Warning ⚠️
Ini full Riza dan kawan-kawan. Kalau nggak mau baca, skip sampai next chapter aja ya.
Thank you
***
Riza memang keras karena didikan ayahnya sedari kecil. Menjadi kaya bukan berarti dia bisa haha hihi luntang-lantung dengan teman-temannya yang bisa dihitung dengan jumlah jari dalam satu tangannya saja tidak sampai.
Dia memang tertutup. Sangat-sangat tertutup. Saking tertutupnya, saking terlihat tidak pernah mau berinteraksi dengan perempuan, Riza dikenal gay waktu kuliah. Jadi, meskipun dia setampan apapun, gadis-gadis waktu itu pasti melipir dengan sendirinya, tidak mau dekat-dekat. Karena menurut Riza sendiri, perempuan adalah makhluk Tuhan paling ribet. Sama seperti kakaknya, Milli yang selalu berteriak memintanya untuk sarapan padahal Riza sudah besar. Tanpa disuruh, kalau lapar dia pasti akan makan sendiri.
Sampai ada gadis menyebalkan yang tiba-tiba datang dan selalu memanggilnya mas mas tiada henti, mempertanyakan mortalitasnya sebagai manusia? Riza jelas gusar, apalagi topik yang dibawakan oleh gadis itu menurut Riza adalah sampah yang tidak berguna.
Jangan pikir Riza serta merta langsung jatuh cinta dengan Mitha. Tidak. Ada banyak hal yang telah mereka lalui hingga Riza berani menyatakan kalau dia memang mencintai Mitha.
Meskipun Mitha telah tiada dan Dinda yang bersama dengannya, rasa itu tidak pernah berubah. Karena itu, sewaktu Dinda bertanya pada Gaga, ataupun saat Rani mempertanyakan perasaan lelaki itu, hanya kebungkaman yang terjawab.
Karena sesungguhnya, cinta memang tidak bisa dipaksa. Tuhan yang secara penuh mengatur itu semua. Lalu, apakah Riza harus protes pada Tuhannya? Haruskah Riza menjadi orang yang orang lain inginkan? Haruskah dia menjadi sosok yang diharapkan oleh semua orang? Tidak.
Dia tidak akan membuktikan apapun. Dia akan tetap seperti itu. Sampai mati juga dia akan tetap seperti itu. Sudah wataknya. Mau orang jungkir balik juga dia masa bodoh kalau memang tidak ada hubungan dengan dirinya. Kalau keluarganya, beda cerita.
Jangan pikir, Riza akan iya-iya saja saat Mitha meminta sesuatu. Jangan pikir, Mitha tidak pernah dimarahi. Jangan berpikir seperti itu. Karena itu mustahil. Jelas Mitha yang lebih banyak mendengar amukan lelaki itu. Mitha yang lebih banyak melihat amarahnya. Karena Riza adalah manusia pada umumnya.
Jangan juga pertanyakan memangnya ada orang seperti Riza? Sementara di luar sana saja ada seorang kakek yang tega pada cucunya sendiri. Atau suami yang tega membunuh istrinya sendiri. Jangan pertanyakan. Coba lihat sekitar. Pahami, karena kalau paham pasti mengerti. Namun sayangnya, masih banyak yang bertanya.
Riza bisa bercanda. Bercanda garing dengan Milli karena sedari kecil hobinya memang bertengkar. Kalau adik kakak laki-laki, bertengkarnya suka pukul-pukulan. Kalau Riza dengan Milli, mereka suka saling menghina.
Dia adik pada umumnya, yang ketika dikerjai suka melempar kakaknya asal karena kesal. Setelah itu memanggil-manggil seperti anak kecil karena tidak kunjung disaut, kalau dia lelah, dia akan berhenti sendiri. Ya, dia adik pada umumnya. Riza jelas bukan sebangsa alien dari planet luar.
Kalaupun ada yang bertanya siapa yang akan Riza pilih antara Dinda dan Hana, maka Riza akan memilih Irish. Tidak yang lain. Dia lelah diminta memilih. Biarlah saja semua orang ingin melakukan apa, mereka sudah dewasa, tahu yang benar maupun yang salah, tidak perlu pengawasannya lagi. Toh pada akhirnya, Tuhan yang menentukan. Kalaupun Riza memilih salah satu diantara Dinda maupun Hana, bukannya penerimaan yang Riza dapat-melainkan penolakan. Dia sudah melihat kekecewaan di wajah keduanya. Andai Mitha tidak meninggalkannya sendirian, hidupnya pasti tidak akan jadi seperti ini. But, it's okay. Tidak apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Went Gone
RomanceALUR LAMBAT, TIDAK JELAS, BERTELE-TELE. SO, JANGAN DIBACA [SEQUEL OF HUMAN DISEASE] You are going to live as long as you can. So, let's live a thousand years again. *** Any similarities of characters, times, places and events, unintentional. Image...