:: Bab 16 ::

3.5K 519 36
                                    

Jantung Vani sudah berdebar-debar tak keruan saat memasuki apotek yang ditemukannya. Malah suaranya terdengar gemetaran bukan main ketika menanyakan tentang test-pack kepada si apoteker.

"Bedanya apa, Mbak?" tanya Vani kikuk sendiri melihat banyaknya test-pack yang disodorkan si apoteker. Ternyata banyak juga yang dikeluarkan. Mestinya dia cek-cek Google dulu tentang benda ini.

"Bedanya di merek doang sih, Mbak," kata si apoteker tenang. "Maaf, ini Mbak baru pertama kali beli, ya?"

Vani meringis. "Hehe. Iya, Mbak."

"Gapapa kok, Mbak," Lagi-lagi si apoteker menenangkan. Kelihatannya bukan hanya Vani yang datang-datang clueless dengan benda bernama test-pack ke apotek. Kemudian dengan lancar si apoteker menjelaskan tentang alat pendeteksi kehamilan tersebut.

Walau banyak merek, ternyata pemilihan test-pack juga penting. Pemilihan alat tes kehamilan juga mesti yang akurat, sensitif, dan clearblue. Tidak semua alat itu juga bisa ditemukan di apotek. Kebanyakan orang-orang memilih tipe yang digital karena lebih gampang dipahami dibandingkan tipe lain. Belum lagi tingkat sensitivitasnya yang beda-beda, tergantung mereknya.

Vani mendadak lemas sendiri mendengar penuturan si apoteker. Semestinya dia mengajak Kafie saja, biar tidak merasa bloon sendiri begini.

"Kalau yang gampang digunain yang mana, Mbak?" tanya Vani akhirnya.

"Sebenarnya kalau mau gampangan yang mana, tergantung masing-masing orangnya, Mbak," kata si apoteker tenang. Matanya memandang macam-macam test-pack yang tersebar di meja kasir. "Kalau mau, saya rekomendasikan aja yang kira-kira sesuai buat kondisi Mbaknya, gimana?"

Langsung saja kepala Vani mengangguk-ngangguk. "Boleh, Mbak!"

Dengan tangkas si apoteker mengambil beberapa merek test-pack dari atas meja, lalu menyimpan kembali sisanya. Si apoteker kemudian memberikan tips singkat tentang merek-merek yang direkomendasikannya. Merek-merek itu (katanya) punya klaim akurasi hingga 99 persen kalau digunakan dengan benar.

"Catatannya sih itu, Mbak. Asal digunakan dengan benar, insyaallah... akurat," kata si apoteker menutup penjelasannya.

Kepala Vani manggut-manggut. "Oke, saya beli semua deh, Mbak."

"Baik, Mbak," si apoteker sigap mengurus pembelian Vani. "Beli vitaminnya sekalian, Mbak? Lagi diskon sepuluh persen juga, bisa ada tambahan lima persen kalau Mbak punya membership di sini."

"Nggak usah, Mbak. Itu aja..." tolak Vani cepat. Melihat nominal yang muncul di layar saja sudah bikin ketar-ketir.

Begitu menyelesaikan belanjanya, Vani keluar dari apotek sambil menelepon Kafie. Butuh beberapa deringan sebelum akhirnya telepon perempuan diangkat. "Hai... sibuk, ya?"

[Nggak terlalu, kok. Kenapa?... kok, rame banget? Kamu di mana?]

"Aku abis dari apotek gitu," kata Vani pelan. "Aku beli... test-pack. Tapi harganya mahal ya, ternyata..."

[Emang mahal ya? Aku nggak tau juga, Van...] Kafie berujar polos di ujung sana. [Emang kamu habis berapa buat beli test-pack?]

Vani pun menyebutkan nominalnya.

[Tingkat akurasinya gimana?]

"Kata Mbaknya tadi sih merek-merek ini paling akurat," terang Vani mengingat-ingat ucapan si apoteker tadi. Dia menggigit bagian bawah bibirnya sedikit. "Tapi gimana kalau emang aku nggak hamil, Ka? Maksudku... gimana kalau ini cuma telat aja karena aku stres kerja?"

Mungkin semestinya dia menuruti omelan Mamanya tentang pentingnya memperhatikan periode bulanannya dari dulu. Namun, Vani tidak mau ribet. Sejujurnya periode bulanannya saja sudah sering membuat dunianya jungkir-balik. Bukan hanya sekali atau dua kali dia mengalami dismenore. Mau ngecek ke dokter juga perempuan itu merasa ngeri-ngeri sedap. Kadang juga waktu bulanannya tidak rutin.

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang