:: Bab 9 ::

3.8K 500 31
                                    

Yuhuuuu... VanKa double update ya! Bab ini agak panjang ya, gengs.

Jangan lupa pencet bintang kecilnya. 💚  enjoyyyy!
.
.
.

"Gimana menurut lo?"

Kafie baru saja keluar dari kamar mandi vila ketika pertanyaan itu meluncur dari bibir Milo tanpa tedeng aling-aling. Senyuman melebar di bibir Milo.

"Bagus. Tipe kamar mandi open air," komentar Kafie seraya mengeringkan rambut dengan handuk.

Otomatis Milo terbahak-bahak. Saking ngakaknya, pria itu sampai memukul-mukul paha. "Bukan itu yang gue tanyain!"

"Lalu apaan?"

"Vani," jawab Milo cepat. Bibirnya terkulum. "Lo udah kenalan juga sama temennya? Rosela is quite not bad."

Kafie tidak langsung berkomentar.

Kedua perempuan itu memang tidak jelek-jelek amat. Malah, Kafie tidak punya penilaian aneh-aneh tentang Vani ataupun Oche. Biasanya Kafie langsung bisa menilai perempuan dari pertemuan pertama. Namun penilaian pria itu tentang Vani auto mental dari awal pertemuan. Perempuan itu bukan tipe menye-menye.

Apalagi ketika Vani menggenggam tangannya ketika di pesawat tadi. Tangan Kafie terasa hangat sepanjang perjalanan Jakarta-Bali. Dia juga sedikit lebih rileks dari biasanya, meski sepanjang penerbangan Vani malah ketiduran di bahunya.

Kafie kemudian menjemur handuk pada sandaran kursi memanjang dekat jendela kamar dan berdeham. "Spontan," komentarnya lalu bersila di atas single bed tidak jauh dari jendela. Dia melayangkan pandangan ke arah Milo yang duduk di kasur lain.

Selama getaway, Kafie berbagi kamar dengan Milo. Kamar itu punya dua kasur berukuran single yang dipisah oleh sebuah nakas. Sebuah TV 40 inchi berada tepat di depan kasur. Sementara kamar bernuansa open air berada persis di sebelahnya.

Kepala Milo mengangguk setuju. "Dia emang spontan banget. Dia nggak nyangka gue bisa spontan."

"Emang lo bisa spontan?" balas Kafie heran.

Milo Daniswara tak lain dan tak bukan, tipe yang tidak bisa kebanyakan improvisasi. Pria itu bisa keder kalau banyak hal yang tidak sesuai dengan perencanaannya. Saat diajak ke Bali, Kafie tidak yakin itu usul berasal dari Milo. Terlalu dadakan dan spontan. Kafie bahkan yakin temannya itu sudah menyusun itinerary untuk dua hari di Bali.

"Satu-satunya yang gue ambil spontan cuma waktu ngajak dia makan di Muara Angke," geleng Milo masam. "Tapi, gue malah kelabakan gara-gara gak ada AC di sana. Gue udah kayak babi aja keringetan mulu."

"Terus, Vani langsung tau lo gak biasa makan di tenda kaki lima?"

"Yeah, abis itu gue tanyain aja, mau atau gak ke Bali. Kedoknya pengin makan di Jimbaran sama kulineran, sih."

"Lo beneran mau serius sama cewek itu?"

Milo meringis dan mengedikkan bahu.

"Mil..."

Milo terbahak-bahak sementara temannya ternganga. Pria itu pun beranjak dari kasur seraya memandang Kafie. "Chill, Kaf. Liat aja ke depannya gimana. Enjoy the moment while it lasts," ucapnya dan berlalu menuju kamar mandi.

"Dasar gila!"

***

Besok paginya, Vani dibangunkan oleh dering telepon dari mamanya. Karena sampai di Bali sudah kelewat larut, dia tidak mengecek-ngecek ponselnya lagi setelah mengaktifkan paket data. Perempuan itu praktis langsung membiarkan semua chat masuk ke ponselnya hingga tertidur. Sayangnya, tidurnya seketika terganggu tatkala ponselnya bergetar di nakas samping ranjang.

Pasutri NewbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang