:: Bab 8 ::

3.9K 516 19
                                    

Akhir Juni 2020

Vani menjilati jari-jarinya yang berlumuran saus dan kuah seafood. Matanya kemudian melirik Milo yang sedang meneguk es teh. Senyumnya seketika terkulum saat menyadari wajah Milo yang kinclong gara-gara berkeringat makan di tenda kaki lima. Ya ampun...

"Lain kali, be yourself kalo mau bikin aku terkesan." Vani mengambil selembar tisu dan menyeka satu per satu jemarinya. "Aku gak masalah kalo kamu mau makan fancy gitu, kok."

Milo tersenyum masam. "Ketahuan banget, ya?"

"Mil, kamu gak sadar itu muka kamu udah kinclong kayak abis diolesin minyak? Itu mas-mas di dapur restoran kayaknya udah siap kali bawa kamu ke atas panggangan seafood kali!"

Tawa Milo langsung berderai. Dia kembali menghadap Vani.

Sejak beberapa saat terakhir, posisi duduk Milo memang agak menghadap ke luar tenda. Pria itu jelas tidak nyaman makan di tenda, atau duduk di bangku plastik ringkih yang terasa kapan saja bisa meleyot.

Sedangkan Vani justru menikmati semua itu.

Dia tidak peduli kursi plastiknya nyaris meleyot, atau tangannya yang selalu belepotan saus selagi makan. Tidak ada yang bisa menandingi kenikmatan seafood di Muara Karang. Vani pun tidak menyangka Milo mengajaknya makan malam di sana. Seingatnya, sudah lama sekali tidak makan seafood. Perempuan itu malah mengira Milo justru membawanya ke restoran fancy yang tagihannya bikin perut melilit.

Sejujurnya, Vani agak skeptis dengan pengakuan Milo dan hobi kulinerannya. Pria itu tidak kelihatan seperti orang yang bisa tahan lama tanpa AC atau berkeringat saking kepanasannya.

Well, pria itu terlalu necis untuk makan di pinggiran apalagi tenda kaki lima.

Dan benar saja. Dugaan Vani itu langsung terbukti. Sejak sampai di area makan seafood, keringat bercucuran deras di kening Milo. Bukan hanya sekali pria itu menyeka keningnya dengan tisu.

"Oke, next time." Milo mengangguk-ngangguk setuju. Dia mengambil satu capit kepiting yang sudah remuk di atas piring. "Sebenarnya aku emang lagi ngidam makan seafood akhir-akhir ini. Beberapa temen sih udah ngajakin makan yang deket-deket gitu kayak di D'Cost, tapi..."

"Apa enaknya?" Vani menyelesaikan kalimat Milo sambil mengangguk-ngangguk paham. Bibirnya terkulum. "Aku ngerti, sih. Emang kalo dibandingin sama D'Cost sih ya, jauh. Muara Angke enak ke mana-mana. Lebih fresh juga."

"Exactly my point! Esensi makan seafood-nya gak ada sama sekali. Sedangkan gue nyari vibe makan seafood kayak di..."

"Jimbaran." Lagi-lagi Vani menyelesaikan kalimat Milo. Ya Tuhan, untuk sesaat dia merasa terlalu cocok dengan Milo. Selera kulineran pria itu ternyata memang tidak seburuk itu. Walau mungkin, dia punya sedikit lack karena agak susah makan di tempat tidak ada AC-nya. "Kamu kalo makan di Jimbaran juga keringetan kayak gini?" tanyanya penasaran.

Milo tampak menimbang-nimbang sejenak sambil menelengkan kepala. "Kalo di Jimbaran kayaknya aku terlalu focus untuk makan hidangannya. Dan vibe di sana kan berasa banget, Van. Lebih tenang gitu."

Vani terbahak-bahak. Meski begitu, dia setuju. Vibe di Jimbaran memang beda banget.

"Mau ke Bali? Kapan-kapan?" tawar Milo tiba-tiba.

"Gercep ya," ledek Vani geleng-geleng kepala tak habis pikir.

Lalu dia berpikir-pikir sejenak. Sebenarnya bagus juga idenya ke Bali buat kulineran. Banyak kuliner di Bali yang belum sempat Vani cicipi. Malah, sejak jadi food vlogger, Vani belum berkesempatan mereview kulineran khas Pulau Dewata itu.

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang