***
Dinda. Perempuan itu masih lah sama seperti dulu, ketika tertekan atau merasa terancam, maka serangan paniknya akan datang. Mungkin hal itu juga yang membuat Riza beberapa waktu lalu berbaik hati untuk menemaninya. Atau mungkin karena memang lelah baru landed dan harus sejam lebih menghadapi Dinda yang ada saja tingkahnya. Mencari-cari kesalahan Riza untuk menangis. Padahal tanpa diberi tahu pun, Riza sudah tahu kalau Dinda sebenarnya ingin menangisi sesuatu.
Namun, jika keadaannya yang demikian dibiarkan, maka efek terburuknya Dinda bisa kehilangan kesadaran karena sesak napas yang tajam. Hanya saja seringkali, Riza membiarkan Dinda survive by herself. Dia ingin perempuan itu bisa mengatur ketakutannya sendiri. Sampai kapan dia bergantung pada orang? Kalau Riza sedang tidak ada, apa Dinda akan menyakiti dirinya sendiri untuk mendapatkan rasa tenang? Jelas Riza tidak akan selalu bisa ada di dekatnya. Tapi tetap saja, kalau ketakutan Dinda sampai di ambang batas, larinya pasti rumah sakit. Dia tidak akan bisa bernafas dengan benar sampai tidak sadarkan diri.
Dulu pernah waktu di awal kuliah, dia mengikuti pendidikan dasar salah satu UKM yang tempatnya seperti di hutan, kanan kiri pohon, sumber pencahayaan hanya lilin, kambuhlah paniknya, satu angkatan heboh karena Dinda langsung didatangkan mobil lengkap dengan oksigen dan di bawa ke rumah sakit kampus karena sesak nafas dan tidak sadarkan diri. Sejak saat itu dia ditandai oleh katingnya. Kalau ada apa-apa, namanya disebut dulu, tidak diizinkan ikut kegiatan fisik berat. Bukan karena Dinda tidak bisa dikeras, tapi memang bukan tempatnya Dinda dikeras.
Saat itu yang dikabari adalah Rama. Dasarnya Rama alumni UKM itu juga, yang jadi panitia langsung dimarahi habis-habisan. Dan setelahnya, Dinda seperti diistimewakan. Padahal Dinda juga ingin membantu. Dia juga tidak selemah itu sampai saat mengikuti kegiatan panitia selalu diminta di bagian P3K yang mengurusi orang sakit di ruangan.
Seperti saat pemeriksaan tahunan di kantor, untuk karyawan biasa wajib. Tapi sekelas Dinda dan atasannya diberikan keistimewaan untuk pergi ke dokternya sendiri. Enak ya jadi orang berada? Tapi kalau menurut Dinda tidak juga. Terkadang, perempuan itu membayangkan kalau dia adalah perempuan biasa dan menikah dengan lelaki yang biasa pula. Pasti mereka sibuk bekerja sama membayar KPR untuk perumahan residen ataupun klaster mereka kelak. Namun kenyataannya, Dinda tidak perlu membayar apapun lagi, semuanya ditanggung Riza. Walaupun hanya tinggal di apartemen, tapi apartemen Riza luas. Dinda saja suka pegal kalau bersih-bersih. Saking lelahnya juga pernah ketiduran padahal belum selesai bersih-bersih. Bukan pernah lagi. Tapi dia selalu ketiduran lebih dulu karena saking luasnya.
Untung Riza itu definisi orang yang mandiri. Sejak ditinggal Mitha, dia sudah terbiasa apa-apa sendiri meski ada kebiasaan lama yang tidak berubah. Jadi kalau Dinda kerjanya tidak selesai, dia yang melanjutkan. Paling lelaki itu heboh saat mau pergi tapi ada barangnya yang tidak ketemu dan dicari-cari tak kunjung didapatkan juga.
Seperti malam ini, entah sudah berapa kali lelaki itu keluar masuk kamar. Dinda yang sebelas dua belas cueknya dengannya jelas saja masa bodoh, memilih rebahan di ranjang karena dia sudah siap pergi sementara Riza masih mencari kemejanya untuk pergi ke pesta pernikahan anak dewan komisaris di Royal yang diadakan di hotel ternama. Siapa suruh tidak mau bertanya?
"Kemeja saya kamu buang ke mana?" Akhirnya, bibir lelaki itu terbuka juga. Riza yang masih memakai boxer, bertelanjang dada, menatap Dinda tajam dari tempatnya berdiri.
Karena baru ditegur, Dinda baru menegakkan tubuhnya. Dia berdiri, pergi ke walk-in closet dan mengambil kemeja yang sengaja dirinya siapkan agar mereka pergi layaknya pasangan yang serasi karena memakai pakaian sarimbit.
Dinda mengenakan cocktail dress berwarna light grey sementara Riza menggunakan kemeja yang senada. Pokoknya Dinda sengaja menjebak Riza menggunakan kemeja itu karena kemeja warna gelapnya dia sembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Went Gone
RomanceALUR LAMBAT, TIDAK JELAS, BERTELE-TELE. SO, JANGAN DIBACA [SEQUEL OF HUMAN DISEASE] You are going to live as long as you can. So, let's live a thousand years again. *** Any similarities of characters, times, places and events, unintentional. Image...