyerahkan piring beserta sendoknya kepada Acha, lantas menghampiri anak mantunya itu.

"Tante. Ini Milli, Tan." Rina mendekat. Matanya yang tidak perawasan, sedikit menyipit untuk melihat betul-betul.

Begitu sadar siapa yang ada di hadapannya, wanita paruh baya itu langsung mendekat dan memeluk Milli lebih dulu. "Ya Allah, Nak. Kamu apa kabar? Kenapa tidak pernah main ke rumah lagi? Sudah lama sekali."

Rina melepas pelukannya, menatap Milli lega sekali lagi. Kemudian baru sadar ada gadis kecil yang tengadah menatapnya. Rina lantas berjongkok di depan Irish. "Putrimu, Nak. Cantik sekali, mirip Riza, mirip om-nya." Rina terseyum haru. Terakhir kali Milli bermain ke rumah, sudah lama sekali. Tidak menyangka kalau akan datang lagi setelah sekian lama. "What's your name?"

"Calista Irish Abraham." Jawab Irish agak malu-malu, dengan tubuh yang disandarkan ke kaki jenjang Milli.

"Panggilannya Irish, Tante."

"Wah cantik sekali namanya. You are so beautiful like your name."

"Thank you, grandma."

Rina masih saja tidak menyangka. Mungkin putrinya sedang mendapat musibah. Namun Rina turut bahagia dan tidak berkenan menunjukkan kesedihannya di depan orang.

"Duduk dulu, duduk dulu." Lagi-lagi Rina mempersilakan. Milli langsung duduk di sopa seperti yang diperintahkan, membawa Irish duduk di sampingnya.

"Keadaan Dinda gimana, Tante?" Milli kembali bertanya setelah tadi saling terdiam. Lama bertemu membuat suasana agak canggung.

Rina menghela napas berat sebelum menjawab. Matanya menatap Milli sendu. "Betul PJB, Nak. Stenosis aorta, katup jantungnya bermasalah, sudah masuk golongan sedang-tinggi. Adek kamu diminta bed rest total sama dokternya. Padahal itu anak dari dulu nggak pernah ngeluh sakit dada, cuma waktu kecil memang infeksi paru berulang, napasnya suka cepat, kadang biru, tapi nggak kedetect kalo ada sakit jantung gitu. Kemungkinan menurun dari tante sendiri karena waktu hamil Dinda, posisinya tante nggak tau, umur di atas 30 tahun, diabetesnya juga nggak kekontrol. Dia lahir prematur, udah suntik pematangan paru segala macem, nggak tau kalau besarnya masih ada sakit juga."

Go Went GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang