:: Prolog ::

16K 1.2K 45
                                    

Kenikmatan apa lagi yang kaudustakan selain tidak mendengar bunyi alarm di pagi hari sebagai penanda weekend telah tiba?

Mata Vanila Tedjasukmana belum terbuka sepenuhnya saat merasakan bias sinar matahari diam-diam menyorot ke arahnya dari celah gorden jendela. Namun, senyum merekah lebar di bibir perempuan itu.

Ada rasa puas menyelimutinya sehabis tidur malam tadi. Tidurnya benar-benar lelap tanpa terbangun tengah malam atau subuh-subuh. Ditambah, tidak adanya suara alarm ponselnya menggaungkan lagu Rum Pum Pum dari girlband F(x). Seketika Vani langsung tahu, inilah weekend yang ditunggu-tunggunya.

Baru saja Vani menggeliat di kasur, lengannya tahu-tahu membentur sesuatu yang lunak di belakangnya. Bersamaan itu juga terdengar suara lenguh kesakitan yang membuat mata Vani seketika terbuka lebar-lebar.

"Jam berapa sekarang?"

Otomatis tubuh Vani meringkuk lagi. Kedua tangannya menutupi mulut agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Suara barusan jelas-jelas suara seorang pria. Jantung Vani pun mulai berdebar kencang.

"Van? Lo udah bangun?" Lagi-lagi pria itu bertanya kepada Vani.

Vani seketika diserang kepanikan. Pria yang di belakangnya, aka yang tidur seranjang dengannya, sudah pasti bukan orang yang dikenalnya. Vani kenal suara teman-temannya dengan sangat baik. Baik suara saat lagi malas, biasa saja, atau bahkan sampai suara lagi mabuk.

Sedangkan suara pria ini? Memori otaknya bahkan tak mengenali suara tersebut!

Refleks, Vani menelan ludah. Meski suaranya tidak seberat kaum pria umumnya, tapi suara pria itu terdengar renyah dan merdu di telinga Vani. Persis suara mas-mas penyiar radio yang sering didengar Vani kala sedang menyetir. Menyenangkan sekaligus menenangkan. Tetapi siapa pemiliknya?

Kepala Vani baru berani berputar ketika merasa kasur yang ditidurinya itu bergoyang sedikit. Diam-diam dia menatap pria berbaju putih yang duduk di pinggir kasur seraya mengucek-ngucek mata. Rambut bagian depan pria itu sedikit menjuntai hingga menyentuh keningnya.

Sekilas dari samping, Vani yakin pria itu masih muda. Mungkin seumuran dengannya, menjelang 27-ish. Figur wajahnya bukan yang model manly atau macho. Sort of sweet, yet still good looking.

Disaat yang bersamaan, pria yang diperhatikan Vani sejak tadi menoleh. Spontan Vani menahan napas tatkala tatapan mereka bertemu.

Mata kenari perempuan itu melebar. Ya Tuhan, pria yang tidur bersamanya adalah Kafie Handhika!

"Apa?" tanya Kafie.

Vani menelan ludahnya dengan susah payah. "Jangan bilang kita abis mantap-mantap semalam," pintanya memelas.

"Hah?" Kafie syok mendengar ucapan Vani barusan. Mata pria itu mengerjap-ngerjap cepat. "Van, lo ngomong apa, sih?"

"Ka, kita nggak ngapa-ngapain kan semalam?" tanya Vani lagi. Rasa panik semakin menjalar di dalam dirinya. Bagaimana dia bisa tidur bareng Kafie? Lalu di mana ini?

Sontak mata Vani mengedar ke seantero kamar.

Tidak ada yang bisa dikenalinya dari perabotan-perabotan serba minim di kamar itu. Kamar Vani juga tidak "seminimalis" yang hanya ada kasur ukuran queen size dan diapit dua nakas begini. Bahkan kamar ini sepertinya bukan seperti kamar hotel juga.

Dindingnya bernuansa biru terang. Samar-samar tercium wangi musk, bukan wangi khas kamar hotel pada umumnya. Apalagi keberadaan lemari dua pintu berukuran sedang di sudut ruangan menguatkan dugaan pemilik kamar ini penggemar produk Informa atau IKEA. Sama sekali bukan selera manajemen hotel berbintang.

Sialan, gimana Vani bisa berakhir terbangun di entah-kamar-siapa ini bersama Kafie?

"Van, lo mau gue ambilkan minum?" tawar Kafie sejurus kemudian.

"Jawab dulu pertanyaan gue!" teriak Vani mendadak. Dia memandang kesal ke arah Kafie yang terkaget-kaget di pinggiran kasur.

"Oke, oke. Gue jawab." Kafie mengangkat kedua tangan di depan dada, berharap emosi perempuan di hadapannya mereda. Kemudian dia mendeham. "Kita nggak ngapa-ngapain semalam, Van. Kita udah sepakat nggak melakukan itu sampai kita sama-sama mau," terang Kafie.

Mulut Vani ternganga. "Sejak kapan--" Ucapan Vani terhenti saat melihat sebuah cincin perak melingkar di jari manis Kafie. "Lo udah nikah?!" pekiknya serta-merta.

"Ya jelaslah gue udah nikah, Vani."

"Lalu kenapa lo tidur sama gue?"

"Emangnya gue nggak boleh tidur sama istri gue sendiri?" balas Kafie ikutan bingung. Kening pria itu mengernyit dalam. "Van, please jangan bilang lo lupa kalau kita udah menikah." []

07.05.2021

Author Notes:

hai semua... aku coba update prolog dulu yaah. 🤭

Semoga suka. Selamat berkenalan dengan VanKa! 🤍

xoxo

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang