Hai guys.
Mungkin ada yang kurang paham sama konsep ceritanya akhir-akhir ini. Saya paham dan izin menjelaskan.
Saya mau jelasin dari keluarga dulu.
Kalau yang baca Human Disease, pasti tahu Dinda itu kecilnya di bali. Dari umur 5 th sampai akhir-akhir SD, dia tinggal di Bali sama Oma Laras (neneknya), Aldi, dan juga Mbok Prih (pengasuh).
Oma Laras adalah seorang mualaf. Dulu, beliau beragama Hindu dan kemudian menjadi seorang Muslim sebelum menikah dengan Opahnya Dinda (orang Sampang-Madura). Dari pernikahan ini, ada 7 anak. 4 beragama Hindu, 3 nya Islam.
Mamahnya Dinda, papanya Aldi, sama Mama Ceka yang beragama Islam. (Sebenarnya ini udah dibahas secara singkat di KK, yang gretong kemarin. Kalau mau baca, tinggal masukkan kode voucher). Kalau nggak mau baca, yaudahlah ku menangis aja...
Nah mamanya Dinda itu nikah sama orang jawa (Fajar Saldian) yang dulunya kerja di Karawang, kemudian menetap di Bandung. Beliau seorang yatim piatu, dari keluarga menengah ke bawah.
Dari kecil, Dinda sama Rara diperkenalkan sama agamanya, tapi nggak sepesifik banget, yang santai gitu lhoh. Dan setelah mama papanya pisah, Rara ikut papanya, Dinda ikut mamanya-tapi dititipkan di Bali.
Sebenarnya, kalau istilah dititipkan ini kurang tepat yah, yang tepat, Dinda ditinggalkan sama neneknya. Karena kurun waktu Dinda di Bali, Rina jarang jenguk. Jenguk pun pas Dinda lagi tidur, jadi Dinda-nya nggak tau. Jadi Dinda ngerasanya ditinggalin semua orang.
Waktu masih sama omanya di Bali, Dinda tetep ibadah, ngaji sama temen-temennya. Ngaji sewajarnya kayak anak-anak yang tiap sore pergi ke TPQ. Kalo zaman dulu, Dinda ngajinya masih di musola.
Terus waktu omanya meninggal, Rina jemput Dinda sama Aldi, dibawa ke Tebet, di rumah yang ditempati sekarang.
Bagi yang lupa, Aldi itu seumuran sama kakaknya Dinda, Ka Dika. Karena ortunya meninggal waktu kecelakaan mobil dia masih bayi, Mamah Rina yang ngurus dan nyusuin dari kecil. Sempet diurus bibi dari ibunya juga, tapi nggak lama, cuma 3 tahun terus Aldi balik lagi sama Mamah Rina dan akhirnya ikut Dinda ke Bali dan kembali lagi ke Ibukota. Dan sampai sekarang bareng2 terus.
Dan maaf-maaf banget, perlakuan Dinda ke mamanya itu buruk. Ya memang Dinda nggak mukul, nggak apa, tapi omongan Dinda itu kasar. Bentak-bentak. Omongannya juga kurang sopan sama mamanya sendiri. Ini dari semenjak dia tinggal lagi sama mamahnya sampai Dinda selamat dari maut.
Memang, Dinda udah bisa berdamai sama mamahnya. Tapi, kebiasaan buruknya bentak-bentak belum sepenuhnya ilang. Makanya dari dulu Dinda itu sering banget dimarahi sama Aldi, sama Riza juga setelah menikah. Karena memang perilakunya sama Mama Rina buruk. Sementara Rina tipe ibu-ibu yang lembut, yang kalem. Mau balik bentak aja nggak tega.
Entah kalian mikirnya mamanya Dinda nggak tegas, nggak bisa didik anak, terserah kalian. Yang jelas, beliau nggak sampai hati kalau buat marahin anaknya.
Dinda itu kalau sama orang, sopan sebenarnya. Tapi, kalau masalah pakaian, jangan tanya. Dia pakai pakaian yang nyaman, bukan yang sopan. Kalau nyamannya pakai bikini, ya dia pakai bikini. Mau orang-orang nggak suka, Dinda nggak urusan. Lhah wong badan-badannya dia sendiri. Kecuali, kalau yang negur sekelas kakaknya (Aldi) sama suaminya (Riza) ya dia langsung sadar diri buat nggak pake aneh-aneh.
Intinya, dasar agama Dinda emang lemah.
Belum lagi karena issue mentalnya, jadi Dinda itu yang kayak orang atheis sejak dulu. Dia nggak percaya Tuhan ada karena kalau Tuhan ada, harusnya hidupnya lurus-lurus aja, bukan suram kayak gini.
Ini Dinda yang dulu. Kalau sekarang, nggak bisa lepas dari Tuhan-Nya meskipun dia belum bisa menunaikan kewajiban-kewajiban seorang Muslim perempuan yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Go Went Gone
RomanceALUR LAMBAT, TIDAK JELAS, BERTELE-TELE. SO, JANGAN DIBACA [SEQUEL OF HUMAN DISEASE] You are going to live as long as you can. So, let's live a thousand years again. *** Any similarities of characters, times, places and events, unintentional. Image...